15. Bertempur dengan waktu

1.5K 71 5
                                    

Dinar terdiam memaku. Dia seharusnya senang kini tapi keadaan berkata lain.

"Kembalilah ke Bandung, kembalilah untuk Fero!" Barry memegang tangan Dinar yang terasa dingin dengan lamunan kosongnya.

"Bukan dia alasanku pergi. Dia tak pantas jadi alasan untukku kembali."

"Kalau begitu, kembalilah untukku?"

Pandangan kosongnya berubah menjadi lautan samudera. Dalam, menenangkan, seperti biasa. Barry masih menggenggam kedua tangan Dinar. Wajah memohonnya itu tak bisa Dinar abaikan.

"Untuk apa? Kau juga akan meninggalkan Bandung bukan?" Dinar menyungsingkan senyumnya.

Barry melepaskan genggamanya. Ditatapnya Dinar dalam, lalu Barry semakin mendekatkan ke wajah Dinar. Mengacak ngacak tatapanya. Mencari sesuatu yang hilang dari dirinya, kejujuran.

"Apakah kau inginkan aku pergi?" Barry terus menatap Dinar yang balik menatapnya penuh harapan. 

Lalu sekilas harapan itu sirna. Dinar menahan napasnya sejenak. Mencoba menenangkan jantungnya yang terlanjur berdegup kencang. Menenangkan sarafnya yang terlanjur menegang. Dipejamkan matanya sejenak untuk melepaskan semua beban.

Pikiran Dinar menerawang pada malam itu. Malam dimana dirinya hanyut dalam luasnya samudera. Malam dimana keduanya melebur menjadi satu. Malam dimana Dinar berikrar dalam hati untuk tidak melepas Barry.

"Dia itu tunanganku, belum sih. Aku mengacaukan acara tunangannya karena pergi kesini." 

Tiba-tiba pikirannya menyeretnya pada masa Barry menjelaskan siapa Gisca baginya. Pria dihadapannya itu sedang ada yang menantinya jauh disana. Memegang janji untuk kembali dan bertemu lagi. Memegang ikrar untuk saling percaya. 

"Pergilah." Jawab Dinar dengan tegas.

"Apa?"Barry tersentak menemukan kenyataan dalam dirinya. Nyatanya ia tau Dinar tak jujur, Dinar memejamkan matanya untuk melawan kejujuranya.

"Pergilah, aku tak akan membebanimu." Balas Dinar parau.

"Jika kau berkata tetap tinggal, aku akan tetap tinggal. Bagaimana? Apakah kau tetap akan membiarkanku pergi?"

"Aku takkan memperjuangkan apa apa darimu. Medan perangku bukan disitu."

Barry tersenyum pahit. Setidaknya ia tidak punya beban untuk pergi. Ia tak punya alasan untuk tetap disini. Langkahnya kini lebih ringan untuk kembali ke Bali. Meski harus merelakan impianya untuk bertemu Bey di Jerman.

"Jadi sekarang kita ke Bandung?" Barry berdiri dari tempat duduknya, menarik tangan Dinar untuk mengikutinya. Dan Dinar hanya membalas dengan kerutan di halisnya.

"Untuk alasan apa aku kembali?"

"Mengucapkan selamat tinggal? Kita hanya punya sisa waktu 5 hari dan kau akan melewatkanya?"

Dinar tersenyum pahit tapi masih dengan posisi duduknya.

"Kau juga tak bisa meninggalkan istanamu bukan?" Tanya Barry meyakinkan Dinar.

Dinar menatap Barry dengan tersenyum seraya berdiri dan mereka berduapun berjalan menuju Rubicon Barry.

***

Langit memancarkan milky way dengan degradasi warna biru tua dan ungunya. Kerlipan bintang menemani mereka yang sedang terbaring di halaman Istana Kayu. Barry dan Dinar sepakat untuk melakukan ritual melihat bintang dimalam haris bila langit secerah itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 18, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

StrangerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang