12

714 52 21
                                    

Seperti gila rasanya saat Namjoon tahu ia telah menepikan Yoongi padahal dia yang berbuat salah. Dia diam dan memilih pergi. Ragu yang membayangi akhirnya berhenti ketika ibu Yoongi datang walau harus mencungkil hati Namjoon. 

Kembali ke rumah, ia memeluk Yoongi erat dan hangat, mencoba menebus kebodohannya.

"Maaf menunggu lama," ujarnya pelan, tepat di sebelah telinga kiri Yoongi.

Gelisahnya perlahan mencair saat ia rasa tangan Yoongi menepuk pundaknya lembut. Yoongi selalu baik. Yoongi selalu menerima dia. Satu-satunya yang selalu ada saat dia berada di level terendahnya, yang memeluk segala ketidaksempurnaanya. 

"Berhenti meminta maaf," kata Yoongi. Tangannya masih menepuk-nepuk ringan. 

"Rumah ini satu-satunya tempat kamu pulang. Seharusnya kamu pulang lebih awal. Kalau kamu ada masalah biarpun itu denganku, kamu harus tetap pulang," lanjutnya. Hati Namjoon menghangat, merasakan rindu setengah mati pada manusia yang sekarang ada di pelukannya. 

"Gi, Aleea sama aku gak ada hubungan apa-apa lagi. Kemarin memang aku beberapa kali ketemu sama, tapi sebagai rekan bisnis. Gak lebih."

Yoongi segera melepas pelukan mereka. Dia menatap tegas. 

"Apa aku nanya hal itu cuma karena tau kamu keluar dengan Aleea kemarin?"

Dia tetap menjaga intonasi bicaranya. Yoongi memang kecewa. Namun marah adalah tindakan paling tidak adil jika ia lakukan itu pada Namjoon. 

"Kamu dan cerita kamu dengan Aleea di masa lalu, bukannya seharusnya aku tau soal itu bahkan sebelum kita nikah, bener 'kan?"

Matanya menuntut jawaban. Tubuhnya begitu dekat dengan Namjoon tiba-tiba terasa jauh dalam waktu yang bersamaan.

"Aku butuh waktu untuk cerita."

Yoongi berpaling, menarik napasnya dalam. 

"Sejauh apapun kita berjalan, kenapa kita selalu kembali pada masa lalu yang nyatanya selalu kita buang? Aku tau, sama seperti aku, kamu udah berusaha untuk ngelupain semuanya."

Namjoon menatapnya bingung.

"Aku mau jujur. Balik kenapa aku buat kontrak itu, semua karena aku takut untuk cerita ke kamu tentang masa lalu aku. Aku takut bergantung dengan kamu. Aku belum siap untuk ditinggal lagi. Luka ku belum sembuh, Joon, dan aku malu untuk nunjukkin itu ke kamu."

Air mata yang dia simpan, kini mengalir pelan. Ia belum mau bercerita, namun dia sendiri memaksa. Kalau dia mesti berjalan dengan Namjoon setelah ini, sumpah demi apapun, Yoongi tak ingin kembali berputar-putar pada masa lalunya. 

Bertengkar, bertukar kata cinta, lalu ragu dan kemudian bertengkar lagi hingga tak tau jika sudah saling menyakiti. Yoongi tak bisa membayangkan hal itu terus terjadi. Dia ingin berhenti karena ia sadar, Namjoon, suaminya, orang baik yang tak pantas untuk disakiti terutama oleh dirinya sendiri.

"Setiap hari aku coba untuk membuka hatiku, untuk coba percaya, tapi aku tau bukan kamu yang salah. Setiap kali aku minta kamu mengerti, di saat aku bahkan gak bisa mengerti diriku sendiri. Aku. Aku yang salah. Aku yang belum menerima diriku sendiri dan masa lalu itu. Dan gimana caranya meminta kamu untuk menerimaku?" tanya Yoongi sambil menangis. Untuk pertama kalinya, bagai orang yang paling lemah, dia menumpahkan semua keluh kesahnya selama ini. Dia menangis sambil terisak.

Semua pemandangan itu lantas membuat tubuh Namjoon menjadi lebih dekat, menghampirinya, dan kembali memeluknya dengan erat. Mendekapnya penuh hangat.

"Kita mulai dari awal?" Dia berbisik, tertahan tangisnya sendiri. "Kita bisa mulai semuanya, Ok?"

"Joon," panggil Yoongi. Pelukannya kembali ia lepas agar bisa menatap wajah Namjoon lebih leluasa. Siapa pun tahu matanya pancarkan sinar penuh kesedihan. "Aku minta maaf... Aku tau ini salah, tapi tiap hari aku gak bisa berhenti memikirkan bagaimana aku ragu dengan pernikahan kita."

"Aku gak ngerti." Kepalanya bergerak kiri dan kanan. Namjoon sebenarnya menolak mengerti. Dia memalingkan wajahnya, tak mau tahu tentang arti mata Yoongi. Tak mau tahu bahwa Yoongi sedang merasakan sakit karena pernikahan mereka.

"Kasih aku waktu."

"Kasih waktu, gimana? Kamu mau kita pisah?"

Kalimat itu jelas melumpuhkan semua syaraf Yoongi. Ia tertegun cukup lama. Ia selalu membayangkan bagaimana jika ia ditinggalkan tapi ia tak pernah menaksir rasa sakit yang akan ia terima ketika Namjoon menawarkannya perpisahan.

"Apa kamu yakin kamu baik-baik aja kalo kita pisah?" tanya Namjoon sebelum akhirnya menggelengkan kepalanya cepat, menyesal telah berkata begitu. Itu bukan apa yang dia mau. Itu bukan apa yang dia pikirkan. Menelan seluruh amarah dan bingungnya, ia kembali menatap kedua netra kekasihnya dalam.

"No. I'm not going anywhere, Gi. Kamu butuh waktu, aku bakal kasih. Kamu minta aku nunggu, aku bakal nunggu. I'll wait you for coming back, bring me the true you. I'll be your home." Ini kali pertama bagi Yoongi melihat Namjoon menangis di hadapannya. 

Mereka menangis dihadapan satu sama lain.  

"Hei. Aku 'kan aku udah janji?" tutur Namjoon, mencoba untuk mengingatkan. Tanganya menangkup wajah kecil Yoongi dan mengusap pipinya pelan-pelan. 

"And you think I deserve it?"

"Of course! You are matter for me!" Namjoon memperjelas kalimatnya dengan setiap penekanan. Sekali lagi ia tersenyum seperti tak ada yang membebaninya, membuat air mata Yoongi semakin bergulir laju yang kemudian kembali diusap Namjoon cepat. 

Walau tak mengerti kenapa, Yoongi tahu dalam waktu begini pun Namjoon masih mampu menyingkirkan egonya. Ia masih berusaha meyakinkan Yoongi bahwa dia mampu. Bahwa dia masih menerima dirinya.

"You know the reason, Gi. Menunggu kamu supaya siap untuk diri kamu sendiri gak sebanding dengan mimpi aku yang ingin menghabiskan seluruh waktuku sama kamu. Aku gak akan nyerah.

"Aku gak bisa merubah kamu, but I will accompany you through the changes, OK?"

Yoongi berhambur masuk dalam pelukan Namjoon dan berulang kali merapalkan, "Terima kasih."

"I love you, Gi." Namjoon mengecup puncak kepala Yoongi. "So much."

Yoongi menangis sesenggukan meski begitu dia tetap berusaha untuk katakan, "Aku juga. Aku juga cinta kamu, Joon." 

Kembali saling bertukar kata cinta, namun kali ini Yoongi yakin, ia tak perlu lagi khawatir. Ia tahu mereka telah berakhir pada tempat yang seharusnya untuk sama-sama memulai kembali. Berjalan beriringan, membagi tawa, dan saling menepuk pundak kala lelah. 

Malam itu mereka tertidur saling memeluk hingga tak terasa pagi datang. Matahari seperti tak sabar melihat mereka berbaikan. Lalu sadar Namjoon langsung disambut satu pesan dari adiknya, Jungkook.

"Couldn't believe you let Kak Yoongi go. I hate you so much."

Dan benar, di sampingnya, sudah tidak ada sosok Yoongi yang kemarin memeluk dia.

l a n d e d // namgiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang