Kondisi kantin saat ini begitu ramai, terbukti dengan adanya banyak siswa yang berdesak-desakan mencari tempat duduk dan belum lagi yang baru berdatangan. Kantin benar-benar penuh oleh siswa siswi karena memang bel istrahat yang baru saja berbunyi.
Arina, gadis itu kini tengah duduk di sebuah kursi kantin dengan kedua sahabatnya yang tengah siap mengintrogasi dirinya. Arina diam, masih belum mau berbicara.
"Rin, gue penasaran nih, diam-diam Bae Lo," ucap Nanda
"Iya elah sama." tambah Reva
Arina menghembuskan nafas pasrah, dia kemudian menceritakan perihal kejadian yang ditanyakan oleh kedua sahabatnya yang menjengkelkan ini. Dia menceritakan semuanya tanpa terlewatkan sedikit pun.
Pandangan Reva dan Nanda berpusat pada Arina yang sedang menjelaskan. Bahkan mereka tidak membuang pandangannya barang sedikitpun saking fokusnya.
Reva dengan tangan yang setia berpangku pada wajahnya menganggukkan kepalanya mengerti. Begitu pula dengan Nanda di sebelahnya, yang bahkan setiap detail yang Arina ceritakan, ekspresi yang diperlihatkan berbeda-beda.
"Jadi yang kemarin bundanya Zaigam?" Tanya Reva sambil mengingat wajah bunda Anna yang dilihatnya kemarin.
Arina yang mendengar hal itu kemudian menganggukkan kepalanya. "Namanya Anna, tapi gue disuruh panggil bunda." tambah Arina yang membuat kedua sahabatnya melongo tak percaya.
"Buset dah, udah main panggil bunda aja." ucap Reva
"Btw, gercep juga yah sih Zaigam," ucap Nanda
"Maksud Lo?"tanya Reva bingung. Arina sendiri diam, menunggu saja apa yang di ucapkan kedua sahabatnya ini.
"Apa Zaigam suka sama Lo Rin?"tanya Nanda sambil memicingkan matanya.
"Nggak lah!" bantah Arina dengan cepat. Tak terlintas barang sedikitpun di otaknya akan hal ini. Lagian juga itu tidak mungkin dan tidak akan pernah terjadi.
"Kali aja kan, nggak ada yang tau." ucap Nanda. Arina sedikit tidak nyaman akan pembahasan ini. Reva yang mengerti kemudian mengkode Nanda, dan untungnya langsung di mengerti.
Reva dan Nanda kemudian merubah topik pembicaraan mereka. Dan beberapa kali tertawa ketika ada hal yang lucu.
Di sudut kantin terdapat sebuah meja yang menjadi pusat perhatian beberapa siswa, tepatnya sebuah meja yang terdapat sahabat-sahabat Raffa. Mereka sedang asik mengobrol, terlebih Nathan yang tengah menjahili kawannya yang lain.
Rusuh, itulah suasana meja kantin mereka sekarang. Tapi ada satu sosok yang menarik perhatian selain mereka. Sosok yang membuat orang-orang merasa heran.
Sejak kapan sosok itu berada di antara sahabat-sahabatnya Raffa? Yah, Zaigam. Lelaki itu tampak tak terganggu sedikitpun dengan keberadaan sahabat sahabatnya Raffa. Dirinya seolah mulai merasa terbiasa, tidak seperti sebelumnya yang menjauh ketika dirinya mendapati sakti dkk yang mendekatinya.
"Gam, Lo kagak makan nih? Buat gue yah," tanpa menunggu jawaban sang empunya, Nathan menarik mangkok bakso yang berada di depan Zaigam.
"Woi, perut Lo silikon apa gimana, punya orang Lo main embat." ucap Daven.
"Bachot, Zaigam yang punya aja kagak marah, kenapa Lo? Mau juga?" Nathan lalu memasukan satu bakso kedalam mulutnya.
"Ya jelas dodol." ucap Daven merebut mangkok bakso yang tengah di santap oleh Nathan.
Seperti sebelumnya, tiada hari tanpa kerusuhan mereka.
"Gam, Lo kenapa diam? risih sama kita?" Sakti bertanya kepada Zaigam yang sejak tadi diam.
"Nggak." akhirnya Zaigam mengangkat suara setelah terdiam. Meskipun nampak sudah sedikit berbaur, rupanya sifat datar Zaigam masih melekat erat.
Mendengar jawaban yang di ucap oleh Zaigam, sakti kemudian mengangguk. Mereka perlahan mempelajari sifat yang dimiliki oleh Zaigam.
Mereka sangat bahagia sekali mulai dekat seperti ini dengan Zaigam, seakan mereka kembali bersama sahabat mereka Raffa. Sakti melirik Doni yang sedari tadi memperhatikan dirinya dan Zaigam. Nampak seutas senyum di wajah Doni melihat interaksi mereka saat ini.
Uhukk uhukkk
Nathan yang tengah mengunyah bakso terbatuk. Pandanganya mengarah pada gadis yang tengah berjalan ke arah mereka.
Dirinya kemudian menyikut lengan Zaigam yang kebetulan duduk di sampingnya.
"Gam, noh Mak Lampir datang." ucapnya.
Zaigam mengerutkan keningnya, dia kemudian beralih pandang mengikuti arah pandang Nathan. Bukan hanya Zaigam dan Nathan, Sakti, Doni, dan Daven juga ikut memandang hal yang sama.
Sheryl, gadis itu salting setelah dipandang sedemikian rupa oleh mereka, terlebih menyadari Zaigam juga ikut memandangnya. Apakah Zaigam sudah jatuh pada pesonanya? Dia tersenyum malu-malu dengan tangan yang menyelipkan rambutnya ke telinga.
Daven pura-pura muntah melihat hal itu, membuat teman-temannya kembali rusuh dan tertawa. Zaigam juga ikut sedikit tersenyum melihat aksi mereka.
Siswa-siswi kemudian melirik ke arah mereka, lalu terpana dengan ketampanan Zaigam, yah meskipun yang lainnya juga memiliki wajah yang tidak di ragukan, ternyata sedikit senyum itu membuat perubahan pada tekstur wajah yang sebelumnya selalu datar itu.
Not bad-- ucap Zaigam dalam hati melihat Sakti dkk yang tengah tertawa itu, mungkin dia juga harus mulai beradaptasi dengan mereka.
Zaigam kemudian mengedarkan pandangannya sekilas, melihat suasana kantin saat ini. Rupanya meja kantin yang di isi oleh Arina, Reva dan Nanda juga ikut teralih pandangannya ke arah mereka.
Sheryl yang dari kejauhan melihat mereka tertawa tampak kesal, namun tak mengalihkan niatnya untuk datang mendekati Zaigam.
"Kok udara tiba-tiba aneh yah kalo di hirup, kayak ada tamu tak di undang nggak sih?" celetuk Daven seolah meminta persetujuan kepada teman temannya.
Suaranya sangat besar, sehingga menarik perhatian siswa-siswi yang berada di kantin.
"Terhalang bau MAK LAMPIR kayaknya." tambah Nathan.
Kembali tawa mereka pecah.
"Lah iyah, orangnya muncul nih." ucap Doni.
Sheryl yang baru sampai merasa dipermalukan. Tapi bukankah hal seperti ini sudah sering dia alami? dulu semasa ada Raffa bahkan dia sering mengalaminya.
Seperti orang gatal, Sheryl memeluk lengan Zaigam. Namun sayang dirinya serasa kembali dipermalukan dengan perlakuan Zaigam. Bagaimana tidak? Tangannya di tepis begitu keras.
Nggak tau malu tuh Sheryl
Dulu Raffa sekarang Zaigam
Emang dasarnya gatal
Dirinya kemudian mendengar suara beberapa orang yang berkomentar tentangnya.
"Apa Lo semua?" Teriaknya ke arah siswa-siswi yang berbisik itu. Sontak mereka yang tadinya berkomentar terdiam.
Bisa di bilang Sheryl ini juga tipikal orang yang berkuasa di sekolah. Sehingga membuatnya dapat berlaku semena-mena. Ayahnya merupakan salah satu donatur sekolah.
"KENAPA DIAM, PADA TAKUT LO SEMUA?" Tanyanya dengan wajah marah.
"Yok jelas lah, muka Lo kayak Mak Lampir, makanya mereka takut." sahut Nathan dengan santai sambil meminum jus jeruk yang tersisa.
Kali ini seisi kantin benar-benar pecah tawanya. Bahkan Nanda serta Reva juga ikut tertawa, meskipun di samping mereka Arina hanya terdiam.
"Jangan gitu woi, bisa-bisa kita semua di keluarin dari sekolah, anak papa gitu loh!" ucap Daven, bukanya membuat takut malah tawa yang terdengar.
Sheryl mengepalkan kedua tangannya, perempuan itu menatap dengan pandangan marah. Egonya terusik mendengar kata-kata Daven. Tapi itu memang kenyataan. Dirinya selalu berlindung di balik kekuasaan papanya.
Sheryl dengan sebal lalu pergi dari kantin, tidak di pedulikannya sorakan yang mengiringi langkah kakinya seiring dia keluar dari kantin.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARINA
Teen FictionZaigam, laki-laki berparas tampan dengan raut datar yang selalu menghiasi wajahnya. Siswa pindahan yang kedatangannya membuat seluruh siswa heboh, bahkan sehari sebelum kepindahannya. Terlepas dari wajah tampannya yang menarik perhatian, rupanya ada...