5. Identitas Penulis O

209 40 3
                                    



Fiollet masuk ke dalam pintu rumahnya. Wajahnya lesu, tubuhnya pun sama. Tidak seperti Fiollet biasanya yang datang penuh dengan energi meskipun sudah larut ia pulang ke rumah.

Wanita itu melepaskan sepatu kerjanya di luar. Tangannya memijit kening yang agak berdenyut, sejak pertemuannya dengan Willy sore ini.

"Aku pulang," jawabnya sembari berjalan masuk. Kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri. Mencari seseorang yang selalu menunggunya pulang.

"Bu," panggilnya sambil berjalan ke arah dapur.

"Hm? Eeh udah pulang? Kok ibu nggak denger?" Wanita yang sedang memasukan sayuran ke dalam panci mendidih itu tersenyum menyambut Fiollet yang datang langsung memeluknya.

Fiollet berubah menjadi gadis manja dan hangat, dia mendekap Ibunya yang ukuran tubuhnya lebih pendek.

Seolah ingin mengeluh, bahwa dunianya hari ini sedang tidak baik-baik saja.

"Ada apa? Gimana sama hari ini? Kamu capek?" Wanita itu mengusap rambut putrinya dengan lembut.

Fiollet memejamkan matanya di atas bahu sang Ibu. Ia berdehem untuk memberikan jawaban singkat. Wanita yang tinggal bersamanya selama dua puluh lima tahun ini, adalah seseorang yang paling dia cintai di dunia ini. Orang yang selalu memperjuangkan kehidupannya, dan membuat Fiollet ingin membalas setiap kerja keras yang di lakukan Ibunya selama ini.

"Mandi sana, Ibu udah masakin Sop. Nanti selesai mandi langsung makan," lanjut wanita yang bernama Miranti itu.

Fiollet melepaskan pelukan mereka. Ia mengangguk lesu namun tetap dengan senyum kecil.

Gadis itu menghadapkan keningnya di depan wajah Miranti. Seolah tau, wanita tua itu tersenyum lalu mengecup singkat kening putrinya.

Fiollet tersenyum lebar, meskipun dengan mata sayu gadis itu enggan untuk berpaling dari ibunya. Tapi ia tetap harus mandi untuk membersihkan diri.

"Jadi? Gimana pekerjaan kamu? Apa ada sesuatu yang terjadi?" Obrolan ringan saat makan malam. Miranti membuka suara, saat Fiollet asik menyuapkan nasi ke dalam mulutnya.

Dengan enggan, wanita itu meletakkan sendoknya lagi. Ia memperlambat kunyahan di dalam mulutnya, mengingat bagaimana hari yang ia lalui hari ini penuh dengan tekanan.

Matanya panas, hidungnya pun perih. Fiollet menahan air mata yang seharusnya keluar sejak ia berhadapan dengan Willy. Rasanya benar-benar, tidak bisa di mengerti.

"Kenapa?" Tanya Miranti pelan sambil mengusap lengan Fiollet.

Fiollet menggelengkan kepalanya. Air mata sudah jatuh, gadis itu berusaha mengalihkan kesedihannya kepada makanan di hadapannya.

Fiollet terus memasukan satu demi satu suapan nasi ke dalam mulutnya hingga penuh. Berharap air mata bisa terbendung dengan ia memenuhi mulutnya sendiri.

Miranti menggeser tubuhnya, untuk duduk di sebelah Fiollet. Ia memeluk putrinya dari samping. Meletakkan kepalanya di bahu Fiollet yang bergetar.

"Tenang sayang.. tenang. Semua bakal baik-baik aja."

~~~~~*~~~~~

"JADI DEMI APA??? LO?!"

Fiollet manutup telinganya sendiri dengan kesal. Ia salah, karena berpikir menceritakan kejadian kemarin kepada Sarah.

Sarah yang sedang mengikat tangkai bunga mawar pun langsung meletakkan tangkai itu. Kedua tangannya ia pakai untuk mengguncangkan bahu Fiollet di hadapannya.

"Penulis O itu? Willy?"

Fiollet mengangguk.

Sarah melepaskan kedua tangannya. Kemudian beralih memegang keningnya sendiri. Wanita itu berjalan mengitari toko bunga miliknya dengan wajah yang tercengang seperti katak.

"Gue masih nggak percaya? Willy adalah penulis O. Penulis O adalah Willy. Sumpah si, Fi? Penulis yang selama ini bukunya selalu lo baca? Karena semuanya mirip sama lo, setelah lo putus sama Willy?"

Fiollet kembali menganggukan kepalanya.

"Astagaa, Willy keren bangett!! Bisa se-sukses itu sekarang! Bayangin? Willy? Nggak punya tujuan hidup, tapi dia berhasil jadi penulis dengan bayaran mahal?"

Fiollet lagi-lagi hanya mengangguk. Ia berjalan untuk mendekat ke arah Sarah yang dari tadi masih mondar-mandir. Seperti orang yang kesetanan.

Fiollet meremas kedua bahu Sarah, menyadarkan sahabatnya itu untuk kembali tenang.

"Hey, tenang. Itu bukan point pentingnya."

"Hah? Apa?" Tanyanya linglung.

"Gue harus kerja sama, sama penulis O. Dan gue yang harus handle promosi buku dia kedepannya nanti."

Sarah kembali membulatkan matanya, seolah mata itu akan keluar dari tempat.

"Heehh DEMI APASIH?? Demii apaa lo ketemu sama mantan yang selama ini berusaha lo lupain?"

Fiollet langsung membungkam mulut Sarah sekuat yang ia bisa sebelum Toa itu semakin keras. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri saat semua pengunjung Toko Bunga itu menoleh ke arah mereka.

Sarah yang tidak lagi peduli dengan pelanggannya, melepaskan paksa tangan Fiollet dari atas mulutnya.

"Haaahh terus gimana dong? Gimana? Kelanjutannya gimana? Apa yang bakal lo lakuin? Secara kedepannya nanti kalian bakal sering ketemu buat bahas promosi ini?"

Fiollet menarik nafas berat. Ia mengusap keningnya sambil berbalik meninggalkan Sarah yang masih mematung.

"Itu dia. Gue nggak tau. Seperti yang lo liat? Malam setelah reuni, gue di guyur air satu ember sama dia?"

Sarah menganggukan kepalanya beberapa kali. Pasalnya, malam setelah acara itu Fiollet meninggalkan Sarah yang mabuk di sana sendirian. Memang sahabat yang kurang ajar. Tapi, Fiollet sudah menjelaskan kepada Sarah. Malam itu dia hanya berniat untuk mencari udara segar. Tapi malah terguyur air dari mantan, dan karena kedinginan Fiollet tidak mungkin untuk kembali masuk ke dalam, ia akhirnya memutuskan untuk pulang. Tapi tidak semudah itu, masih banyak drama dari mobil bututnya yang susah untuk di buka.

"Dia nepatin janjinya, kan? Kalo sampe kita ketemu lagi, dia bakal guyur gue pake satu ember air. Gue nggak tau, Willy masih sedendam itu sama gue.." gumamnya di akhir kalimat.

Sarah mendekat ke arah Willy, dengan setelan kerjanya. Wanita itu memang menyempatkan mampir pagi-pagi sekali sebelum berangkat kerja.

"Apa yang lo lakuin hari ini?" Tanya Sarah dengan tatapan penuh selidik.

"Entah, gue harus gantiin tugas internal humas buat rekrut penulis O ini. Setelah itu, mungkin gue bisa balik ke tugas semula gue. Buat rencanain promosi buku dia."

"Lo ngerasa ini takdir nggak, sih Fi? Secara garis besar, lo yang nggak pernah over work buat bantuin Divisi lain di perusahaan lo, malah tiba-tiba harus merekrut penulis tanpa identitas asli. Dan itu Willy?"

Fiollet mengelak sambil berjalan menuju pintu keluar.

"Dan, pas acara reuni yang biasanya kalian nggak pernah dateng, kalian dateng barengan?"

"Udah ya, Rah gue mau berangkat kerja dulu."

Sarah buru-buru menahan lengan Fiollet yang berada di ambang pintu keluar.

"Dan, karena kisah cinta lo sama Willy kemarin belum selesai. Makanya lo ketemu dia lagi setelah tiga tahun, buat nyelesein 'waktu itu' ?"

"Bye, Rah. Gue udah telat," Fiollet melepaskan tangan Sarah perlahan. Agar ia bisa segera kabur dari sana. Wanita itu berjalan cepat meninggalkan Sarah yang masih berpikir di depan Toko Bunganya sendiri.



~~~~~*~~~~~

Ada yang masih bingung gasii sama model partnya? Hehehe jangan bingung ya guiz. Btw Selamat membaca❤️‍🔥

WIFI (Willy dan Fiolet) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang