2. Kenapa Harus Kita?

410 89 10
                                    

Holla bestieee!!! Cieee udah baca Wi-Fii sampe part ini!! Tengkyuuu lochhh wkwkw

Btw dukung teruss cerita iniii! Vote komennya jangan lupaa!

Absen dulss yukkk kaliaann dari kotaa mana nihhh???

Paswordd nyaaa??
JANGAN LUPA HIDUPKAN WIFII KALIAN DI WATTPAD!



Paswordd nyaaa??JANGAN LUPA HIDUPKAN WIFII KALIAN DI WATTPAD!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Reuni SMA Menara, Desember 2021

"Sok ramah sama orang lain. Sama gue? Nyapa aja enggak?" Batin Fiollet kembali bersuara.

Tepukan halus di bahunya menyadarkan Fiollet. Dan seketika dunianya kembali berputar. Wanita itu menoleh ke arah Sarah yang datang sambil menggerutu.

"Lo ngapain sih lama amat di Toilet. Jangan-jangan lo boker ya?"

Fiollet menggelengkan kepalanya. Dia berjalan mendahului Sarah yang berdecih di belakang sana.

Willy duduk, di meja yang sama dengan Fiollet. Tapi jarak mereka cukup jauh karena sama-sama duduk bangku paling ujung. Dan sialnya, mata Fiollet harus melihat mantan kekasihnya di ujung sana duduk berdekatan dengan seorang wanita bernama Martha.

Suasana yang tadinya asik berubah canggung. Lantaran Fiollet terlihat paling tidak nyaman berada di sini. Semua orang melirik ke arahnya, kesunyian sesaat itu menyadarkan Fiollet. Wanita itu mengangkat kepala, tersenyum canggung sambil menggelengkan kepala.

"Kenapa diem?"

"Lo sakit, Fi?" Tanya salah satu untuk mewakili mereka. Padahal sebenarnya sudah tau apa yang membuat Fiollet tidak nyaman.

Wanita itu menggelengkan kepalanya. Yang di hadiahi tawa lega orang-orang di sana.

"Nah oke karena hari ini, Fiollet dan Willy tumben dateng, kita harus rayain. Gimana kalo minum sampe pingsan?? Nggak boleh ada yang pulang sebelum mabok ya?! Okee??"

Fiollet ingin menyanggah ucapan itu. Namun Sarah menghentikannya.

"Isssh sesekali lah minum."

"Lo kan tau gue nggak kuat minum." Bisik Fiollet kepada Sarah.

"Amann, kan ada gue."

Dan mereka pun larut dalam sebuah permainan konyol yang di ciptakan oleh mantan ketua kelas.

Tetap saja, kecuali Fiollet yang sangat terlihat tidak menikmati acara. Beberapa kali juga dia melirik ke arah Willy yang terus minum karena tidak bisa menolak pemberian teman lamanya.

"Cih dia tetep nggak tau caranya nolak. Sok jagoan minum padahal nggak kuat." Batin Fiollet sambil meneguk habis segelas whisky ke dalam mulutnya.

Tiga puluh menit berlalu. Fiollet memutar bola matanya malas, melihat Sarah yang sudah tergeletak lemas dengan kepala yang bertumpu pada meja.

Wanita itu juga setengah sadar. Alkohol sudah membuat kepalanya pusing. Kesadarannya sudah berkurang. Dan sebagian dari mereka masih terlihat sadar sambil terus minum.

Fiollet berdiri sambil membawa tasnya. Ia ingin keluar untuk mencari udara segar. Dadanya masih sesak, bahkan kali ini tidak sanggup lagi untuk menahannya.

Jalannya yang sempoyongan terpaksa ia juga harus menyeret kakinya yang berat untuk keluar. Tidak peduli apa yang terjadi di dalam. Keringat benar-benar sudah keluar dari pori-pori tubuhnya.

"Haaah, persetan sama acara reuni! Seharusnya gue nggak dateng!" Gumamnya sendiri, sambil berjalan mencari tempat yang agak sepi.

Fiollet duduk di sebuah bangku dekat bestment tempat ia parkir. Perutnya yang mual, kepala pusing, tidak memungkinkan untuk menyetir.

Matanya menangkap bayangan sepatu hitam yang semakin dekat ke arahnya. Fiollet mendongak, matanya yang kabur samar-samar melihat wajah tidak asing itu.

Halusinasi, yang membuat pikirannya kembali pada Willy. Ia berusaha meyakinkan dirinya berulang kali. Tidak, dan bukan, atau tidak mungkin Willy akan datang.

Byuuurrr

Tubuhnya basah dengan siraman air satu ember yang sengaja Willy guyurkan di atas tubuhnya.

Dan perlahan kesadaran Fiollet pun mulai kembali. Ia masih membulatkan matanya, jantungnya berdebar, tapi kali ini bukan jatuh cinta, melainkan kedinginan.

Dengan wajah datar, Willy melemparkan ember bekasnya tadi ke bawah. Ia menatap Fiollet tanpa suara. Membuat Fiollet menggertakkan rahangnya marah.

"Loo?!! Ada masalah hidup apa sih?" Teriak Fiollet sambil berdiri.

Willy mundur beberapa langkah. Masih dengan wajahnya yang datar.

Fiollet melihat tubuhnya yang basa kuyup. Bahkan, setelan kerjanya sudah tidak berbentuk. Semuanya kacau, terlebih ingatannya langsung kembali pada make up yang hari ini sengaja Fiollet tidak menggunakan make up waterproof. Air yang menetes di wajahnya seketika menjadi hitam. Maskara dan Eye liner yang ia bentuk secantik mungkin membuatnya terlihat seperti hantu kuntilanak. Di hadapan Willy? Untuk pertama kali? Setelah 3 tahun?

"Oh shit!! Ini bener-bener keterlaluan! Memalukaann!!" Batinnya malu. Fiollet perlahan menundukan kepalanya. Ia tidak bisa berkata-kata dengan penampilan kacau seperti ini. Seketika, kepercayaan diri seorang Fiollet sirna seketika.

Willy yang tidak mengatakan apapun membuat Fiollet akhirnya kembali mengangkat kepala.

Wajah yang sudah lama tidak ia lihat. Ternyata kembali dengan tatapan itu. Fiollet tau apa yang Willy lakukan malam ini. Pertemuan pertama mereka, setelah tiga tahun. Willy menepati janjinya.

Fiollet pun mundur. Wanita itu membalikkan tubuhnya yang menggigil kedinginan. Jam 12 Malam, dengan tubuh basah dan penampilan kacau, Fiollet pulang mengendarai mobil tuanya.

Kenangan yang tidak akan pernah ia lupakan. Seumur hidupnya.

Kakinya yang berat ia paksa untuk tetap berjalan menuju parkiran. Fiollet memeluk tubuhnya sendiri. Namun tiba-tiba, dari arah belakang, Willy melepaskan mantelnya. Pria itu mengenakan mantel ke arah Fiollet tanpa sepatah katapun. Membuat Fiollet kaget dan menoleh ke arah Willy.

Dan setelah itupun, Willy berbalik dan berlalu untuk pergi. Tidak mengatakan apapun. Seolah semua yang ia lakukan sudah menjelaskan segalanya.

Fiollet menarik napasnya sendiri. Aroma wangi yang Willy pakai masih sama seperti dulu. Menepiskan rasa gengsi, Fiollet mengeratkan mantel yang memang terasa hangat di atas tubuhnya.

"Gue kira semuanya nggak akan kayak gini. Tapi, bagaimanapun gue pengen menghindar. Semuanya tetep berjalan dengan sendirinya."

Fiollet ingin masuk ke dalam mobilnya. Berusaha keras membuka pintu mobil yang entah mengapa masih saja terkunci, padahal dia sudah membuka kuncinya.

Berulang kali, Fiollet mencoba. Entah apa yang membuat hari ini terasa begitu melelahkan. Dan juga sulit untuk di lakukan.

"Ayo dong! Plisss." Ucapnya sambil terus membuka. Tapi tidak bisa.

Wanita itu berjongkok di sebelah pintu mobil. Ia menenggelamkan wajahnya pada dua sisi lengan yang terlipat.

Menahan tangis dan amarah sangat sulit di lakukan. Fiollet tidak tahan lagi, ingin rasanya berteriak. Hari yang melelahkan, semuanya kacau, dan terasa berat untuk di lakukan.

~~~~~*~~~~~

WIFI (Willy dan Fiolet) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang