PART 32

71 6 0
                                    

"Kalian kenapa diam saja, cepat bantu aku, apa kalian buta?!" Aku tidak tahu jalan pikiran prajuritku, mengapa mereka hanya memperhatikan kami

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kalian kenapa diam saja, cepat bantu aku, apa kalian buta?!" Aku tidak tahu jalan pikiran prajuritku, mengapa mereka hanya memperhatikan kami. Tanpa mau menolong, bodoh.

"Ba--baik pangeran ...." Hanzel menghampiriku. Lalu ia berniat untuk menggendong Ibuku, lancang sekali dia.

"Kau?! Biar aku yang membawa Ibuku, urus kudaku, jaga baik-baik."

Aku tak menggubris siapa pun di sini, aku pergi membawa Ibuku. Tak peduli dengan teriakan gadis itu yang terus memanggil namaku. Bukankah dia yang berkata jika Ibuku jauh lebih penting daripada dia.

"Biar aku yang membantumu pangeran." Anna, permaisuri kerajaan bintang itu menghampiriku. Aku rasa dia berusaha untuk memancing perhatianku, tidak semudah itu.

"Tidak perlu, sebaiknya kau pulang saja."

"Aku punya kereta kencana, kau bisa membaringkan Ibumu di sana." Baiklah, kali ini dia berhasil mencuri perhatianku. Tapi, untuk kali ini saja dan tidak untuk lain kali, atau bahkan selamanya.

Dari ujung aku melihat dua ekor kuda yang menarik kereta kencana itu. Desaign yang sangat bagus, kereta itu bercahaya putih, dan kedua kuda itu juga berwarna putih bersinar yang melambangkan kesucian.

"Kau mau ke mana?" tanyanya saat aku berniat untuk meninggalkan dia. Mana mungkin aku duduk bersama dia, kecuali kalau dia mau keluar dan aku yang menemani Ibuku.

"Apa pedulimu, aku titip Ibuku. Jaga dia baik-baik, jika terjadi apa-apa, maka aku tidak perlu mencari alasan mengapa dan siapa penyebab Ibuku terluka."

Aku memilih untuk meninggalkan dia, aku yakin dia pasti mau menjaga Ibuku. Aku mengikuti mereka dari belakang, dengan menunggangi kudaku sendiri, sedangkan para prajurit ku berada di samping kanan dan kiri kereta. Sisanya berada di belakang ku. Hanzel, dia yang memimpin kami untuk kali ini.

Jika kalian pikir masalah ini akan berakhir saat ini juga, kalian salah. Justru semua akan berakhir buruk, Ayahku dia jelas tidak akan tinggal diam. Jika tahu keadaan Ibuku yang seperti sekarang, Dewa aku harap dia mau menjaga Ibuku dan segera menyadarkan Ibuku.

"Pangeran!" Permaisuri itu lagi-lagi mengacau aku, jika saja bukan dia yang menolong Ibuku. Mungkin aku sudah melempar dia.

"Ada apa?" tanyaku, aku berada di sampingnya setelah prajurit ku memberikan aku jalan. Agar aku bisa mendekat ke arahnya.

"Lihat, Ibumu sudah sadar." Dia tersenyum seraya membantu Ibuku untuk duduk. Aku rasa wanita ini benar-benar baik. Tidak, tidak, aku tidak boleh percaya begitu saja.

"Ibu, kau tidak apa-apa?" tanyaku, Ibuku hanya tersenyum simpul. Seperti itulah Ibuku, hanya dia wanita yang paling cantik dan baik menurutku.

Aku memang tidak percaya apa itu cinta. Tapi, dengan Ibuku aku berbeda, dia adalah sosok yang paling mencintai dan menyayangiku. Begitu pun dengan aku.

"Syukurlah, biarkan Ibuku istirahat. Jangan bertanya apa pun pada Ibuku." Aku sedikit menundukkan kepalaku, untuk melihat Ibu, aku benar-benar berharap jika dia tidak terluka.

"Kau tidak perlu berlebihan, Alan."
Kau lihat? Aku sudah berkata bukan, jika makhluk paling rumit itu adalah wanita. Mengapa? Kau mau tahu alasannya. Setiap aku bertanya ada apa dan kenapa dirinya, dia selalu menjawab.

"Ibu tidak apa-apa Alan," Kau mendengarnya bukan? Baiklah aku tidak akan memaksa Ibuku untuk mengatakan Bahwa dia sedang tidak baik-baik saja, aku laki-laki tugasku hanya berusaha untuk memahami dan mengerti? Bukankah seperti itu?

"Ya, tentu saja itu benar," Gadis itu--
Sial. Rupanya dia punya kelebihan, dia bisa membaca pikiranku juga apa yang dikatakan hatiku.

"Apa maksudmu?" Aku masih bingung dengan apa yang ia katakan.

"Kau benar pangeran, wanita itu memang rumit. Sebab dia diciptakan dari 10 perasaan dan satu logika, sedangkan pria? Ia diciptakan dengan 1 perasaan dan 10 logika." Teori apa lagi ini? Dewa, bisakah kau bantu aku untuk menjawab?

"Dan sebab itu pula, wanita lebih mengedepankan perasaannya daripada logikanya. Dan satu hal lagi---" Dia menjeda kalimatnya, kepalanya sedikit ia keluarkan. Lalu mendekatkan ke arahku.

"Sebab itu, wanita bisa tahu dan mudah merasakan sesuatu hal. Entah itu buruk atau itu baik," jelasnya.
Aku baru tahu jika wanita memang serumit ini. Ya, aku mengakui jika feeling seorang wanita itu benar-benar kuat, Ibuku contohnya. Baiklah, aku akan mencoba memahami seorang wanita.

"Kita sudah sampai ...." Hanzel yang turun dari kudanya. Dia berjalan ke arah di mana Ibuku istirahat.

"Pangeran, sebaiknya pangeran mengantarkan putri Anna kembali ke kerajaan. Para penyihir tidak akan tinggal diam, jika melihat putri keluar malam ....”

ALANSA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang