PART 36

61 5 0
                                    

"Mundur pangeran! Ambil kalung yang berada di dalam kaca itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mundur pangeran! Ambil kalung yang berada di dalam kaca itu."

Aku sudah katakan jika mereka tidak akan tinggal diam, siapa yang terima jika ketenangannya diusik? Memang siapa yang terima jika dunianya dihancurkan? Aku rasa tidak ada satu pun orang yang mau menerima itu.

Tunggu, apa penyihir itu termasuk orang? Bukan mereka adalah iblis.

"Jangan pedulikanku! Kalung itu lebih penting daripada nyawaku!" Hanzel, dia terus saja seperti itu. Padahal dia sudah hampir kalah dengan penyihir yang mencengkeram leher Hanzel.

"Lepaskan sekarang! Atau aku akan membunuhmu!" Alan baru ingat jika penyihir itu takut dengan cahaya tapi sayang, dugaan Alan salah besar, justru penyihir itu tampak seperti mengejek Alan.

"Cepat pangeran cepat! Tidak ada waktu lagi, sebelum rumah ini akan hancur!" Hanzel berusaha untuk melepaskan diri dari cekalan penyihir itu.

Sementara prajurit lainnya, tampak kewalahan melawan binatang-binatang kecil menyerupai kerdil itu, mereka membawa anak panah. Sudah bisa kau jabarkan jika kerdil-kerdil terkutuk itu adalah anak buah dari penyihir.

Alan lari ke sudut ruangan, ia melihat kalung yang terpajang di dalam sebuah kaca kecil menyerupai bola. Kalung itu bersinar ketika pangeran menyentuh bolanya, seperti ada ikatan batin antara kalung itu dengan Alan.

Alan menoleh ke arah Hanzel, beruntung Hanzel bisa lepas dari penyihir itu. Di belakang penyihir itu ada peti yang terdapat api. Api itu digunakan untuk memusnahkan mangsanya, bagaimana jika api itu melalap sosok yang bisa membuat api menyala? Mari kita coba.

"Hanzel, mundur!" Tentu saja Hanzel menuruti perintah Alan. Tidak seperti Alan yang susah untuk diatur.

Suasana di dalam ruangan semakin kacau, darah-darah berceceran akibat luka sabetan pedang itu menebas beberapa kerdil yang kini sudah mati. Tentu saja penyihir itu ketakutan bagaimana kalau dia bernasib sama seperti prajuritnya? Dia tidak mau mati konyol begitu saja, dia harus tetap hidup, dia masih punya keinginan untuk merawat wajahnya agar terlihat lebih muda dan terus akan seperti itu. Sampai akhirnya dia bisa menjadi sosok yang paling cantik, sosok yang bisa menguasai negeri kegelapan, juga menjadi sosok yang disegani oleh seluruh penduduk kerajaan langit.

"Apa yang kau lakukan?!" Penyihir itu berteriak ketika melihat Alan yang berusaha membuka peti tersebut.

"Hentikan! Jangan sekali kau sentuh barang itu jika kau masih ingin selamat Pangeran!" Kau pikir Alan peduli? Tidak, tidak semudah itu membuat Alan percaya begitu saja dengan siapa pun. Apalagi penyihir yang jelas itu adalah musuh Alan.

"Tidak pangeran tidak!" Lagi-lagi penyihir itu mundur, dia berusaha untuk menghindar dari peti. Padahal itu dia yang membuatnya sendiri? Lalu, kenapa dia harus takut? Aneh.

Penyihir itu terus berjalan mundur hingga kakinya menginjak rantai, dia melihat rantai itu dari ujung dan memperhatikan dari mana asal rantai tersebut. Sepertinya keberuntungan tidak berpihak pada penyihir itu, pasalnya rantai itu mengarah tepat di peti yang terdapat api menyala di dalamnya. Bisa kau pastikan siapa pun yang masuk ke dalamnya sudah pasti dia akan hangus terbakar.

"Setidaknya kau bisa merasakan apa yang dirasakan oleh gadis-gadis yang kau jadikan tumbal!" ucap pangeran, dia menarik rantai dengan kekuatan yang ia keluarkan dari tangannya.

Tidak, pangeran tidak mencelupkan penyihir itu ke dalam peti. Dia masih menggantung penyihir di atas api yang menyala-nyala, setidaknya agar penyihir itu bisa menikmati saat-saat terakhir dia meninggalkan istana tercintanya.

"Terkutuklah kau!" Penyihir itu terus berontak, dan meraung-raung. Wajahnya yang cantik, bersih itu mendadak berubah menjadi keriput.

Kalau seperti ini, dia tampak seperti nenek tua, dan mungkin dia memang nenek tua. Dia berusaha untuk menculik gadis cantik dari kerajaan, serta mengunjungi desa-desa yang di dalamnya terdapat banyak gadis kecil, lalu ia jadikan tumbal.

Tak heran jika di pojok ruangan dekat pintu, terdapat ratusan anak kecil yang terkurung di penjara.

Mereka tampak ketakutan, dan setiap ada salah satu prajurit itu jatuh dan menebaskan pedangnya, mereka mundur dan berteriak. Alan berjanji  ia akan menyelamatkan gadis-gadis kecil yang menggemaskan itu.

"Katakan selamat tinggal pada istanamu ini cantik." Dengan sekali tarikan tangan, tubuh penyihir itu masuk ke dalam peti. Dan peti itu menutup dengan sendirinya.

"Ketika kau memiliki niat untuk membunuh penyihir, bakar dia hidup-hidup dengan api yang ia ciptakannya sendiri." Pangeran berjalan ke sekumpulan gadis kecil itu.

Dia membuka jeruji besi itu, gagal. Percobaan pertama gagal, kali ini pangeran menggunakan kekuatannya. Sebelumnya dia memerintahkan supaya gadis itu mundur, bersamaan dengan itu pangeran mengarahkan tangannya ke gembok dan kunci itu, terbuka.

ALANSA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang