PART 51

53 5 0
                                    

"Sejak awal aku sudah menyadari jika dia memang tak kasat mata, saat semua yang ku anggap nyata namun hanya sebuah imajinasi semata

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sejak awal aku sudah menyadari jika dia memang tak kasat mata, saat semua yang ku anggap nyata namun hanya sebuah imajinasi semata. Aku tak tahu bagaimana aku harus kembali menata hati, tapi yang jelas sampai detik ini, aku masih menyimpan nama yang dari dulu harus aku hindari."
***

Sebuah kata bermakna cinta yang menjadikannya kita, lalu berjalan sesuai rencana namun berakhir hilang bagai angin yang berhembus menyapu daun. Pernah jatuh dan pernah rapuh, pernah bangkit namun harus kembali sakit.

Lelah mengatakan jika dia hampir segalanya, jika hanya sebatas ingin singgah untuk apa kau menempatkan hati tidak pada tempatnya? Mencintai itu tidak butuh alasan, berarti menolak juga tidak butuh alasan.

Untuk hal yang tidak pernah hilang dari ingatan, saat dirinya berlalu pergi tanpa pamit dan permisi. Cinta yang menjadikannya pasti, tapi juga menjadikannya mati. Rasa yang dianggap betul namun, berakhir hancur, semua yang dibangun kini sudah melebur.

"Selamat datang, Nona." Prajurit itu membungkukkan badannya, menyambut seorang gadis yang hendak masuk ke kerajaan. Di belakang gadis itu, terdapat seorang pria yang mengawalnya.

"Ada apa?" tanya pengawal pada gadis itu. Gadis itu seperti enggan untuk masuk.

"Kau tidak perlu takut, kau bisa istirahat dan tinggal di sini," ucapnya meyakinkan gadis itu.

"Ini di mana? Mengapa tempat ini sangat aneh." Gadis itu menatap setiap sudut ruangan, dia tampak kebingungan.

"Tentu saja aneh, kau baru pertama kali mengunjungi tempat ini. Wajar, jika tempat ini tampak begitu asing bagimu."

Sejak awal dia datang di tempat itu, dia tampak seperti orang gila. Penampilannya yang awut-awutan serta bajunya yang lusuh, sebenarnya gadis ini cantik. Hanya saja
penampilan itu, yang membuat gadis ini terlihat seperti orang gila.

"Nona, mari ikut denganku." Gadis itu terperanjat begitu saja, saat seseorang memanggilnya. Dia tampak ketakutan, sebenarnya dia di mana?

"Ka--kau siapa?" tanyanya, dia mundur berusaha untuk menghindar tapi tubuhnya sudah terkunci tembok yang berada di belakangnya.

Wanita itu tersenyum padanya. "Kau tidak perlu takut denganku, mari ikut denganku," ajaknya, dia menarik tangan gadis itu. Membawa dia, ke dalam sebuah kamar.

"Aku Piccioni, kau?" Piccioni mengelus pundak gadis itu lembut. Sesekali dia membelai rambut gadis itu, yang tampak acak-acakan.

"Ak---"

"Piccioni! Ini gawat!" Belum sempat gadis itu menjawab, seseorang membuka pintu kamar.

Aku tidak  tahu sebenarnya ada apa ini, gadis itu tampak bingung, segera mungkin Piccioni meninggalkan gadis itu dan berpamitan sebelum akhirnya Piccioni meninggalkannya sendirian.

Bila menatap matamu adalah hal yang membuatnya semakin kaku, mencari cinta saat kita tak dinginkan sama sekali olehnya, pernah digenggam walau akhirnya harus terlepaskan. Karena apapun yang bukan takdirmu dia akan pulang ke rumah yang sudah selayaknya di bangun untuk dirinya.

Dua pasangan itu berjalan menyusuri sebuah desa tua. Di sana tidak ada kehidupan sama sekali, hanya suara bising kelelawar yang bercicit terbang ke pohon satu ke pohon lainnya. Padahal hari ini cahaya begitu terik, akibat gerhana bulan merah yang belum usai, peperangan tentu saja tetap terjadi di perbatasan kota antara negeri kegelapan dan negeri bulan.

"Anna, apa perjalanan kita masih jauh?" tanya Alan yang sibuk mengawasi ke segala penjuru arah.

"Kau lihat rumah tua itu? Itu adalah tempat kalung bulan disembunyikan. Para penyihir itu memang sengaja meletakkannya terpisah, dulu sempat ada perang terbesar di antara penyihir satu dan lainnya, mereka saling berebut kekuasaan. Siapa yang paling layak mendapatkan kalung bulan itu, dan di sini kau bisa menyimpulkan jika mereka adalah penyihir terhebat. Sebab dia mampu mengambil kalung bulan itu," jelas Anna, dia terus berjalan hingga dia berada tepat di depan pintu rumah tua itu.

"Lalu, apa yang akan kita lakukan? Apa kau yakin kita akan berhasil?" Sepertinya Alan tampak ragu, belum mencoba saja dia sudah menyerah. Laki-laki macam apa dia.

"Kau sedang tidak meragukan aku bukan? Kau tahu Alan, aku bisa melakukan apapun yang aku mau. Dan kau, kau adalah seorang putra mahkota, tidak sepantasnya seorang putra mahkota menyerah sebelum bertindak. Aku tidak yakin jika kau benar seorang laki-laki," ledek Anna, apa maksudnya?

ALANSA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang