›❀ 01 : Rainy Day

570 128 158
                                    



✎... tear me to pieces, skin and bone. hello, welcome home





Aroma obat-obatan serta beberapa bahan kimia dapat tercium dengan jelas di ruangan itu. Ruang kesehatan di salah satu Fakultas MIPA merupakan lokasi yang jarang sekali dikunjungi para mahasiswa ataupun mahasiswi di sana. Tentu saja, untuk apa mereka repot-repot datang ke sana sekalipun dalam keadaan mendesak. Mereka sekuat mungkin akan menahan rasa sakit di diri mereka dan lebih memilih untuk pergi ke perpustakaan untuk belajar dan terus belajar karena lingkungan mereka faktanya memang dipenuhi anak-anak penuh ambisi. Memang tidak semua kampus memiliki lingkungan neraka yang seperti itu, namun di sini—kenyataan pahit itu memang benar-benar nyata adanya.


Namun hal itu sepertinya tidak berlaku bagi seorang gadis mungil yang berasal dari prodi matematika yang satu ini, Kim Dahyun namanya. Setiap hari, ia pasti akan datang ke sana untuk beristirahat sejenak ataupun mengobati luka-luka baru yang didapatnya. Gadis itu memang menjadi korban perundungan seniornya, siapapun yang melihatnya tentu saja akan merasa kasihan. Namun mereka tidak berani berkutik, karena di kampus mereka benar-benar menjunjung tinggi norma ‘senior setara dewa yang harus benar-benar dihormati dan memiliki derajat yang tinggi’. Oleh karena itu, tidak ada satupun orang yang berani menolongnya saat dia dirundung oleh para seniornya.



“Apa kau tidak lelah terus mendapatkan perlakuan seperti itu? Bukankah itu cukup memuakkan?” celetuk seseorang yang kini duduk di sebelah Dahyun usai membantu gadis itu mengobati luka-luka yang ada di tubuhnya.

“Muak? Tentu saja, namun apa yang bisa kulakukan untuk menghentikannya? Kau sendiri tahu bagaimana usahaku selama ini hanya berujung sia-sia.” jawab Dahyun sambil mendengus pelan.


Gadis itu pun menghela napasnya lalu menatap Dahyun dengan tatapan lekat. Sadar bahwa ia sedang diperhatikan, kontan membuat Dahyun menoleh ke arah gadis itu.


“Jangan menatapku seperti itu, aku benar-benar tidak suka dikasihani.” ucap Dahyun seraya berdecak pelan.

“Bagaimana mungkin aku tidak menatapmu begini, lihatlah nasibmu yang begitu malang. Memikirkannya saja sudah ingin membuatku menangis.” sungutnya.

“Kau berlebihan!” gerutu Dahyun.

“Aku? Berlebihan katamu?” sungutnya.

“Ya, kau!” cetus Dahyun sambil terkekeh kecil.

“Bagaimana mungkin itu jadi hal yang wajar? Bayangkan saja ketika hidupmu yang damai tiba-tiba saja ditimpa berbagai masalah dari berbagai arah dan tak kunjung habis. Mulai dari kedua orang tuamu yang terbaring koma di rumah sakit, lalu perusahaan milik orang tuamu diambang kehancuran, bahkan kehidupan perkuliahanmu pun seperti neraka, dan ditambah lagi kakak sepupumu yang seharusnya bisa menjadi salah satu sayap pelindungmu—justru mengabaikanmu dan tak pernah menganggapmu ada.” cecarnya.

“Tidak perlu dibayangkan, itu kan hidupku.” balas Dahyun yang langsung membuat gadis itu tertawa.

“Kau benar, maksudnya untukku. Ketika aku membayangkan itu, tentu saja itu terlalu menyakitkan untuk kutanggung sendiri.” ujarnya sambil menyilangkan kedua tangannya.

“Memang menyakitkan, tapi seiring berjalannya waktu aku sudah terbiasa.” timpal Dahyun dengan santai.

“Tidak, itu tetap saja menyakitkan. Lihatlah luka-luka di tubuhmu itu. Ya ampun, jika aku tidak ada siapa yang akan membantumu mengobati itu?” gerutunya sambil mengerucutkan bibirnya.

AgreementTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang