✎... some things are meant to be secret and not to be heard ﹏
☂
Getaran dari ponsel milik Dahyun berhasil membuat si pemilik membuka matanya dengan perlahan. Ia mulai bangun lalu duduk di tepi ranjang dengan tangan kirinya yang meraih ponsel miliknya yang ada di samping bantalnya. Dahyun melenguh pelan usai melihat jam yang muncul di layar ponselnya. Namun keningnya tiba-tiba berkerut heran, ia baru saja menyadari sesuatu dan tangannya langsung terulur menyentuh lehernya.
“Sepertinya sudah membaik, sudah tidak terasa perih. Aku akan lihat lukanya nanti.” Dahyun bergumam pelan lalu bangkit dari tempat tidurnya.
Ia melangkahkan kakinya menuju kamar mandi untuk menggosok giginya terlebih dulu. Baru saja ia mulai menyikat giginya, matanya justru terbelalak kaget saat melihat pantulan dirinya di cermin. Lebih tepatnya ia terkejut karena lehernya benar-benar terlihat mulus tanpa luka maupun bekasnya.
“Aneh, seharusnya ada luka di sana. Aku jelas ingat bahwa kuku tajam hantu itu melukai leherku.” Dahyun membatin dengan raut wajah kebingungan. Ia tentu masih mengingat kejadian yang menimpanya semalam dengan jelas.
“Tunggu...” Dahyun mempercepat kegiatan gosok giginya lalu pergi menuju keranjang baju kotor miliknya.
Dahyun lalu mengambil baju yang semalam ia kenakan, dan ia pun tercengang karena di baju itu masih terdapat noda darah di bagian kerahnya.
“Benar, ada luka di leherku. Tapi kenapa sudah hilang tak berbekas?” Dahyun bergumam lirih sambil menggigit bibir bawahnya.
“Apa ini ulahnya?” pikiran Dahyun langsung tertuju pada sosok yang sering mengganggunya. Kontan saja ia pun kembali mengingat amukannya semalam di ruangan itu.
“Ya ampun, setelah memikirkannya lagi kupikir aku sedikit keterlaluan hingga merusak lukisan itu dengan ganas.” Dahyun menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Dia sedikit menyesal telah bersikap berlebihan semalam.
“Sepertinya, aku harus minta maaf padanya.”
Setelah selesai membersihkan tubuhnya, Dahyun melangkahkan kakinya menuju lantai atas ke ruangan berpintu ukiran rose gold. Dahyun membuka pintunya secara perlahan, dengan sedikit ragu ia mulai melangkahkan kakinya menuju ke arah lukisan itu. Namun baru saja ia mengambil beberapa langkah, Dahyun langsung berhenti sambil mendengus dingin ke arah lukisan kini sedang di tatapnya.
“Wah, sudah kuduga akan begini. Bagaimana mungkin aku melewatkan satu fakta itu.”
Dahyun menggaruk keningnya, sedikit tidak percaya dengan apa yang telah ia lihat bahwa lukisan yang semalam telah dirusak total olehnya justru kembali terpajang dengan keadaan utuh dan normal seperti biasanya. Ia benar-benar yakin dan mengingat dengan jelas kebrutalannya semalam bahwa ia telah merusak lukisan itu hingga cukup parah.
Akhirnya Dahyun mengembuskan napas panjang, langkah kakinya pun mulai mendekat ke arah lukisan itu. Setelah menghentikan langkahnya, Dahyun menatap lukisan itu dengan lekat.
“Baiklah. Aku datang untuk meminta maaf padamu, maaf atas sikapku yang meledak-ledak kemarin. Ku akui aku memang terlalu berlebihan kemarin.”
Dahyun menyunggingkan senyuman tipis, tapi tak berapa lama kemudian ia justru memukul pelan pelipisnya menyadari bahwa tindakannya barusan terlihat begitu konyol.
“Sepertinya aku memang sudah gila sekarang, kenapa aku berbicara pada lukisan? Ah, sudahlah.”
Di sisi lain seseorang yang sedang memandangi dokumen di hadapannya justru terperanjat kaget saat seseorang tiba-tiba saja menerobos masuk ke dalam ruangannya dengan raut wajah masamnya. Kontan saja atensinya langsung berpindah dari dokumennya menuju orang yang baru saja memasuki ruangannya dengan tergesa-gesa itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Agreement
FanfictionSiksaan yang selama ini ia terima nyatanya masih belum cukup memenuhi daftar penderitaannya. Dia kembali menelan pil pahit untuk kesekian kalinya usai mengetahui bahwa dirinya dijadikan jaminan dalam perjanjian yang dibuat oleh orang tuanya dengan s...