›❀ 08 : The Savior

271 71 22
                                    

  

notes : cw // bullying, violence, manipulative ‼️





✎... tell me which one is worse, living or dying first?





Dahyun bangun dari tidurnya dalam keadaan buruk, ia tidak bisa tidur dengan nyenyak semalaman. Entah kenapa firasatnya terus saja berkata bahwa akan ada hal buruk yang terjadi padanya. Perlahan Dahyun melangkahkan kakinya menuju dapur untuk mengisi perutnya terlebih dulu, memikirkan banyak hal tentu saja membuat energinya terkuras banyak. Dahyun memilih untuk melahap oatmeal dengan susu karena ia sedikit malas untuk memasak. Setelah menyelesaikan sarapan serta kegiatan memoles tubuhnya, Dahyun berencana untuk mengunjungi makam kedua orang tuanya. Karena ia memiliki mata kuliah di siang harinya, tentu saja ia tidak bisa berlama-lama di sana.


Sekitar satu jam kemudian Dahyun pun tiba di tempat tujuannya. Tangan kanannya membawa buket bunga kecil yang sempat ia beli saat di jalan tadi. Baru saja beberapa langkah ia memasuki rumah duka itu, Dahyun menghentikan langkah kakinya karena melihat sosok yang sudah tidak asing lagi baginya.


“Tzuyu?” Dahyun memanggilnya dengan suara lembutnya.

“Oh. Hai!” Tzuyu menyunggingkan senyumnya saat mendengar Dahyun memangilnya.

“Kau di sini juga rupanya, aku tidak menyangka bisa bertemu denganmu.”

“Aku juga tidak menyangka akan bertemu denganmu di sini hari ini. Kau mengunjungi orang tuamu?” tanya Tzuyu retorik, tentu saja ia sudah tau dengan jelas alasan gadis itu datang ke tempat itu.

“Ya, kau sendiri darimana?” tanya Dahyun.

“Aku juga mengunjungi mereka,” jawab Tzuyu yang langsung membuat Dahyun mengerutkan keningnya.

“Huh? Terima kasih telah mengunjungi mereka, sebenarnya kau tidak perlu repot-repot melakukan itu.” Dahyun tersenyum canggung.

“Tidak masalah, mereka sempat menjadi relasiku juga. Jadi jangan paksa aku untuk berhenti mengunjungi mereka.” Tzuyu berkata sambil mengulum senyumnya.

“Aku tidak melarangmu, hanya saja aku tidak ingin kau kerepotan.” Dahyun menggaruk kepalanya yang tidak gatal. 

“Ini terimalah.” Tzuyu tiba-tiba mengeluarkan kotak kecil dari dalam tasnya dan memberikannya pada Dahyun.

“Untukku?” Dahyun menautkan alisnya sambil melirik sekilas ke arah kotak itu.

“Ya, hadiah untukmu. Jangan menolaknya, kalau kau bersikeras menolak aku akan sangat marah padamu.”

“Terima kasih, lagi-lagi aku berhutang padamu.”


Tzuyu hanya diam tidak merespon ucapan Dahyun, hal itu sedikit membuat kadar canggung di antara mereka semakin bertambah. Namun tak berapa lama tangan wanita itu mengambil satu bunga dari buket milik Dahyun.


“Kau tidak mengikuti perkataanku ternyata.” Tzuyu berkata sambil memandangi bunga yang ada di tangannya. Sadar bahwa Tzuyu tengah menyinggungnya, Dahyun hanya bergeming.

Umm, itu—”

“Aku bisa mengerti untuk hal yang satu itu, tapi untuk yang satunya lagi ... huh, kau harusnya menuruti perkataanku!” Tzuyu menyelanya dengan cepat.

“Aku sedikit tidak mengerti maksud perkataanmu.” Dahyun sedikit mengerutkan keningnya.

“Kenapa kau tidak menerimanya? Bukankah sudah ku bilang untuk menerima tawarannya?” Tzuyu berujar sedikit ketus yang tentu saja membuat Dahyun makin kebingungan karena perubahan emosi wanita itu begitu tiba-tiba.

AgreementTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang