✎... i think in the end i'm the unhappiest one ﹏
☂
Dahyun memotong pancake miliknya yang baru saja datang diantar oleh pramusaji. Ia sedang berada di salah satu restoran karena Yerin memintanya untuk datang ke tempat itu. Entah apa niat gadis itu mengajaknya bertemu di pagi hari saat akhir pekan, yang pasti Dahyun tahu bahwa ini ada hubungannya dari pembicaraan mereka yang sebelumnya.
“Temanku bilang kau bisa bekerja di sana mulai lusa.” Yerin berkata sambil mengunyah waffle miliknya. Dahyun pun mengulum senyumnya karena dugaannya terbukti benar.
“Benarkah?” ucap Dahyun dengan mata berbinarnya. Yerin pun menganggukkan kepalanya.
“Syukurlah, terima kasih banyak telah membantuku.” Dahyun berujar tulus.
“Tidak perlu berterima kasih padaku, yang perlu kau buktikan padaku adalah tekad dan usahamu untuk bekerja keras agar kau dapat meraih apa yang kau mau,” timpal Yerin.
“Tentu saja, aku tentu akan bekerja keras dan tidak akan mengecewakanmu.” Dahyun tersenyum bangga.
“Baguslah.” Yerin membalas santai. Dahyun masih tak berhenti menyunggingkan senyuman bahagianya.
“Itu milik siapa?” Yerin bertanya seraya menunjuk dompet mungil yang muncul di tas Dahyun yang terbuka.
“Milik Kak Sana, ini tertinggal di dalam plastik obat yang ia berikan padaku.” Dahyun menjelaskannya sambil mendorong dompet itu ke dalam agar tidak terlihat.
“Dia menghampirimu lagi?” ujar Yerin sedikit jengkel.
“Ya, begitulah.” Dahyun tersenyum simpul.
“Mau kau kembalikan?” tanya Yerin sambil menautkan alisnya.
“Tentu saja.”
“Memangnya kau tidak malas berhadapan dengan paman dan bibimu?” cetus Yerin sambil mencebik pelan.
“Untuk apa aku berhadapan dengan mereka? Aku akan langsung memberikannya pada Kak Sana,” jawab Dahyun sambil menggembungkan pipinya. Yerin pun mengerutkan keningnya.
“Jadi kau belum tahu ya?” selidik Yerin yang membuat Dahyun mengernyit.
“Tahu apa?” gumam Dahyun.
“Ku dengar dia pergi ke Inggris untuk mengambil program belajar tambahan khusus bisnis selama musim panas,” tutur Yerin dengan santai.
“A-apa?” Dahyun terbelalak kaget hingga menutup mulutnya setelah mendengar penuturan Yerin.
“Kau tahu kan minggu kemarin dia telah menyelesaikan sidangnya dan hanya tinggal menunggu wisuda. Sebetulnya kabar itu sudah beredar sejak dua minggu lalu, dan aku juga sempat dengar kalau dia telah berangkat ke sana semalam.” Yerin lanjut menjelaskan.
“Itu jelas ulah Bibiku. Aku tahu betul dia sama sekali tidak menginginkan program belajar itu. Cih, tidak cukup membuatku menderita—dia bahkan juga membuat anaknya sendiri menderita!” Dahyun mencebik kesal seraya membanting garpu yang ada di tangannya.
“Apa maksudmu?” tanya Yerin yang sedikit bingung.
“Aku tahu dia tidak menyukai itu. Dia terpaksa menjalani itu.” Dahyun melenguh pelan.
“Terpaksa? Benarkah?” ujar Yerin tak percaya.
“Dia pernah cerita padaku, belajar di Paris adalah keinginan terbesarnya dan menjadi seorang desainer merupakan impiannya. Kalaupun menjadi pebisnis adalah tujuannya, ia tentu tidak akan memilih untuk meneruskan perusahaan itu. Dia akan memilih untuk membuat brand dan membuka butik impiannya sendiri.” Dahyun menjelaskannya dengan raut wajah dingin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Agreement
FanfictionSiksaan yang selama ini ia terima nyatanya masih belum cukup memenuhi daftar penderitaannya. Dia kembali menelan pil pahit untuk kesekian kalinya usai mengetahui bahwa dirinya dijadikan jaminan dalam perjanjian yang dibuat oleh orang tuanya dengan s...