10

5.9K 1.9K 250
                                    

Dalam sebuah mobil berkecapatan tinggi

Anton masih menyetir dalam perjalanan kembali ke Surabaya. Sudah lewat tengah malam. Dia tidak tidur sejak semalam namun sama sekali tidak mengantuk. Kemarahan masih menyelimuti pikiran pria muda itu. Sengaja datang ke Jakarta untuk menemui Jingga. Masih terbayang perempuan yang sudah mengenakan cincin dijari manisnya. Tidak—tidak mungkin. Ini terlalu cepat. Ia masih berharap bisa kembali. Jingga pasti masih mencintainya. Tidak mungkin bisa mengalihkan hati pada laki-laki lain secepat itu. Ia mengenal betul karakter kekasihnya yang sulit berpaling. Terbukti selama ini meskipun mereka ribut, tapi Jingga tidak pernah minta putus. Bahkan meski jarang membalas pesan atau menelepon, kekasihnya tetap setia. Lalu ada apa sebenanrya sehingga tiba-tiba memutuskan menikah?

Berita ini baru kemarin didengarnya. Dari salah seorang teman di Jakarta. Bahwa mantan kekasihnya sudah menikah dengan seorang pria yang baru dikenal. Apakah Jingga sepatah hati itu? Dia pasti menjadikan suaminya sebagai tameng untuk menutupi rasa patah hati. Jingganya adalah perempuan setia. Sesusah apapun kehidupan seorang Anton dulu, dia tidak pernah mengeluh. Bukan sekali dua ia meminjam uang untuk membiayai sekolah adiknya atau karena kehabisan gaji sebelum waktunya.

Saat akan berangkat ke Sidney, Jingga juga yang sibuk membelikan jaket dan kebutuhan pribadi lainnya. Karena memang Anton sudah kehabisan uang. Bukan tanpa alasan kalau dulu dia meminta putus. Berkali-kali Jingga mengingatkan tentang pernikahan. Bahkan sebelum kembali ke Tanah air, papa Jingga juga menyinggung tentang hal itu. Ia merasa belum sanggup karena masih harus membantu biaya kuliah kedua adiknya. Lagi pula bisa turun gengsinya dimata keluarga gadis itu kalau berterus terang mengatakan kalau ia belum punya uang. Tujuh bulan sudah berlalu. Kemarin adiknya Nindy sudah selesai, tanggung jawabnya tinggal satu. Dia sudah sanggup mengkredit rumah dari penghasilannya. Mobil sudah didapat dari kantor. Kalau dijumlahkan, penghasilan mereka berdua sudah bisa untuk membiayai pesta dan sebuah rumah tangga. Tapi kenapa sekarang justru Jingga pergi? Kenapa tidak menunggu sebentar lagi?

Siapa laki-laki yang menjadi suaminya? Ia merasa harus menyelidiki. Jingga adalah miliknya. Hubungan mereka pasti belum terlalu jauh. Ia akan rela bolak balik Surabaya-Jakarta pada akhir pekan. Untuk mendapatkannya kembali. Tidak ada perempuan yang mencintainya sebesar Jingga. Bahkan bersedia membantu keuangannya meski masih berstatus pacaran. Mau dimana lagi menemukan perempuan seperti dia? Ditengah kaumnya yang begitu mengagungkan benda-benda mahal yang kemungkinan besar tak terjangkau oleh Anton.

***

Aku belum bisa tidur hingga larut malam. Pikiranku melayang jauh pada Anton. Hal yang paling kubenci adalah sikapnya yang tidak gentle. Mencampakkan ketika sudah berhasil. Sekian lama aku menemaninya dikala susah. Begitu sukses meraih gelar S2 langsung memutuskan dengan alasan belum siap menikah. Dia kira perasaanku terbuat dari apa? Aku bukan mengungkit segala yang sudah kuberikan dulu. Tapi aku tidak layak diperlakukan seperti ini. Enam bulan lebih dan baru muncul sekarang sambil marah-marah? Jelas orang kurang kerjaan. Aku tahu kalau dia sukses sekarang. Sayang, aku tidak membutuhkan itu. Beruntung Rey bukan pria miskin sehingga aku tak perlu malu.

Anton memang bukan berasal dari keluarga berada. Dia pria sederhana, yang kalau makanpun lebih memilih di pinggir jalan. Karena memang harus hidup hemat. Itulah yang kusuka dulu, tipe pekerja keras. Papa pernah bilang laki-laki seperti dia tidak akan pernah membiarkan keluarganya kelaparan. Karena memang Anton bisa bekerja apa saja. Apalagi dia sangat baik dan hormat pada keluargaku.

Perubahan sikapnya mulai terlihat saat tahun kedua di Aussie. Dengan alasan sibuk, telfon dan pesannya mulai jarang datang. Kupikir memang seperti itu karena sudah memasuki tahun kedua. Sampai saat inipun aku masih bingung, apa sebenarnya alasan memutuskan aku. Kalau benar-benar belum siap menikah kan, bisa dibicarakan? Kembali kuembus nafas pelan, takut ketahuan Rey. Kulirik pria yang tidur lelap disampingku. Dia sudah pulas.

ANTARA AKU, KAMU DAN MANTAN KITA /SUDAH TERSEDIA DI PLAY BOOK/OPEN POTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang