13

5.2K 1.8K 193
                                    

Kutatap Jingga yang termenung.

"Ingga, kamu kenapa?"

Dia menggeleng lalu turun dari tempat tidur. Mengeringkan rambutku yang basah. Sebuah kegiatan yang selalu dilakukannya saat malam. Hal kecil yang membuatku selalu ingin pulang dan mandi. Ini bukan tentang seks. Tapi aku yang merasa nyaman karena diperhatikan.

"Kamu nggak kerja lagi?" tanyanya.

"Besok saja di kantor. Ada masalah?"

"Nggak ada."

"Atau tentang piring tadi. Aku tidak tidak apa-apa. Lagian kupikir memang tidak sengaja."

Jingga terus mengeringkan rambutku dengan handuk.

"Orang punya banyak tatto di punggung, kenapa kamu banyakan di dada?" tanyanya kemudian sambil menatap ke cermin.

"Ada bekas luka lebar di dadaku. Ditutup dengan tatto."

"Luka kenapa?"

Mata kami saling bertatap lewat cermin. Kutelan saliva meski terasa sulit. "Saat masih bayi tubuhku tersiram air panas. Mungkin kamu tidak perhatikan, jari kakiku tidak sempurna, karena awalnya menempel lalu dioperasi."

"Siapa yang melakukan?"

'ibuku!' sayang kata itu tersangkut ditenggorokan

"Tidak sengaja, saat itu nenekku mau memandikan, malah tersiram."

Entah berapa banyak lagi kebohongan yang harus kuciptakan untuk Jingga. Semoga nanti aku mencatat dan mengingatnya.

"Kadang memang pengasuh atau orang terdekat lalai. Sehingga anak menjadi korban."

Kucoba tersenyum. Akhirnya rambutku kering.

"Besok aku rencana botak."

"Kenapa!?" teriak Jingga.

"Supaya kamu nggak repot mengeringkan rambutku setiap malam."

"Dipotong rapi aja. Rambut kamu bagus dan tebal."

Aku mengangguk. Jingga kemudian beranjak ke tempat tidur. Sebenarnya aku menginginkannya malam ini. Tapi sepertinya dia tidak bersemangat. Mudah-mudahan besok pagi perasaannya sudah lebih baik.

***

"Rambutnya diapain, mas?" tanya pria yang biasa memotong rambutku. Aku mampir setelah mengantar Jingga ke tempatnya bekerja. Mumpung ada waktu, jadi aku mampir sekalian.

"Dirapikan saja. Tapi sedikit pendek."

Aku diam menatap cermin. Tidak pernah sebenarnya memotong seperti itu. Tapi tidak ingin Jingga terlalu repot bangun tengah malam karena aku mandi. Kasihan dia. Kami sampai pada tahap berusaha mempertahankan pernikahan. Kuputar cincin pernikahan yang tersemat di jari manis. Jingga juga masih mengenakannya sampai sekarang.

Aku masih duduk diam. Pintu berdenting pertanda ada orang masuk. Kulirik, mata kami bertemu. Ternyata papi Naina. Aku yakin sebentar lagi mantan kekasihku itu akan muncul, karena ia biasa menemani ayahnya kemari. Tempat ini cukup penuh hanya ada satu bangku tersisa di sebelahku. Dia kemudian duduk di sana. benar saja Naina muncul tak lama kemudian.

Aku berusaha tidak melirik ke arah putrinya. Ternyata tidak sesulit dulu lagi. Waktu perlahan menyembuhkan lukaku. Kembali kuputar cincin pernikahan, sebagai isyarat bahwa aku tidak akan mengejar Naina lagi. Karena sejak tadi papinya menatap tajam padaku. Suasana canggung itu berhenti saat rambutku selesai digunting. Bergegas aku bangkit, sayang ponselku berbunyi. Dari dokter yang biasa merawat mama.

***

Setengah berlari aku menuju ruang ICU. Mama sudah dibawa kemari. Tidak sempat pulang, langsung kucari tiket, dan berangkat. Karena  dokter ingin langsung bertemu agar aku bisa menandatangani beberapa dokumen demi tindakan medis lebih lanjut.

ANTARA AKU, KAMU DAN MANTAN KITA /SUDAH TERSEDIA DI PLAY BOOK/OPEN POTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang