"Daddy, Lisa mau di jual."
Perkataan enteng gadis itu membuat dua laki-laki yang sedang memakan sarapannya itu mendadak terhenti. Bukan karena mereka terkejut, bukan, melainkan dengan sikap tenang gadis di hadapan mereka.
Sewajar-wajarnya, seorang gadis akan mengamuk kalau tau akan di jual oleh keluarganya sendiri. Demi membayar hutang, mereka rela mengorbankan anak mereka sendiri. Kan tolol.
"Lis, lo sehat?" tanya Gabriel. Cowok itu menatap gadis di hadapannya tidak percaya.
Lisa mengangguk singkat. "Sehat. Gue ke sini bahkan tadi naik sepeda." ujarnya.
"Lisa, lo mau di jual. Jual Lisa." ucap Gabriel penuh penekanan. Apa gadis itu tidak tau apa artinya di JUAL?
"Gue tau Gabriel, makannya datang ke sini mau bilang itu." sahut Lisa cuek.
Allahuakbar! Gabriel bingung dengan pemikiran gadis itu gimana.
Melihat kedua anaknya beradu argumen, Giorgino atau biasa di panggil Gio, pria paruh baya berusia berkepala empat itu hanya diam sambil menatap intens putrinya. Dari kecil, anak gadisnya itu memang berbeda dari anak gadis pada umumnya. Tingkahnya selalu bikin elus dada.
Lisa memang bukan anak kandungnya seperti Gabriel. Namun baginya sama saja, Lisa atau pun Gabriel sama-sama anaknya. Tidak peduli ada darah mengalir dalam diri anak itu atau pun tidak, bagi Gio anak tetap lah seorang anak.
Dan saat mengetahui fakta kalau orangtua kandung Lisa ingin menjual anak bungsu mereka, tentu Gio marah. Hey! Putrinya bukan barang yang bisa di jadikan jaminan hutang. Baginya Lisa adalah permata yang harus di jaga, sedangkan keluarga tolol itu dengan seenaknya ingin menjualnya demi hutang.
"Lisa," panggil Gio, gadis itu menoleh namun tidak menyaut. "Kamu tau artinya di jual, kan?" tanyanya.
Lisa mengangguk singkat. "Tau."
"Lisa, untuk kali ini saja, biarin Daddy turun tangan sama hidup kamu." Gio menatap Lisa penuh sayang. "Kamu permata Daddy, bukan barang yang bisa di jadikan jaminan sayang."
"Lisa gak bisa."
"Grilisa. Bukan saatnya lo keras kepala." dengus Gabriel.
Lisa hanya diam menunduk. Bahkan kali ini dia tidak bisa menatap mata Gabriel seberani biasanya. Cowok itu saat ini terlalu menakutkan. Berbeda dengan Gio yang masih bersikap tenang seperti biasanya.
"Grilisa. Daddy sebagai orangtua memang ingin melihat putrinya menikah, tapi gak dengan cara ini." ucap Gio.
"Lisa tau, tapi ini udah jadi keputusan Lisa Daddy."
"Lo tau, kan, siapa yang bakal lo nikahin?" tanya Gabriel menatap Lisa dengan tajam.
Lagi. Lisa mengangguk dengan singkat. "Tau."
"Terus lo masih mau di jadiin tumbal buat tuh orang, gitu?" ucap Gabriel sinis.
Lisa merengut sebal. Tumbal? Itu kesannya terlalu gimana gitu. Dia itu cuma mau nikah sama monster beruang kutub, bukan genderuwo.
"Riel udah. Lisa pasti tau apa keputusannya, sesuai janji, kita hanya bisa turun tangan kalau adik kamu di sakitin." ucap Gio penuh peringatan. Anak sulungnya itu kalau udah marah suka lupa diri. Ngamuk kek gorila keluar kandang.
"Daddy mau ngebiarin dia nikah sama cowok bajingan itu?" tanya Gabriel dingin.
Gio mengangkat kedua bahunya dengan acuh. "Kalau dia nyakitin adik kamu, Daddy bebasin kamu ngelakuin apapun." janji Gio.
"Termasuk ancurin markas bajingan itu?" Gio mengangguk singkat. "Bikin dia mati?"
Lisa sontak melotot tajam pada Gabriel. Kakak satunya itu benar-benar memang. Gila gak ada obat.
"Riel, lo mau bikin gue jadi janda?" ujar Lisa tak terima.
"Mending gitu dari pada lo di sakitin sama bajingan itu." ucap Gabriel ketus.
"Dad." adu Lisa. Dia menatap Gio berharap pembelaan dari pria itu.
"Selama nanti dia gak nyakitin kamu, Gabriel gak bakal ngapa-ngapain." kata Gio.
Gabriel menatap Lisa dengan satu alis terangkat. "Lo denger. Baik itu fisik, atau hati, gue gak peduli dia nyakitin yang mana. Resikonya tetap sama."
Gio membiarkan, tapi tidak merelakan. Sampai kapan pun, Gio tidak rela putrinya menikah dengan cara seperti ini. Namun jika Lisa sudah memutuskan, maka ya sudah. Gadis itu tidak akan berubah pikiran lagi.
Bisa saja sebenarnya Gio membayar lunas hutang orangtua kandung Lisa. Namun lagi-lagi, gadis itu melarangnya dengan keras. Katanya, biar saja ini sudah takdirnya.
"Welcome to the 'Hell'." ucap Gabriel dengan santai. Yang hanya di balas dengusan kesal oleh Lisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dunia Davin
Random| FOLLOW DULU SEBELUM BACA | Bagi Davin, Lisa adalah napasnya dan juga kebahagiaannya.