Lisa yang tengah bermain game di ponsel Davin diam-diam tersenyum bangga saat mendengarkan rencana-rencana Davin mengenai pekerjaan mereka saat ini. Dia sebagai istri, merasa bangga karena mempunyai suami seperti Davin yang seorang mafia namun masih peduli sosial.
Pekerjaan yang mereka kerjakan dari pagi ketemu pagi lagi itu ternyata salah satu dari kerja sama mereka bersama seorang pengusaha asal negara kangguru. Rencananya mereka akan membangun hotel dengan fasilitas mewah dan lengkap.
Tidak tau semewah dan selengkap gimana sampai-sampai mereka harus kerja kek orang gila gitu.
Namun yang membuat Lisa bangga menjadi sitri dari sosok seorang Davindra Arsenio, bukan lain karena laki-laki itu masih sudi menyisihkan beberapa persen dari keuntungannya untuk beberapa panti asuhan.
Selain Davin dan Riel, mana ada mafia yang inget sama sedekah. Gila aja.
"Laki gue tuh." bangga Lisa.
Bastian yang kebetulan duduk di sebelahnya menggeleng jengah. Ya, ya, dia sebagai sahabatnya pun cukup merasa bangga dengan kedermawanan Davin.
"Emang. Gak ada yang bilang laki si Siti." sahut Bastian cuek.
"Siti siapa?"
"Tukang jamu."
Lisa mendengus kesal. "Gila lo! Berasa cinderlla banget tuh si Siti kalau dapetin laki gue."
Bastian terkekeh. "Kalau di elo mah kisahnya jadi beauty and beast, ya?"
Lisa tetdiam sebentar. Dia berusaha mengingat-ngingat dan membandingkan kisahnya si Belle dan kisahnya. Setelah di teliti, tidak persis sama namun yah mirip-miriplah.
Sama-sama di tumbalkan. Sama-sama anak bungsu lagi. Sial!
"Bedanya laki gue ganteng aja, ya meski sifatnya kek monster sih!" kekeh Lisa.
Bastian mengangguk membenarkan. Beruntung hanya sifatnya saja yang kek monster, tapi tampangnya gak buruk rupa.
"Bastian, kerjaan lo udah kelar?"
Kan. Emang kek monster, gak bisa liat temen nyante dikit.
"Udah. Dua sekaligus gue kasih buat lo tuh." sahut Bastian ketus.
Davin mengecek laptop anak itu yang memang sudah menunjukan dua gambar berbeda. Bagus. Kerjaan teman-temannya memang tidak pernah ada yang mengecewakan.
"Pinter. Kalau bisa, nanti warna meja sama furniture lainnya di sesuaikan lagi." ucap Davin mengoreksi.
"Lah!? Ini udah yang paling mentok di otak gue Davin." keluh Bastian. Jujur saja nih ya, Bastian itu paling malas kalau di suruh menyesuailam warna-warna ruangan dan furniture. Ribet.
"Minta bantuan saran Dikta, lagian biasanya gitu kan?" kata Davin.
"Gak lah! Biasanya emang Dikta yang ngerjain semua akhirnya." celetuk Niek dari meja seberang, membuat Bastian melotot kesal ke arahnya.
"Tau gue." ucap Davin. "Pokoknya gue mau semuanya selesai dalam waktu tiga hari paling lambat." putus Davin final.
Bastian mendengus kesal. "Iya, iya."
"Satu minggu lagi, setelahnya lo semua bisa istirahat." ucap Davin menutup rapatnya siang ini.
Setelah mengatakan itu Davin kembali duduk di tempatnya lalu membereskan kertas-kertas yang berserakan di atas mejanya. Sudah hampir satu bulan mereka sibuk, gak ada hari libur selain pas pernikahannya kemarin, itupun cuma dua hari.
"Makan siang udah di pesen kan?" tanya Davin.
"Udah, paling bentar lagi sampe." jawab Jack, yang bertanggung jawab dengan makan siang hari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dunia Davin
Random| FOLLOW DULU SEBELUM BACA | Bagi Davin, Lisa adalah napasnya dan juga kebahagiaannya.