06

164 34 17
                                    

"Lo model, punya duit, rumah juga ada, ngapain ngemis minta tinggal sama gue?" ujar Lisa malas.

Lisa gak habis pikir sama kakaknya yang satu ini. Lusia itu termasuk salah satu model internasional, satu kali pemotretan juga dia bisa membeli satu apartemen bahkan rumah. Lah ini apa? Gak ada angin, gak ada apa ngemis-ngemis minta di kasih tumpangan.

"Duit abis. Gue lagi ada masalah."

Lisa berdecih kesal. "Nah, makin males gue ngasih lo tumpangan gini caranya mah."

"Gak usah ribet deh! Lagian itu apartemen punya Davin, kan?"

"Davin laki gue. Ya, punya dia jelas punya gue juga lah!" sewot Lisa ketus.

Lusia mendecak kesal. "Gue numpang cuma sampai masalah gue kelar elah! Gak bakal lama."

"Gak lama? Terus kenapa gak lo nginep aja di hotel?" tanya Lisa.

"Udah gue bilang duit gue abis, sialan!" sentak Lusia.

Lisa menghela napasnya lelah. Kalau emang gak mau tinggal di hotel, kenapa tuh anak gak pulang ke rumah aja. Kalau melihat dari sikap Lusia, Lisa yakin masalah yang Lusia buat kali ini sedikit serius. Buktinya kakaknya itu gak mau pulang ke rumah dan lebih memilih mengemis tempat tinggal padanya.

Di sela keterdiamannya, Lisa menatap ponselnya sekilas yang dari tadi terus bergetar karena ada panggilan masuk. Dia tau itu Niek sama Rey yang terus menghubunginya, tidak tau mau apa.

"Tanpa izin Davin, gue gak bisa ngasih lo izin numpang di tempat gue." putus Lisa.

Lusia mengacak rambutnya frustasi, dia menatap Lisa dengan tajam. "Kita pergi ke apartemen lo sekarang. Minta izin langsung sama Davin."

Malas berdebat lagi dengan Lusia, akhirnya Lisa hanya bisa membuang napasnya dengan kesal. Tanpa mengatakan apa-apa lagi, Lisa langsung beranjak dari tempatnya dengan di ikuti Lusia di belakangnya.

Sebenarnya dia bisa saja menolak dan melanjutkan perdebatan mereka, namun melihat panggilan dari Niek sama Rey yang terus masuk dia khawatir ada terjadi sesuatu. Jadi lebih baik membawa Lusia ke hadapan Davin sekalian, dan biarian minta izin sendiri.

..

Lisa menyerngit heran melihat ruang keluarganya di penuhi oleh anak buah Davin. Memang gak semua, hanya Dikta cs sama Satria cs dan satu lagi orang asing yang duduk dekat Bastian.

"Bawa siapa tuh lo balik?" tanya Bastian selaku orang pertama yang menyadari kehadirannya.

"Gembel." sahutnya asal, membuat Lusia yang berdiri di belakangnya mendengus keras.

Bastian tergelak mendengarnya. "Durhaka lo kakak sendiri di katain gembel."

Lisa tidak mempedulikan ocehan Bastian, dia menatap Rey dan Niek bergantian. "Lo berdua cosplay jadi rentenir?" sarkasnya.

"Ngaco! Laki lo tuh, dari pas lo tinggal munta-muntah gak jelas." ujar Niek sewot, tidak terima dengan sarkasme yang di berikan Lisa.

Lisa menatap Davin yang memang wajahnya terlihat pucat, dia berjalan mendekati suaminya itu lantas duduk di sampingnya.

"Kenapa lo? Keracunan? Atau kena santet?" tanya Lisa enteng, tidak ada nada khawatir atau apapun.

Semua yang ada di ruangan itu melongo tidak percaya dengan apa yang mereka dengar. Alih-alih khawatir melihat keadaan suaminya yang sudah seperti mayat hidup, Lisa malah melontarkan pertanyaan konyol dengan santai.

Sedangkan Davin sendiri hanya terkekeh geli. Istrinya itu memang gak ada duanya.

"Bukan. Davin muntah-muntah kare–"

"Berhenti." sela Kiki cepat, dia melirik Satria yang baru saja berbicara dengan tajam. "Kita bahas masalah ini nanti." lanjutnya dingin.

Lisa meringis pelan melihat perubahan sikap Kiki yang tiba-tiba. Anak itu selama tinggal bersama dengan anak-anak Xavior terkenal ramah dan santai, akan terasa aneh dan membuat suasana canggung kalau mereka melihat Kiki dengan sifat dinginnya.

Bukan masalah besar memang, namun kalau sudah berhadapan dengan Lusia yang Lisa takutkan gilanya Kiki kumat lagi.

"Lo ada perlu apa disini?" tanya Kiki pada Lusia. Membuat perhatian semua orang mengarah padanya.

Lisa mengalihkan atensinya dari Davin kembali pada Lusia. Dia lupa kalau kakaknya itu ikut pulang bersamanya.

"Minta izin sama Davin buat tinggal bareng sama Lisa." ucap Lusia enteng, membuat semua orang yang ada disana terdiam mendengarnya.

Kiki terkekeh geli mendengarnya. "Tinggal bareng sama Lisa? Ngelawak lo? Punya pikiran dari mana lo kalau gue bakal ngizinin lo deket-deket sama Lisa?"

Lusia berdecih malas. "Gak butuh izin dari lo."

"Lo yakin? Atau perlu gue ingetin lagi apa yang udah gue lakuin sama keluarga Abraham terutama lo, hm?"

"Itu dulu, 'kan? Sekarang ada Davin."

"Lo salah. Dulu atau sekarang, posisi gue tetep sama di hidup Lisa." ucap Kiki dengan bangga.

"Ki, udah." Lisa menatap Kiki menyuruhnya untuk berhenti berbicara. "Biarin dia jadi urusan Davin." katanya lagi.

Kiki menggeram rendah dengan kedua tangannya terkepal kuat. Dia yakin kehadiran Lusia di sekitar Lisa itu hanya akan membawa sial. Meskipun tidak tau apa-apa, tetapi ada satu hal yang membuat Lusia selalu datang pada Lisa setiap ada masalah. Perempuan itu tau kalau ada orang yang selalu melindungi Lisa dari belakang.

Entah apa yang di pikirkan Lusia, namun yang pasti perempuan itu mengetahui apapun yang terjadi Lisa tidak akan terluka dan point intinya selama bersama Lisa dia 'pun ikut aman.

"Gimana, lo izinin?" tanya Lusia pada Davin.

"Dikta, yang di lantai dua masih kosong?" bukannya menjawab Lusia, Davin malah bertanya pada Dikta.

"Masih." jawab Dikta singkat.

"Kasih kuncinya sama dia." titah Davin terdengar malas.

Dikta menyerngit samar. "Lo yakin?"

"Em."

"Oke." Dikta mengangguk mengerti. "Lo, ikut gue sekarang." perintah Dikta malas.

...

"Gue? Hamil?" Lisa menunjuk dirinya sendiri tidak percaya.

Ardion Sarendra, dokter pribadi Xavior dan juga sepupu dari Davin itu hanya mengangguk singkat. Itu masih dugaannya, namun melihat gejala yang Davin alami itu suatu hal yang lumrah yang di alami seorang suami ketika istrinya tengah mengandung.

"Kok bisa?!"

"Bego! Lo punya suami anjir, ya bisalah!" sahut Bastian ngegas.

"Bukan gitu. Maksudnya tuh kan kita baru sekali aha ihi, kok bisa jadi cebong?" ucap Lisa tak acuh.

"Bego." kekeh Niek.

Semua yang ada di ruangan itu hanya bisa terdiam tidak berani berkomentar. Kalau saja bukan ibu negara sudah mereka tertawakan sampai mampus kali, namun melihat lirikan pawangnya saja jangankan tertawa, sekedar berdehem saja mereka angkat tangan.

"Intinya lo pernah aha ihi bego." sentak Bastian kesal sendiri.

Mungkin Bastian pengecualian. Laki-laki itu mana peduli sama amukan seorang Davin.

"Jadi gue beneran hamil nih?" tanya Lisa pada  Ardion.

"Itu prediksi gue, tapi coba aja lo besok periksa ke dokter kandungan sama Davin." ucap Ardion memberi saran.

Lisa mengangguk mengerti, kemudian dia menatap Davin lalu berkata. "Seneng lo mau jadi bapak?" sarkasnya.

Davin terkekeh pelan dengan senyum hangat di wajahnya. "Em."

......

: Jangan lupa follow setelah membaca, biar akunya semangat juga untuk update cepet. Terima kasih!

: Dan kalau ada saran buat castnya. Di persilahkan waktu dan tempatnya di kolom komentar.

Typo hampura 🙏🙏

Dunia DavinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang