03

226 32 0
                                    

Helaan napas Lisa terdengar begitu melihat ruang tengah apartemannya yang begitu berantakan. Ini mah kapal pecah saja kalah, kertas berserakan dimana-mana, kaleng minuman, bungkus cemilan, dan tidak lupa kulit kacang juga kotak makanan yang menumpuk.

Dari jam delapan pagi sampai sekarang hampir menunjukan jam sebelas malam, kelima sahabat itu seperti tidak ada bosennya bermain dengan kertas-kertas dan laptop mereka.

"Kalian gak capek?"

"Gak. Usah biasa." jawab Bastian tanpa menatap ke arahnya.

Lisa menghela napasnya lelah. Dia melipat kakinya dengan duduk bersila di atas sofa, Davin yang duduk di karpet bulu di depannya otomatis bersandar ke arahnya.

"Vin, istirahat dulu." ucapnya mengingatkan.

"Em."

Lisa mendengus kesal. "Serius, atau mau gue bakar semua kertas-kertas lo itu?" ancam Lisa.

Mendengar ancaman itu refleks membuat Davin mendongak dan menatap Lisa. Terlihat istrinya itu menatap jengah padanya.

"Bentar lagi."

"Dari tadi juga lo ngomong bentar, bentar, lo pikir waktu habis sama kata bentar lo apah?!"

"Yang ini beneran, Sa."

"Itu ketiga kalinya lo ngomong gitu."

Davin terkekeh pelan memdengarnya. Ya mau gimana lagi, dia tidak selalu sibuk dengan kerjaan. Namun sekalinya dia memiliki kerjaan, sibuknya gak ketulungan.

"Kita kerja ngebut supaya lo sama Davin bisa cepet-cepet bikin Arsen junior." ucap Bastian sedikit ketus.

Dan ngomong-ngomong anak itu juga yang paling banyak ngeluh dari tadi. Udah ngerasa ke kerja di belanda katanya. Penjajahan.

"Bacot! Ngomong lo kek orang serius kerja aja." cibir Lisa.

"Seriuslah! Lo pikir dari pagi gue ngapain disini? Ngamen?" balasnya sewot.

Lisa berdecih malas. "Gak ada yang serius banyak ngeluh kek lo, ya bangsat."

"Manusiawi itu." ujar Bastian membela diri.

"Iya manusiawi, padahal gue yakin hati lo lagi sibuk nyumpahin sama maki-maki suami gue." tebak Lisa masih dengan nada mencibir.

Alih-alih marah, Bastian malah tertawa puas mendengarnya. Ya, satu juta buat Lisa karena tebakannya tidak meleset.

"Bener banget..hehe. Laki lo emang bajingan." ucap Bastian di sertai kekehan pelan.

Lisa memutar matanya malas. Malas berdebat dengan Bastian lagi, Lisa kini menatap lagi pada suaminya. Kalau memang Davin tidak akan berhenti, jalan akhirnya dia sendiri yang harus membuatnya berhenti.

Melihat ada celah di antara lengannya, Lisa segera beranjak dari tempatnya lalu menelusupkan badannya melalui celah itu kemudian memeluknya dari dalam setelah mendapat posisi duduk yang nyaman.

"Ngapain?" tanyanya dengan tangan yang masih aktif di atas laptop.

Mengabaikan pertanyaan itu, Lisa memilih membenamkan wajahnya di perpotongan leher suaminya. Nyaman. Itulah kata yang bisa menjelaskan apa yang di rasakannya saat ini.

"Gak mau bobo?" tanya Lisa.

Davin terkekeh pelan, dia melirik Lisa sekilas lalu menaruh dagunya di bahu Lisa.

"Dikit lagi, Sa."

Lisa menggeram gemas. Kalau tidak ingat petuah sang Daddy, udah Lisa jambak sampe botak rambut suaminya itu. Ngeselinnya subhanallah!

Dunia DavinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang