10. Favorite Crime

5 1 0
                                    

"Bibirmu lebam, kau dipukul Ethan lagi?"

Amara refleks memegang bibirnya yang memang sedikit perih ketika disentuh. "Tidak, kok. Hanya bekas jatuh dari ranjang tadi pagi."

Lagi dan lagi, Amara akan menyangkalnya sampai dia mati, walau teman-temannya tahu apa yang sebenarnya terjadi. Terlalu mencintai seseorang hingga rela diperlakukan seperti apa pun, tak ada yang bisa menghentikannya untuk terus berpihak pada Ethan bahkan takdir sekalipun.

Jika kupingnya sudah cukup sakit untuk mendengarkan saran dan ceramah teman-temannya agar meninggalkan Ethan, Amara akan memilih pulang ke rumah daripada harus terus menghadapi omelan sang teman. Mudah kalau hanya menyuruhnya pergi dari sisi sang kekasih, tapi bagaimana bisa Amara berpaling dari hati dan jiwa Ethan yang hancur?

Pria itu memiliki masa lalu yang sangat buruk, itu membuatnya jadi seseorang yang sensitif, obsesif dan terkadang abusif. Mengetahui fakta itu membuat Amara merasa mempunyai kewajiban untuk memperbaiki diri Ethan, sampai Ethan bisa bertahan tanpa bantuannya barulah dia bisa tenang. Itu, dan alasan lainnya adalah dia terlalu mencintai kekasihnya.

Ethan, hari itu dia pulang dengan membanting pintu sampai Amara yang sedang membaca buku berjengit dari atas kursi baca. Langkah kakinya terdengar sangat berat dan terkesan dihentak-hentakkan.

Gadis itu bangkit dari kursi dan menyambut kekasihnya dengan senyuman. "Sayang, kamu sudah pulang? Bagaim-"

Bugh! Buku dari genggaman Amara diambil paksa oleh Ethan, kemudian buku itu ditamparkan dengan keras ke rahang pipi Amara.

Kali ini Ethan menamparnya dengan tangan yang lain sampai gadis itu terhuyung ke belakang. Namun sebelum dia jatuh, Ethan dengan cepat meraih rambutnya dan menarik kepala Amara ke dekat wajahnya.

"Apa yang kau katakan pada temanmu tentangku, Amy?!"

Sedangkan yang ditanya kesusahan untuk menjawab karena sakit yang dirasakannya. "A-aku t-tid-"

"Bohong!"

Didorongnya Amara sampai dia jatuh di lantai dan kepalanya terantuk kursi. Masih belum puas dengan itu, Ethan menggapai leher sang kekasih dan mencekiknya sampai sulit bagi Amara untuk meraih oksigen. Namun walau pada situasi seperti itu sekalipun tangan Amara masih mencoba menggapai tangan Ethan dan berusaha menenangkannya dengan elusan alih-alih mencakarnya. Yang ajaibnya itu bekerja, cekikannya melonggar dan air wajah Ethan pun berubah.

Pria itu terlihat sangat menyesal, dia bahkan menangis. "Maaf ... maafkan aku, Amy."

Amara memeluknya, sama-sama menangis namun tak mengatakan apa-apa. Tak apa-apa bagi Amara, dia rela diperlakukan seperti ini. Asalkan Ethan tidak melakukannya pada siapapun, cukup dirinya saja. Biarlah Amara menjadi kejahatan favoritnya, gadis itu selalu bersedia. Jadikan dia alibi untuk kejahatannya, sakiti dia sebanyak-banyaknya, jika itu artinya Amara bisa memilikki dan mengobati luka jiwa Ethan maka semua itu bukan apa-apa.

Walau hidupnya terasa seperti tinggal di dalam rumah tanpa kaca, yang membuatnya tidak sadar akan apa yang terjadi pada tubuhnya dan betapa buruk efek itu untuknya. Dia akan tetap disini menuntun Ethan yang hancur.

Walau pada akhirnya Amara yang naif meregang nyawa karena Ethan, dikubur dengan mata yang masih terbuka dan ditinggalkan tanpa bunga. Jika Tuhan memberinya satu kesempatan lagi, Ethan tetaplah menjadi tujuannya.

SOUR (songfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang