sejak sikap gegabah heechul pada pagi itu, hubungannya dengan joohyun kembali mendingin. wanita itu enggan berbicara dengan heechul dan selalu bersikap seolah heechul tak ada.
sikap keduanya itu tak ayal membuat jeonghan geleng-geleng kepala. kegoisan keduanya membuat rencana berbicara baik-baik pada younghoon semakin tertunda.
maka dari itu, hari ini jeonghan meminta keduanya untuk duduk di satu meja yang sama, berdiskusi dengan kepala dingin, berharap semoga ia bisa menyatukan dua pendapat dari si egois dan si gegabah.
“aku netral. kalian berdua salah dimataku.” tukas jeonghan sebelum menyesap kopinya, “maka dari itu jangan ada yang membuat pembelaan apapun. sekarang aku hanya ingin kita membahas waktu yang tepat untuk berbicara pada anak kalian.”
“aku tetap ingin berbicara pada younghoon secepat mungkin. aku ingin ia mengetahui hal tersebut dari bibirku sendiri, bukan dari orang lain.” heechul angkat suara, lalu melirik joohyun yang tetap diam. “aku minta maaf atas tindakanku yang terlalu terburu-buru waktu itu. aku terlalu senang sampai tak bisa berpikir jernih.”
sementara joohyun tak ingin balik menatap heechul. wanita itu malah sibuk memandangi jalan raya dan tak berniat menimpali.
jeonghan menghembuskan napasnya. sulit sekali menghadapi perangai kedua orang tua younghoon ini.
“joohyun,” panggilnya. “berilah pendapatmu, atau kau mau heechul berbicara langsung saat ini juga?”
yang dipanggil mendengus malas. ia dengan berat menolehkan kepalanya. “sebenarnya aku ingin egois. aku tak ingin kau menemui younghoon lagi dan bahkan aku tak mau younghoon tahu akan statusmu. tapi... tidak ada salahnya memberi tahu younghoon tentang siapa ayah yang sudah menelantarkannya.”
heechul mendidih mendengarnya. tangannya terkepal kuat di atas paha. “joohyun, sebenarnya kau ini tulus tidak? aku tahu dan aku paham atas perlakuanku di masa lalu. tapi aku mohon, bisakah aku mencoba membangun citra baru di depannya?”
merasa atmosfer di sekitarnya mulai memanas, jeonghan pun bertindak, “em... uhm! sudah-sudah, lebih baik aku sudahi saja pembicaraan kali ini.” tandasnya, “untuk joohyun, kau harus berusaha berbicara secara perlahan pada younghoon, oke? dan untuk heechul, persiapkan kata-kata terbaik yang ingin kau sampaikan pada anakmu ketika ia sudah siap nanti, bagaimana?”
jeda tercipta cukup lama sebelum akhirnya kedua orang tua younghoon itu mengangguk. hembusan napas lega mengiringi senyuman jeonghan, ia berharap semoga semuanya akan berjalan lancar.
❄️❄️❄️
ini bukan malam pertama yang younghoon lewati dengan berdiam diri di atas ranjang rumah sakit. mungkin terhitung puluhan malam pernah ia lewati di dalam ruangan serba putih ini dengan bermacam penyebab yang berbeda. tapi entah kenapa, sejak hari dimana seseorang mengaku sebagai ayahnya, malamnya di rumah sakit tidak pernah sama lagi.
terutama malam ini, ketika sang ibu dan sunwoo pamit pulang sejenak untuk mengambil pakaian ganti, dan meninggalkan younghoon bersama pikiran-pikiran yang mendadak hinggap di kepalanya.
pergerakannya yang terbatas membuat ia tak bisa melakukan aktivitas yang mungkin bisa mengusir beban pikirannya. sehingga ia terjebak dengan pikirannya sendiri.
jika semula ia berpikir bahwa dirinya sendiri malam ini, maka perkiraannya salah. karena ada juyeon yang baru saja kembali setelah mendatangi kedai dessert di dekat rumah sakit.
pintu ruangan yang terbuka itu agaknya mengejutkan younghoon yang sedang melamun. senyuman tipis ia berikan pada juyeon yang masuk sambil menenteng sesuatu di tangan kanannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
white
Fanfiction⚠️ suicidal thoughts, rape, violences, trauma, bruises & blood mention. ⚠️ [ jubbang fanfict ] turunnya salju pertama, menjadi waktu dimana juyeon menemukan serpihan hatinya, dan younghoon yang menemukan malaikatnya. #1 in jubbang #1 in bbangju #6...