Seoul,Musim Gugur 2019.
"Aku ingin hidup"
Untuk kesekian kalinya Kim Taehyung melempar batu yang sedari tadi berada dalam genggaman ke hamparan Sungai Han yang ada di hadapannya, Dua puluh menit sudah ia berdiri dan hanyut dalam pikirannya sendiri...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Alamatnya sesuai Aplikasi ya Nona jalan Haengnidan Nil Blok A?" "Benar Ahjussi." Sara membuka setengah jendela mobil itu untuk menghirup udara Musim Gugur yang menyegarkan, sepulang Sekolah tadi, Mamanya meminta Sara untuk mengambil baju pesanan di tempat langganan Designernya sejak dulu, nitanya untuk menemani teman-temannya latihan dance terhalang saat setengah jam yang lalu ia mendapatkan telepon dari Mamanya. Tiba-tiba matanya menyipit saat melihat Tiga laki-laki yang tengah mengeroyok salah satu siswa mengenakan seragam yang sama dengannya."Ahjussi tolong berheti!" Taksi itu langsung berhenti di persimpangan jalan membuat Sara keluar dan sedikit berlari menuju orang-orang yang tengah melayangkan pukulan mereka tanpa henti membuat Sara geram melihat ketidakadilan itu. Tempat itu sangat sepi namun hal itu tak mengurungkan niat Sara untuk menjauh, malah gadis itu semakin mendekati mereka. Sara hanya berdiri dengan jarak lima meter dari mereka. "Hei!! Mainnya keroyokan nih?" Ucapnya lantang membuat mereka menghentikan aktivitasnya dan memandang Sara bingung yang datang entah dari mana. Salah satu dari mereka menghampirinya dan memandang Sara remeh, namun dengan cepat tangannya meraih lengan laki-laki itu dan membantingnya dengan satu kali hentakkan yang menyakitkan, laki-laki itu langsung menjerit kesakitan. Dua lainnya juga berlari menghampirinya, Sara menendang perut salah satu dari mereka dan satunya lagi ia layangkan beberapa pukulan di wajah dan Kakinya. Intensitas Sara yang cukup terlatih membuatnya tak pernah mendapatkan pukulan, ketiga laki-laki itu langsung pergi dari tempat itu saat Sara berkata ia akan menghubungi Polisi.
Sara langsung berlari menghampiri siswa sekolahnya yang sudah terkapar tak berdaya, ia membawa tubuh laki-laki itu menghadapnya. "T..Tehyung???" Sara tersentak dan menutup mulutnya kaget saat mengetahui laki-laki yang dikeroyok tadi adalah Tehyung. Apa yang laki-laki ini telah lakukan hingga membuatnya berakhir babak belur seperti ini? Pelipis dan ujung bibir nya berdarah, Sara masih menatap Tehyung heran, laki-laki itu hanya memegangi perutnya yang terasa nyeri, sembari mewanti-wanti sekelilingnya dan menghiraukan Sara yang telah menolong hidupnya.
Nyesel banget aku tolongin, bilang makasih kek apa kek dasar batu! batinSara menatap Tehyung jengkel, mereka sudah berada disalah satu meja di depan Toserba setelah Tehyung selesai membeli Es batu, Air serta Obat merah. "Liatnya biasa saja," ucap Tehyung yang tengah mengompres lukanya sendiri dan melihat tatapan sinis dari Sara yang diperuntukkan untuknya. Sara hanya memutar matanya malas dan memalingkan pandangan menatap jalan raya, terdengar suara ringisan kecil dari mulut Tehyung membuat Sara kembali menatap laki-laki itu, ia merasa sedikit kasihan karena wajah Tehyung benar-benar banyak sekali luka. "Sini kubantu," Sara merampas es batu dari tangan Tehyung kemudian memajukan kursinya lebih dekat, Sara kembali menghirup wangi red velver Rose and oud yang sangat khas dari tubuh laki-laki itu. ia mengompres wajah Tehyung dengan hati-hati, meneliti setiap sudut wajah tampan laki-laki itu yang penuh luka di mana-mana, dan muka poker face yang selalu Tehyung tunjukkan. Mungkin jika ia tersenyum akan terlihat semakin tampan. "Lain kali tidak usah ikut campur." Sahut Tehyung dingin. Apa katanya? Padahal Sara sudah sangat ikhlas menolongnya dari kematian, karena ketiga laki-laki tadi sangat membabi buta menghantam Tehyung tanpa henti. Sara tanpa sadar menekan-nekan Es batu itu ke wajah Tehyung sekuat tenaga."Ahh gila sakit!" Tehyung menepis tangan Sara seraya meringis kesakitan, Sara melempar es batu itu ke atas meja, kemudian berdiri dan menatap Tehyung kesal. "Kau itu manusia atau robot?! Tidak punya hati nurani ya?? Aku sudah membantumu, apa mulutmu itu tidak bisa berucap terima kasih?" Suara Sara meninggi dengan tangan yang sudah berkacak pinggang karena emosi. "Aku tidak memintamu menolongku," ucapnya datar membuat Sara semakin menatap Tehyung sangar. "Jika tahu itu kau juga sudah pasti kubiarkan! Untuk apa juga aku berlama-lama dengan manusia batu sepertimu!" Sara hendak pergi namun Tehyung tiba-tiba menarik tangan Sara membuat Sara langsung menepisnya kasar."Lepas!" Tehyung ikut berdiri dan meraih tubuh Sara, kemudian mendudukkannya kembali. "Apa-apaan nih!" protes Sara tak terima. Alih-alih menatap Sara, mata Tehyung brgerak ke kiri dan kanan mewanti-wanti sekitar. "Kau lupa aku sudah mengalahkan orang-orang yang mengeroyokmu tadi? Kau mau seperti mereka juga?" Sara mencoba untuk berdiri, namun kekuatan Tehyung yang menahan pundaknya jelas lebih besar darinya. "Lihat orang-orang yang terus menatap kita di sebrang sana," Tehyung mengarahkan kepalanya, membuat Sara menoleh dan melihat ada sekitar delapan siswa yang berseragam sekolah yang sama dengan tiga siswa yang ia lawan tadi. Namun kali ini mereka membawa senjata.
"Lepaskan aku! Aku tidak punya urusan dengan mereka!" " Cugulle? (Kau mau mati?) Aku tidak ya!" Tehyung menekankan suaranya namun masih berharap agar Sara bisa di ajak bekerja sama."Kau saja yang mati! Aku tidak kenal mereka," "Ini akibatnya karena kau ikut campur," suara Tehyung mulai dingin."Sekarang ikuti kata-kataku kalau kau mau aman." Sara menggigit bibir bawahnya kemudian menghela nafas kasar. "Sekarang apa?" Tanyanya kesal. "Bisa lari?" "Menurutmu?" "Jawabanmu tidak meyakinkan," "Pertanyaanmu juga tidak membantu sama sekali," "Ini membantu, bisa lari kencang tidak?" "Lumayan," "Oh ayolah kita harus lari ke taksi itu sebelum mereka menghampiri kita duluan." Itu adalah kalimat Tehyung yang paling panjang yang pernah Sara dengar untuk dirinya. Sara melihat taksi itu sekilas kemudian mengangguk pelan. "Ok bisa." Sara berdiri dan menatap Tehyung pasti. "Yakin?" Tanyanya sedikit meragukan Sara. "Buruan tidak?!" "Ok 1..2..3.. lari!!!"
Tehyung dan Sara berlari sangat kencang membuat segerombolan laki-laki yang ada di sebrang jalan mengambil ancang-ancang untuk menyebrang dan mengejar mereka, Sara tertinggal jauh di belakang Tehyung. Tehyung tiba-tiba memperlambat larinya menunggu Sara, ia meraih tangan Sara agar bisa menyamakan larinya, tangan mereka tergenggam jadi satu, Sara hanya pasrah karena tenaganya hampir habis, selangkah lagi menuju taksi dan mereka berdua langsung berhamburan masuk ke dalam. Mereka sama-sama mengatur nafas yang sudah habis, Sara yang baru saja menyadari tangannya dan tangan Tehyung masih tergenggam, mebuatnya buru-buru melepaskannya.
"Ini semua gara-gara kau menyumpahiku di gebuk massa tadi pagi, kau jadi kena batunya kan!" ucap Tehyung masih terengah-engah. Mendengar itu Sara mengangkat satu alisnya dan melotot ke arah Tehyung. Ia tak menyangka Tehyung mendengar sumpah serapah yang di lontarkan untuknya di Rooftop tadi."Pak ke Alamat Haengnidan Nil Blok A ya," Alih-alih menjawab perkataan Tehyung tadi, Sara malah melihat ke arah sopir Taksi yang ada di depan mereka."Jangan Pak ke Alamat Songnidan Hil Blok J dulu." Sara langsung melirik Tehyung yang sedang menatap keluar jendela."Alamat siapa?" Tanyanya ketus."Rumahku," "Apa? Antar aku dulu, Leadies first oke?" "Kau mau mati diikuti mereka?" Tehyung kemudian menoleh ke arah Sara. "Memang itu urusanmu? Kalau di pikir-pikir juga aku tidak pernah memintamu untuk menempelkan plester di Kakiku !" Ucap Sara ketus. Sejak kapan ia menjadi gadis judes dan dingin seperti ini? Jawabannya adalah sejak berurusan dengan mahluk menyebalkan bernama Tehyung.
"Itu memang bukan urusanku, tapi aku tidak mau berurusan dengan poLisi dan menanyakan perihal kematianmu di depanku. Jadi lebih baik kau ikut ke Rumah nanti biar aku yang mengantarmu pulang. Plester luka itu untuk permintaan maaf temanku yang sempat tidak sengaja menabrakmu , ngerti?" Dan ini adalah kalimat terpanjang kedua setelah kalimat pertama tadi untuknya. Sara hanya berdecak sebal, ia muak berurusan dengan laki-laki yang tidak punya hati nurani itu. Bahkan hanya dia satu-satunya orang yang bisa membuat Sara memperlihatkan sisi galak, judes dan dingin dirinya. Dan ini tidak baik untuk Sara. Sara meregoh isi samping tasnya dan mengeluarkan plester luka polos berwarna pink mencolok, di tempelnya plester luka itu ke pelipis Tehyung yang robek."Biar impas, meski ini bukan ulahku yang membuat wajahmu babak belur." Tehyung hanya terdiam menatap wajah Sara dengan larut dalam pikirannya sendiri.
~~~
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.