2. Ikatan Masa Lalu

862 146 19
                                    

Aku kangen. Hanya membutuhkan dua kata yang dikirim Adnan di aplikasi whatsapp untuk membuat hati Nara tak menentu rasa. Nara ingat waktu dia beri tau Adnan kalau dia akan menikah, lelaki itu mengamuk. Membanting gelas dan piring sampai-sampai mereka menjadi pusat perhatian pengunjung lain café tempat mereka bertemu. Dan sudah pasti mereka disuruh keluar oleh manager café karena menganggu kenyamanan dan keamanan.

Di luar café, lelaki itu masih memakinya. Padahal mereka sudah tidak ada hubungan apa-apa. Malah Adnan berdalih Nara lah yang membuat-buat foto setengah bugilnya dengan Anita agar ada alasan buat Nara memutuskan hubungan, kenyataannya Nara lah yang selingkuh sampai sudah merencanakan menikah. Ingin Nara pukul saja kepalanya dengan hak sepatu yang saat itu Nara pakai.

Ya tapi begitu. Se-toxic apapun Adnan, hatinya masih bisa memaafkan dan tetap mencintai.

Kenapa sih, perempuan kalau bego nggak nanggungung-nanggung?

"Ada masalah?" tanya Refan. Ternyata lelaki itu sudah selesai rapih-rapih untuk bekerja.

Karena pembangunan jalan tol pemerintah lagi gencar-gencarnya, Revan jadi nggak bisa ambil cuti lama-lama. Cuma tiga hari dari sehari sebelum acara sampai seharai setelah acara. Sementara Nara sih sengaja ambil cuti nggak lama-lama dengan alasan nggak bisa. Awalnya karena dia pikir akan malas dirumah. Tapi sikap Refan yang begitu pengertian tanpa disadari ternyata membuat Nara nyaman.

Nara menggelangkan kepala, seraya memasukan ponsel kedalam tasnya. "Nggak ada. Emang nggak apa-apa kalau Mas nganter aku kerja dulu? Nggak kesiangan?"

"Nggak, lah, baru juga jam segini. Kamu udah siap, kan? Mau berangkat sekarang?"

"Udah kok. Tapi kita nggak akan boleh berangkat sama mama kalau nggak sarapan dulu."

"Oh iya!" ujar Refan sambil tersenyum, mengikuti langkah Nara keluar dari kamar. "Aku lupa ini di rumah mertua. Biasanya kalau di rumah sendiri nggak ada sarapan."

"Kenapa?"

"Nggak ada yang bikinin." Refan nyengir kuda. Cengiran yang khas sekali. Lama-lama Nara bisa kesemsem deh sama kuda. Canda kuda.

"Oh, di rumah Mas Refan nggak ada pembantu, yah?"

"Ada sih, cuma dua kali seminggu datengnya untuk rapih-rapih dan cuci-setrika. Tapi nanti kalau kamu udah di rumah aku cari yang nginep di rumah. Selain bantu-bantu juga buat nemenin kamu kalau aku pulang malem, biar nggak iseng sendirian."

Ya tuhan, sampe segitunya Refan mikirin Nara. Pokoknya mulai sekarang Nara harus bersikap baik sama Refan. Jadi selama sarapan Nara melayani Refan seperti Mama melayani Papa, sampai Mama terlihat bangga sekali sama anak perempuannya. Yah, Mama sih nggak tau aja.

"Nanti Mas Refan pulang jam berapa?" tanya Nara setelah Refan menghentikan mobilnya di depan kantor Nara.

"Belum tau sih, emang kenapa?"

"Nggak, kalau Mas bisa makan malam di rumah ada permintaan khusus nggak? Biar aku masakin."

Refan yang tidak mengangka Nara akan menanyakan itu, langsung berbinar, kemudian tersenyum anatar malu dan senang. "Bener nih kamu yang mau masakin? Bukan Mama?"

Nara yang sedikit tersinggung tanpa sadar memukul lengan Refan pelan. "Ih, beneran. Asal jangan minta buatin yang ribet-ribet sih aku bisa."

"Iya udah kalau gitu buatin yang terenak yang kamu bisa, nanti aku pulang sekitaran jam makan malam."

"Iya udah, pokoknya apapun yang aku masak harus dimakan, ya! Awas aja kalau nggak!"

Revan terkekeh seraya menagngguk.

SUAMI IDAMANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang