PD-Keempat

185 6 0
                                    

Rani sedang belajar di kamarnya, malam seperti ini adalah waktunya untuk mengerjakan pr sekolahnya. Tinta pulpennya mendadak habis, dengan kesal ia mengambil bulpoin lainnya tapi tidak ada. Jalan satu-satunya ke kamar Reza.

Saat masuk di kamar Reza, Rani berjalan kearah meja kerja kakaknya.

"Bang Eja, bagi pulpen yah." Ucapnya lalu mengambil satu buah bulpoin kakaknya. Saat ini Reza sedang tidak di rumah, Reza sedang berada di rumah sakit.

Saat hendak keluar dari kamar kakaknya, Rani melihat sebuah koper yang tertutup rapat di atas kasur kakaknya.

"Koper?"

"Bang Eja mau kemana?"gumamnya, ia berjalan mendekati koper kakaknya dan memeriksanya.

"Hah, Abang mau bepergian? Kenapa ga ngomong?"gumamnya, Rani akhirnya memutuskan untuk keluar dari kamar Reza.

  ***

Keesokannya, pagi-pagi sekali Reza bergegas untuk menyelesaikan semuanya. Ia menatap pintu adiknya Rani yang tertutup rapat, Reza menggeleng kecil lalu mengetuknya.

"Ceklek"

Belum Sempat ia ketuk, pintu itu terbuka lebih dulu menampilkan adiknya yang masih berpakaian tidur.

Rani menatap penampilan Reza dari bawah hingga ujung rambut. Rapi, tampan dan bersih. Hal yang tidak bisa dipisahkan dari sang kakak.

"Hari ini kamu bawa kendaraan sendiri,"Reza menyodorkan kunci motor adiknya, melihat itu Rani tersenyum berbinar dan meraih kuncinya, dengan gesit Reza menariknya kembali membuat Rani menatapnya kesal.

"Jangan pergi jauh-jauh,"ucapnya. Rani mengangguk patuh lalu berniat merampas kuncinya, tapi lagi-lagi Reza menjauhkan kuncinya.

"Janji?"tanya Reza, Rani menghembuskan nafasnya kasar.

"Iya janji Abang." Ucapnya kesal, Reza mengangguk lalu memberikan Rani kunci.

"Satu minggu Abang ada urusan diluar kota." Ucap Reza memberitahukan, Rani kini mengerti dengan koper yang semalam ia lihat.

"Jadi Rani sendirian dung?"tanyanya, Reza mengangguk kecil.

"Jangan kemana-mana tanpa seizin Abang, paham?"tanya Reza, Rani mengangguk kecil.

"Tunjukkan amanahmu Ran, Abang punya konsekuensi kalau kamu melanggar."

"Iya bang tenang aja."

"Sulit dipercaya." Ucap Reza jujur, lalu berbalik meninggalkan Rani yang menatapnya kesal.

   ***

5 jam perjalanan dengan kendaraan pribadi, Reza bersama satu dokter lainnya dan dua orang perawat baru saja sampai di depan puskesmas kecil di desa yang mereka tuju.

"Tak rugi, kita menarget puskesmas ini." Ucap Dokter berambut ikal itu yang bernama Arif yang disapa dengan panggilan Dokter Ari.

Reza hanya bergeming, sejatinya ini program Ai dan Arif bukan dirinya. Tapi tak apa, lagian ini jiga bagian dari tugasnya.

"Kalian sudah datang." Keempat orang itu menatap pria paruh baya dengan rambut yang sudah memutih dengan kaca mata tebalnya, dengan balutan jas putih. Sepertinya dia dokter di puskesmas ini. Dokter itu itu bernametag Dr. Moyo.

Mereka berempat disambut hangat oleh para staf yang ada di puskesmas desa kecil itu. Reza tak henti-hentinya memperhatikan lingkup puskesmas yang akan menjadi tempatnya bekerja dalam sepekan ke depan.

"Besok kalian sudah bisa melakukan sosialisasi dan bantuan kesehatan di SD Islam yang ada di desa ini." Ucap dokter Moyo setelah memperlihatkan semua ruangan yang ada di puskesmasnya.

Pak Dokter (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang