27. Duapuluh Tujuh

112 8 0
                                    

Kejutan dalam hidup itu selalu ada. Hadir bagai cahaya terang atau bagai kabut gulita
-Miyumyy-

****

Drt..

Drt..

Reza yang begitu terlelap dalam tidurnya, terbangun oleh ringtone hp yang berdering nyaring. Sedikit menyesal karena lupa mengaktifkan mode silent sebelum tidur.

Kesadaran yang belum utuh membuat ia harus meraba-raba asal mencari ponselnya. Tepat di balik bantal sampingnya. Matanya masih buram membaca nama yang menelponnya.

"Astaga, Ri." Dengan kesal Reza mengangkat telponnya dengan mata yang kembali terpejam. Begitu berat matanya untuk dibuka.

"Ja, bangun!"

"Hm!"

"Urgent!"

Mendengar kata itu Reza langsung bangun duduk, meski kepala sempat sakit karena bangun mendadak.

Kata urgent biasanya untuk pasiennya di rumah sakit. Ada apa? Apa Gavin down lagi?

"Iya Ri, katakan!"

"Kau sudah nonton berita pesawat jatuh pagi tadi?"

"Belum, kenapa?"

"Titik jatuh pesawatnya sudah ditemukan."

Reza mengusap matanya, lalu apa hubungannya dengan Arif menghubunginya malam seperti ini. Kan bisa bicarakan besok di rumah sakit.

"Kita lanjut besok saja, Ri! Sekalian besok saya baca berita detailnya."

"Buka sekarang juga, Ja! Ini penting!"

"Tinggal katakan--"

"Cepat Reza!"

"Iya!"

Reza bangun dari tempat tidurnya, ia berjalan ke arah meja kerjanya dan menyalakan laptop yang langsung terhubung dengan wifi rumah.

Tanpa mematikan sambungan telpon. Reza membuka situs internet isu yang dibahas Arif. Malam seperti ini Arif justru menyuruhnya membaca berita, yang seharusnya bisa besok saja dibaca.

Ntah kenapa, Reza menjadi tidak tenang. Tangannya bahkan tremor menekan tombol keyboard di laptopnya. Faktor nyawanya yang belum pulih seutuhnya.

"Udah dapat?"

"Hm!"

"Buka daftar nama-nama korban, Ja!"

"Sabar, jaringan!"

Saat garis biru itu full. Tampak judul berita itu yang hampir sama menawarkan untuk dibaca. Berita terhangat untuk ditampilkan pada media massa.

Reza masuk pada salah satu blog dan membaca sedikit topik berita itu, ada 56 korban jiwa yang meninggal dunia. Anak-anak 5 orang, pria dewasa 37 dan wanita  14 orang.

"Dapat, Ja?"

Disadarkan oleh Arif, Reza akhirnya meninggalkan jejak bacaannya dan memilih scroll ke bawah, melihat sub yang Arif suruh.

Nama-nama korban pesawat jatuh.

116 korban jiwa.

Reza membaca dari nama pertama hingga akhir. "Sudah kau baca?"

"Iya!"

"Apa yang kau temukan?"

"116 korban jiwa, Ri.  Pesawat diduga mengalami mati mesin di tengah--"

"Bukan itu, Ja. Tolong fokus. Baca nama-nama itu dengan baik. Jangan baca cepat. Cepat! Jangan buang-buang waktu!"

Reza menghembuskan nafasnya kasar. Arif selalu saja mendesak. Tapi ia tetap menuruti apa perkataan Arif. Reza kembali membaca nama-nama korban satu persatu dengan pelan-pelan. Ia membaca nama lengkap dari semua pasien.

Pak Dokter (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang