PD-Tujuhbelas

129 5 1
                                    

Timing UP!

Jangan lupa bersholawat untuk hari ini, ya Readers💙

Happy Reading all 👋

***

Hati memang tak bertulang, tapi jika ia dipatahkan. Ia mampu mempengaruhi seluruh tubuh.

-Reza-

Di kamar rumah sakit, Gavin menatap Reza yang sejak tadi duduk tanpa bersuara. Sudah stengah jam dokter tampan itu datang dan sama sekali belum membuka topik.

Tak jauh beda, Gavin juga hanya diam menunggu sang dokter membuka topik lebih dulu.

Gavin berpikir sejenak, ada apa dengan dokter tampan itu. Gavin berfikir keras, bagaimana caranya ia bisa mengalihkan perhatian dokter tampan itu dari segala pikirannya.

"Tok tok." Gavin mengetuk punggung tangan kirinya, menganggap punggung tangan kirinya itu sebagai daun pintu.

Seketika Reza menatap perlakukan anak kecil itu. "Aku tidak tahu, ada apa dengan manusia di hadapanku. Dia datang kemari dan langsung duduk, bahkan tidak menanyakan kabarku."

Mendengar itu Reza menautkan keningnya dan menatap Gavin begitu lekat. Wajah mungil yang begitu pucat dipandangnya.

"Serumit apa permasalahan orang dewasa? Sampai membuat orang ini diam seribu bahasa."

Seketika Reza tersenyum tipis, merasa geli dengan dialog mandiri bocah kecil itu.

"Sok tahu."Reza menggelengkan kecil.

"Baik," Reza menarik nafasnya panjang lalu menatap Gavin lekat. "Bagaimana keadaanmu pasien kecil?"

Gavin terdiam, tak langsung menjawab. Alis sebelah kirinya bergerak naik ke atas tanpa diikuti alis kanannya. Ia berpikir bak profesor yang sedang mengamati suatu hal.

Mendapatkan tatapan penuh selidik, Reza memperbaiki posisi duduknya lalu memperbaiki kemejanya.

"Dokter, apa kau tengah patah hati?"

Jleb.

Reza tertegun mendengar pertanyaan gamblang itu. Yah terdengar sangat gamblang dari lisan bocah kecil yang ada di hadapannya. Tidak pantas saja bocah itu bertanya hal itu.

Gavin masih stay dengan garis wajah yang seperti semula, ia hanya bertanya asal tapi respon dokter di hadapannya itu terlihat sangat aneh.

"Aku banyak membaca, ketika seorang pria sedang patah hati maka ia akan--"

"Tidak baik anak di bawah umur membaca tentang hal seperti itu."Reza menggeleng kecil.

Gavin gak bersuara, ia hanya terus menatap Reza yang menjalankan pemeriksaannya.

"Syukurlah, keadaan mu baik." Reza melepaskan tetoskopnya dan sengaja melingkari tungkai lehernya.

Gavin mengangguk kecil mendengarnya.
"0.5% aku percaya." Tuturnya dengan senyuman tipis. Spontan Reza menatapnya.

"Kau sok pintar lagi."

"Hahaha." Gavin tertawa lebar, meski begitu terlihat tawa itu tak selepas tawa orang yang sehat.

"Dokter Reza. Kau berbohong, nyatanya badanku lemah. Aku tidak baik-baik saja. Nyatanya semakin bertambah hari, aku semakin lemas." Gavin menyudahi tawanya dan tersenyum kecil.

Reza tak merespon. Ia tengah berpikir apa yang harus ia lakukan untuk menghibur pasien kecilnya.

Reza duduk tegap lalu menyodorkan kedua tangannya yang terkepal.

Pak Dokter (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang