"The artist sees what others only catch a glimpse of."
-Leonardo di ser Piero da Vinci-
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
2017
"Selamat sore! Selamat datang di rumah!"
"Iya. Hai."
"Bisa-bisanya kamu tidak datang kemarin, padahal aku sudah kirim pesan. Sangat mengecewakan. Kamu pasti tidak pernah tahu rasanya menunggu seseorang." Jimin yang menyambut dalam mode pegawai ramah seketika beralih menjadi teman bawel.
Gyeon Haewon hanya mengangkat sebelah alis singkat lalu melenggang cuek ke meja paling pojok tanpa basa-basi. Sambil menaruh tas, ia merogoh saku mantel dan mulai sibuk sendiri dengan ponsel. Secara total mengabaikan Jimin yang mengekorinya.
"Hei, Gyeonhaㅡoh, maaf," Pemuda Park menahan ucapan ketika menyadari seseorang berdiri tepat di belakangnya. Dia buru-buru bergeser, siap membungkuk minta maaf, namun kemudian netranya melebar. "Loh?! Kok?!"
Choi Seungcheol yang baru saja masuk sambil menurunkan tudung sweater hanya mengedikkan bahu santai, mengulas senyum miring lantas segera duduk di sebelah Haewon, dan mulai menyapu pandangan ke penjuru kafe. Ekspresinya tampak takjub. Suatu reaksi yang selalu terlihat di wajah pengunjung Homi Café. Alih-alih bangga akan keindahan tempat kerjanya, Jimin malah menepuk dahi sendiri.
"Bos?"
"Hm?"
"Kenapa Bos di sini?"
Seungcheol mengeryit. "Wow, Jim? Baru pindah kerja sebentar sudah lupa cara menyapa pelanggan?"
"Bukan begitu. Bos datang dengan dia?" telunjuk Jimin menunjuk Haewon, seketika melongo saat lawan bicara mengangguk. "Kalian saling kenal?!"
"Seoul itu ranting pohon dan Distrik Jung cuma selembar daun yang baru tumbuh. Tidak perlu kaget."
"Tapi aku tidak pernah mengira ... wah ... Gyeonha, sejak kapan kalian kenal?"
Gadis yang disebut namanya spontan menoleh sekilas, kembali menekuni entah apa di layar ponsel sambil merespons sederhana. "SD ... kelas tiga, mungkin?"
"Dulu kami tetangga. Kemudian aku pindah ke kompleks lain," tambah Seungcheol ringan.
"Kenapa tiba-tiba sekarang datang bersama?"
"Dia yang mengajakku."
"Gyeon Haewon ..." keluh Jimin dengan nada tidak percaya, "kenapa mengajak orang ini sih?"
Gadis itu mendongak, menatap langsung pada netra lawan bicara, lalu mengerjap sekali. "Americano saja. Trims."
Di samping, Seungcheol terbahak keras. Si pemuda cepat-cepat menutup mulut dengan sebelah tangan tatkala menyadari suaranya melampaui batas volume normal. Dia menunduk. Setengah mati berusaha menahan diri agar tidak kembali meledakkan tawa.
"Tempat pesannya di sana." Jimin berujar ketus.
"Kalau tidak salah ingat, ada yang pernah bilang aku bisa memanfaatkan teman selagi dia kerja di sini."
Jimin merotasikan mata, hendak menanggapi ucapan Haewon tepat ketika Seungcheol berdiri cepat seraya tersenyum jahil. "Tenang, aku bisa pesan buat kamu. Aku teman yang baik kok. Americano saja?"
"Iya," angguk Haewon, menyerahkan lembaran won, "kamu pesan juga. Kutraktir."
"Tidakㅡ"
"Untuk ganti yang tadi. Jangan membuatku berutang."
KAMU SEDANG MEMBACA
GENTILESCHI
FanfictionSebuah penerbit major di Seoul menerima paket berisi komik anonim setiap dua minggu. Disertai surat ancaman, kantor terpaksa menerbitkannya. Namun siapa sangka, dengan heroine kuat dan topik feminisme yang masih dianggap tabu di Negeri Ginseng, komi...