06 - Manatee

124 9 6
                                    


"The soul becomes dyed with the colour of its thoughts."

- Marcus Aurelius Antoninus -


▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬


2017


"Isn't it too early?"

Ara berhenti mengiris wortel, lantas menoleh ke samping hanya untuk menemukan Seo Youngho sedang mengusap wajah sambil menguap dan bersandar di dekat lemari pendingin. Dia masih mengenakan kaus polos serta celana basket. Proporsi tubuh yang menjulang tinggi ditambah bahu lebar nan kokoh membuat pemuda itu tampak konyol dengan sandal bulu bergambar karakter Totoro.

"Ini jam lima kurang lima belas," respons Ara singkat, sambil kembali menekuni bahan masakan.

"Aku tahu. Makanya, isn't it too early?" Youngho meraih gelas dari rak dan melangkah menuju dispenser. "Masak untuk siapa sepagi ini?"

"Untuk... diriku sendiri. Mengisi waktu luang? Begitulah."

Mata Youngho menyipit. "Kamu tidak tidur, ya?"

"Mana mungkin? Tidur, kok."

Gadis Yo memalingkan wajah sesaat, mendapati Youngho menatap penuh rasa curiga seraya duduk perlahan di kursi dekat table. Namun ia memilih tidak berkomentar lebih banyak jika mengingat keadaan semalam. Walaupun tak mengatakan apa-apa, Youngho pasti sudah tahu. Kalau tidak, mana mungkin pemuda itu rela keluar dari bioskop hanya untuk menjemput Ara di kediaman Keluarga Wang, pada saat tengah malam, dan dalam keadaan bensin mobil hampir habis pula?! Bahkan dia sudah memesan tiket midnight cinema sejak lima hari lalu dan kemarin malah pergi begitu saja di tengah penayangan!

"He told me nothing," kata Youngho tiba-tiba, menunggu Ara menoleh lagi, lalu melanjutkan santai, "he just asked me to pick you up, with no reason."

"Kamu keluar dari bioskop dan tidak sempat isi bensin cuma karena dia menyuruhmu?"

"He asked. Dia minta tolong. Dia tanya baik-baik, 'bro, bisa tolong jemput Ara di alamat ini' dan mengirim peta lokasi. Bukan menyuruh. Oke? Chill, Ra. Kenapa kamu kedengaran kesal?"

Ara menghela napas panjang, meletakkan pisau, mencuci tangan, lantas bergabung dengan Youngho. Gadis itu terlihat gundah. Malam pertama setelah kembali ke Distrik Jung ternyata tak berjalan seperti yang diinginkan. Ia tidak pernah menduga kalau harus mendebat ibunya sendiri di hadapan Kim Seokjin; menggunakan suara rendah yang jelas terdengar mengintimidasi dan tidak sopan.

"Lucu sekali. Aku tidak pernah bilang 'iya' lalu tiba-tiba Kim Seokjin sudah memanggil Ibu dengan sebutan 'mertua'?"

Itu di tengah makan malam. Ibu bahkan baru saja menyuap sesendok sup asparagus. Ara benar-benar melakukan kesalahan karena tidak berusaha menahan emosi. Meski tidak marah, rasa jengkel bercampur lelah pasti membuatnya tampak menyebalkan. Ia bertingkah tanpa memikirkan perasaan ibu, apalagi Kim Seokjin.

"Youngho," panggil si gadis sambil menopang dagu. "Memang pernah ada, ya, omongan soal pertunanganku?"

Si sepupu menyilang kaki, bergeleng pelan. "Seingatku tidak. Tapi bukannya kalian sudah dikenalkan sejak lama? Kamu masih sekolah waktu pertama kali bertemu Seokjin, kan?"

"Iya. Aku ingat diminta datang ke restoran untuk makan siang bersama."

"Nah. Jadi bukan sesuatu yang mengejutkan kalau tiba-tiba Nyonya Shin menyebutnya menantu. Ayah dan ibumu pasti sudah merencanakan ini sejak lama."

GENTILESCHITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang