Gadis mendesah pasrah lagi-lagi hanya segitu dia mampu merangkai kata-kata.
"Aku kehabisan ide," kata Gadis itu mendesah frustasi.
"Ternyata menulis tidak semudah yang aku kira. Bagaimana mereka bisa menulis sampai ribuan kata." Gadis itu menengkulupkan wajahnya ke meja.
"Aku ada ide." Gadis itu langsung menyambar jaket, menyepol rambutnya yang tergerai lalu dengan tergesa-gesa memakai sepatu ket. Tak lupa dia mengambil tas kecil yang didalamnya selalu ada note kecil.
Dengan tergesa-gesa dia menuruni tangga. Seorang gadis-gadis seusianya tengah tergeletak tidur dengan posisi sesukanya. Ada yang tidur dengan kaki di atas tembok, ada yang berpelukan dan ada yang bergeser kepala menjadi di bawah. Hati-hati dia melangkah karena takut membangunkan.
"Mau kemana Fiyya?"
"Mau keluar mau ikut?" Gadis yang bertanya itu menggeleng langsung kembali menaikan selimutnya.
"Kalau bundaku ada di sini kena ceramah kalian semua. Jam lima pagi gadis belum bangun gimana kalau udah nikah," gerutu Fiyya.
"Jawab saja ngurusin suami dulu buk makanya begadang. Nanti juga paham kok," sahut seorang gadis yang tetap memejamkan mata sambil memeluk erat sebuah guling bermotif Doraemon.
Fiyyatun Nafisah--seorang gadis biasa yang mendadak menyukai tulisan-tulisan dan bertekad untuk menjadi seorang penulis. Fiyya adalah orang yang realistis selalu merencanakan semuanya sebelumya. Saat bersekolah SMA dia sudah berpikir untuk mengikuti kursus agar saat lulus memiliki keahlian disamping jurusannya. Terkenal dengan wanita yang sangat menyukai dengan angka hingga bertekad mengambil jurusan matematika.
Orang bisa berencana namun semesta selalu mengambil alih mengacaukan semuanya. Hidup Fiyya sempat kacau karena tidak diterima di jurusan matematika setidaknya dia masih bisa masuk jurusan akuntansi.
Fiyya berjalan santai sambil menghirup udara pagi yang sejuk. Merenggangkan tangannya untuk melemaskan badannya. Menyapa beberapa orang yang ditemuinya dengan senyumannya.
"Pagi Pak, Bu."
Seperti biasa Fiyya memilih satu bangku kosong. Mengambil buku note biru lalu memejamkan matanya. Menarik nafas dalam-dalam kemudian menghembusnya. Perlahan-lahan dia mulai membayangkan apa yang ingin ditulis, merasakannya agar bisa benar-benar total menuliskannya.
"Mbak, kalau kamu terpejam nanti dikira minta cium orang yang lewat loh."
Sebuah suara laki-laki memecahkan konsentrasinya. Ketika matanya terbuka dia terkejut karena wajah laki-laki itu begitu dekat dengan wajahnya hingga tanpa sadar menjatuhkan bukunya. Tanpa berpikir panjang langsung mengambil tas selampangnya lalu berlari.
"Mbak ... jangan lari." Laki-laki itu terus mengejarnya hingga Fiyya memutuskan berbelok dan sembunyi.
"Untung sempat lari." Fiyya merapikan rambutnya yang kusut tak kalah dengan paginya yang kusut lalu beranjak pergi kembali ke tempatnya berpulang satu-satunya saat ini.
Dering ponsel berbunyi.
"Hallo," kata Fiyya.
"Maaf Fiyya, aku tidak bisa ikut observasi. Teman-teman juga bilang tidak perlu buru-buru. Masalah laporan mudahkanlah nanti satu hari juga jadi," kata seseorang dari seberang telpon.
"Tidak begitu. Memang terkesan mendadak dan buru-buru tapi kalau tidak sekarang lalu kapan? Minggu besok kita sudah UTS loh. Mau observasi kapan? Setelah UTS laporan harus sudah jadi kalau tidak ada data bagaimana mau bikin laporan," sahut Fiyya.
"Maaf Fiyya. Kamu terlalu egois tidak memikirkan bagaimana posisi teman-teman lain yang juga butuh privasi."
"Baiklah kalau kamu menganggapku egois. Aku akan kabulkan. Lihat saja aku juga bisa menjadi orang yang egois!" Fiyya langsung memutuskan panggilan sepihak. Sepanjang jalan Fiyya mendumel sampai tidak sadar menyenggol seorang laki-laki hingga kopi yang dipegangnya tumpah.
KAMU SEDANG MEMBACA
LANTAS
RomanceNico sangat menyukai game dan dunia sejarah namun ia tak menduga hal itu menjadi bekalnya berpetualang.