Warna putih biru tidak henti-hentinya menjadi penampakan hari ini. Maju atau mundur pilihannya, ke sana atau ke sini tujuan tetapnya. Barang-barang ruang segi empat tidak pernah lepas dari mata telanjang. Hembusan kasar menjadi penanda ketika angin menjadi irama yang paling setia. Hening, saking heningnya batin berteriak-berteriak tidak terima.
Hidup seperti saat kamu menerima kado, antara yang kamu menginginkan apa yang terjadi berbeda. Semua orang berharap bagai saat bermimpi dalam tidur, semuanya mudah tanpa halangan. Lagu mengalun dengan irama yang membuat pendengarnya hanyut terbawa melodinya. Begitu juga rasa membuat sang perasa hanyut dalam perasaan yang tidak berkesudahan. Walaupun bibir mengatup seperti orang bisu, meski telinga mendengar tetap terasa tuli. Begitulah rasa hanya yang merasakannya yang hanyut di dalamnya, tidak seperti sungai yang menghanyutkan. Rasa tidak bisa menghanyutkan sembarangan orang di dalamnya kecuali memiliki perasaan yang sama.
Hari ini Fiyya memutuskan untuk berdiam diri di kamar bergeming dengan selimut. Tidak ada yang ingin dilakukannya apalagi setelah bertemu dengan sosok Muhammad Ariandra Yugonio.
"Fiyya, ada yang mencari."
Fiyya tetap menarik selimutnya menutupi kepalanya, berpura-pura tidak mendengar.
"Fiyya ... Fiyya ... Fiyya." Suara ketukan pintu masih terdengar sampai sang pengetuk lelah dan mengumpat karena diabaikan.
Fiyya langsung mengambil posisi duduk. Mengambil ponselnya yang ada di meja di sampingnya. Layar telpon seketika berubah menjadi sebuah panggilan. Tangannya langsung menggeser icon telpon berwarna merah. "Harusnya aku ganti nomer saja. Memiki nomer yang sama ternyata buruk juga."
Fiyya kembali meletakkan ponselnya, dia merasa harus mengakhirinya.
***
Fiyya langsung tergesa-gesa merebahkan badannya kembali lalu menutupi badannya dengan selimut dari ujung kepala sampai kaki.
"Ayo bangun Fiyya."
Tetap tidak ada pergerakan dari pemilik nama yang dipanggil.
"Cuaca di luar cerah memang tapi tidak ada salahnya kan kalau menghabiskan waktu untuk tidur. Sepertinya aku juga mengantuk."
"Tolong keluar! Bagaimana kamu bisa dengan seenaknya masuk ke kamar cewek!" Fiyya langsung dengan spontan bangun.
"Kamu mandi saja. Aku tunggu di sini nanti kamu kabur-kaburan lagi." Yugo langsung duduk di kursi belajar Fiyya sambil memainkan ponselnya.
"Kamu keterlaluan!" Fiyya menghentakkan kakinya lalu mengambil keperluan mandinya dan pergi ke dalam kamar mandi dengan seperangkat alat mandi dan baju. Fiyya tidak akan membiarkan Yugo melihat tubuhnya setelah mandi satu inci pun.
Yugo tersenyum ketika mendengar Fiyya memarahi teman-temannya dengan terus mendumel tidak ada habisnya. "Lihat saja, aku akan memberikan kenangan terindah yang pernah engkau ingat."
¥¥¥¥¥
Akulah Fiyya Gadis Nafisah, mungkin terdengar tidak nyambung antara satu nama ke nama lainnya. Itulah mengapa aku lebih suka nama Fiyya Nafiyah karena lebih familiar jika didengar tapi apa mau dikata Gadis tetaplah namaku. Gadis hanyalah nama yang memberikan orang tuaku celah untuk mengeluh--apapun itu.
Menjadi wanita realistis itulah yang kulakukan. Merencanakan semuanya dari sekarang setidaknya akan meminimalisir kegagalan. Beberapa opsi juga tak lupa aku tuliskan agar aku tidak menerus mengalami rasa kecewa berulang kali. Aku adalah wanita dengan satu mimpi--mencintai suatu hal yang membuatku nyaman. Namun takdir tidak pernah berpihak padaku tapi meskipun begitu aku tetaplah gadis pemimpi. Gadis yang mempunyai banyak mimpi dalam hidupnya tapi cita-citaku tetaplah satu, bahagia.
KAMU SEDANG MEMBACA
LANTAS
RomanceNico sangat menyukai game dan dunia sejarah namun ia tak menduga hal itu menjadi bekalnya berpetualang.