2. Michael, Berlin

219 57 11
                                    

Hubungan mereka tak jauh dari kata teman, namun seperti yang bisa kalian lihat, Michael lebih nyaman dan hangat saat berada bersama Madeline—tidak ada perbedaan yang substansial diantara mereka—ketimbang berbincang dengan Amber. Namun apa yang membuat Michael lebih nyaman berada dekat dengan Madeline yang bisa dibilang 'bukan' tandingan Amber masih menjadi misteri.

Obrolan mereka terbilang panjang, ringan, dan lebih banyak bercanda, berbanding terbalik dengan Amber yang  ada kalanya membicarakan bisnis yang—sebut saja mengundang kantuk.

"Jadi, kapan kau akan pulang ke New York?" tanya Michael menutup payungnya. Lonceng  di pintu masuk berbunyi, sepatu penuh salju mereka melangkah masuk ke toko buku. Sedikit berbisik, "Januari, aku harus menyelesaikan kuliahku sedikit lagi," jawab Madeline meninggalkan Michael ke rak buku-buku spiritual.

Michael menatap punggung Madeline yang mulai menjauh, wanita itu terlihat tengah menghampiri teman perempuannya dan mengobrol cukup serius, meninggalkannya dengan mulut terkatup. Michael kenal dengannya, Sarah. Teman yang baik. Perempuan yang baik. Terkadang.

Kalau Madeline akan sibuk dengan Sarah, maka Michael akan mundur sedikit. Mungkin berkeliling toko buku untuk melihat koleksi ensiklopedia sebentar saja tidak terlalu buruk.

Sebuah bayangan familiar berjalan menarik perhatian Michael. Amber. Berjalan dengan seorang pria, berada dalam satu payung, dan tangannya dengan lancang merangkul gadisnya. Persis seperti apa yang Michael lakukan dengan Madeline.

Sebenarnya apa yang sedang terjadi? double date?

***

"Hari berjalan cepat hari ini. Desember yang dingin, ingin makan sesuatu?" kata Chester yang masih menemukan Amber murung sejak keluar dari kafe. Laki-laki itu tahu Amber tidak ingin makan, apalagi ini masih terlalu pagi untuk makan croissant atau semangkuk mi rebus dengan kuah panas. "Kau semakin kurus, kurasa kedai roti akan bangkrut setelah ini," sindir Chester sambil tertawa.

Amber yang biasanya akan meracuni Chester dengan susu basi itu, kali ini tidak ingin ambil pusing dan memilih untuk diam.

Hampir dua belas tahun Chester mengenal Amber, ia hampir tahu banyak tentangnya, melebihi Amber sekalipun. Ia tahu bagaimana anehnya Amber saat dalam masa-masa menstruasi, tingkah anehnya saat bertemu anak kecil, prestasinya, atau bagaimana bejatnya seorang Michael Martinez.

Melihat sepupunya dalam keadaan aneh—menurut Chester ini membuatnya sedikit terganggu. Tentu saja dengan berat hati, Chester menurunkan payung Amber di tangannya, sekarang Amber dihujani ribuan salju.

Ternyata ini bukan pagi yang baik, Amber memekik kesal pada Chester dan berakhir membentaknya, seperti "Chester?!"

Dengan wajahnya yang menyebalkan, "Coba lihat seseorang yang duduk di bangku tanpa payung," ucapnya, "Cepat lindungi payungi dia salju dengan punggung tanganmu,"

"Kau mengantuk?! Aku kedinginan, Chester!'

Chester mengalah, Amber memang paling menyeramkan saat marah. Seakan gunung api meletus diatas kepalanya, yang seperti itu, "Kau tahu dirimu sendiri kedinginan, kenapa masih memikirkan orang lain?"

"Kau ini bicara apa?"

"Orang itu mengenakan jaket yang lebih tebal, dingin bukan masalah baginya. Dan, kau, Amber Lee, perempuan bodoh yang menggigil nyaris membeku! Kau malah berpikir bagaimana praktisnya melindungi orang yang menikmati harmonisnya kehangatan! Hal paling bodoh yang pernah aku dengar,"

Ejekan itu terdengar sangat menampar, "Apa kau menyindirku?"

Chester tidak lagi berdecak, karena saking kesalnya, ia sampai memukul bahu Amber, "Kurang jelas? kau tahu Michael sedang bersama dengan Madeline itu. Dan kau? masih memikirkan orang yang berkencan? oh, come on Amber,"

Amber menghela nafasnya samar, Chester tidak akan pernah mengerti. Anak itu jauh lebih muda darinya, tapi sampai sini ia tahu apapun tentang hubungannya dengan Michael yang semakin memburuk.

Cinta itu bodoh.

"Mencintai itu hal paling bodoh yang pernah ada," gumam Chester.

Benar, Chester benar. Tidak ada yang menarik dari sebuah cinta. Menjerat dan menjengkelkan. Semua orang tahu, menakar rasa cinta tidak semudah kelihatannya. Tidak ada sebuah rumus tertentu. Hal itu tidak statis, enggan mengikuti bagaimana keadaannya.

Dan lagi-lagi bukan lagi soal Michael—yang tidak memiliki hati—atau Madeline yang terus menganggu. Ini berbeda. Ini tentang Amber dan dirinya sendiri. Jika Amber saja tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri, lantas bagaimana ia bisa hidup berdampingan dengan orang lain?

Salju kali ini terasa lebih dingin, matahari tak kunjung bersinar. Amber rasa, mendengarkan musik dengan perapian yang menyala adalah hal yang paling tepat—atau simpelnya, ini adalah rencana Amber sebelum Chester bertingkah seperti hantu—datang dengan tiba-tiba.

Memikirkan cinta memang serumit ini, dan Michael dan Amber dan Madeline sudah terikat benang ini lebih dari 3 tahun. Ini sakit, Amber tahu itu. Ia semakin tidak mengerti apa yang menarik dari hubungan mereka. Semuanya berjalan sia-sia, mengalir begitu saja seperti air tanpa ada rasa.

"Tidak ada lagi yang perlu diperjuangkan dari hubungan kalian. Pergi sebelum atap itu hancur menimpamu,"

Mungkin.

Mungkin untuk saat ini, Amber berada di kubu Chester.











winter wishes and promises.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang