13. Winter Whishes and Promises

87 16 1
                                    

Michael dan Amber, keduanya masih terdiam dalam satu ruang. Kalau harus memasukkan hari terburuk dalam hidup Michael, mungkin hari ini bisa menempati urutan ketiga. Tentu saja urutan pertama kala ia ditolak saat melamar pekerjaan, dan yang kedua adalah hari dimana diskon akhir tahun berakhir.

Bungkus-bungkus makanan ringan didepan mereka tidak mengubah segalanya. Semuanya terdiam. Michael mulai menguap. Ia menyandarkan kepalanya pada bahu sang hawa. Mereka duduk termenung didepan perapian, persis seperti saat dulu.

Michael melingkarkan tangannya ke pinggang Amber, kemudian memejam.

"Kenapa?"

"Dingin,"

Amber bergerak gelisah, "Lepas, Michael, ugh. Berat badanmu bertambah selama musim dingin, ya?"

Namun yang Michael lakukan justru menguatkan pegangan kedua tangannya agar tubuh Amber tidak punya celah untuk bergerak lagi, "Begini saja,"

"Michaeelllllllll!!!"

"Diam atau aku cium?"

Amber langsung mencubit lengan kekasihnya, "KAU KENAPA JADI CABUL BEGINI?!"

Michael meringis, ia langsung menjauh dan mengelusi lengannya, "Lalu ini yang barusan apa? kekerasan dalam rumah tangga? hah?"

"Tidak ada undang-undang yang menghukum korban membela diri," balas Amber tak kalah ketus.

"Kata siapa? ada, kok!"

"Tolong digarisbawahi, jika ada korban jiwa!"

Michael memutar bola matanya. Lalu sesaat kemudian ia tersenyum sangar dan menatap seram Amber yang tengah merengut kesal.

"APA?!"

Michael mendekatkan kedua wajah mereka, lalu mengelus kepala Amber, merapikan helaian rambutnya, kemudian berbisik, "Kenapa tidak mempermasalahkan soal 'rumah tangga' huh? kau setuju, ya?"

Bulu kuduk Amber langsung berdiri, ia mendorong Michael dengan keras hingga lelaki itu sampai di ujung sofa.

"Kekerasan dalam rumah tangga bagian kedua! kena, kau!"

Amber menatap Michael dengan pandangan jijik.

Apa buku itu yang membuat ulah Michael jadi begini?

Ah entahlah. Apapun itu, dalam diam Amber sebenarnya menyembunyikan senyumnya. Euforia yang telah lama mati itu kini terasa hidup lagi.

"Michael?"

"Ya?"

"Kapan terakhir kali kita seperti ini?"

"Pekan lalu,"

Amber tersenyum kemudian berpikir. Beberapa waktu lalu ia merasa begitu sedih karena kekasihnya berpikir bahwa dirinya mungkin tidak begitu berharga, tetapi di detik ini, begitu saja Amber merasa menjadi orang yang paling dicintai di seluruh alam semesta.

Michael membawa gadisnya untuk berbaring di karpet lembut dan menatap ke arah langit-langit rumah. Tangan micheal tertaut dan keduanya tenggelam dalam debaran yang sama. Ia menatap Amber dengan matanya yang berkilau, entah karena air mata atau lilin ada dimana-mana saat ini.

"Amber,"

"Um?"

"Jika ada yang ingin kau lakukan sebelum kau meninggal, apa itu? katakan padaku,"

Debaran itu semakin kencang. Ia takut bahwa ini hanyalah mimpi yang bisa ia tinggalkan kala terbangun dan bisa terjadi kapan saja.

Amber lantas tersenyum, "Aku hanya ingin terus bersamamu, Michael. Hingga aku pulang, hingga masa dunia ini berakhir, I promise this is all I wish for, in this winter,"

***

Udah kurang dari 100 hari menuju natal kalau hitunganku nggak salah, ya?

Aku mau lanjutin book ini lagi but i just wanna say a biggest sorry for all of you karena udah lamaaa banget engga lanjutin ini.

Aku bener-bener teralihkan sama real life, dan aku pegang hp cuma di pagi buta sama malam aja, karena saat aku di sekolah, ponsel kami sadly dikumpul :(

Once again, sorry guyssssss.

Aku bingung mau lanjutin apa engga hehehe.

Kalau mau sampai sini aja kayanya unsatisfying ya? nanti aku akan berusaha lebih keras buat lanjutin ini. Mohon dukungannya ya. Terimakasih semuanya! 💝

winter wishes and promises.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang