"Maafin Lidya, ya? Dia orangnya emang tempramen, suka emosi tiba-tiba."
"Kenapa kakak yang minta maaf? Toh bukan salah kak Ravi," jawabnya dengan sedikit meredakan emosi yang sempat tersulut tadi.
"Kakak jadi gak enak, dia teman seangkatan kakak, jadi wajar kalau minta maaf."
"Gak papa, kak. Cuma tadi kesel aja, emang aku apaan di katain begitu."
"Nanti Embun ada kegiatan gak?"
"Ada. Mau main ke rumah Selly."
"Kakak boleh ikut?"
"Pake nanya lagi, biarpun gak gue bolehin juga lo tetep kekeh datang."
"Ini acara perempuan kak, masa kakak mau ikutan juga?"
"Ya, nggak apa-apa."
"Tuh, kan."
"Oh iya, sebentar lagi akan ada pembagian formulir sekaligus pemilihan eskul. Embun mau masuk eskul apa?"
"Hm, eskul musik aja. Kebetulan aku suka main piano."
"Beneran? Nanti kakak ajak kamu ke rumah buat cobain piano kakak. Sekalian kakak undang kamu besok malam ke acara ulang tahun Rara."
"Eh, tapi-"
"Nanti kakak juga undang Selly sama Fitri biar kamu ada temennya, mau kan?"
Sedetik kemudian ia mengangguk, terpaksa karena ada kedua temannya. Embun mulai merasa risih, karena sejak tadi Ravindra terus menatap dirinya.
"Ada yang aneh sama mukaku, ya?" tanyanya canggung.
"Ada," jawabnya sembari tersenyum.
"Apaan?" tanyanya sembari memegangi seluruh wajahnya panik.
"Kecantikan, haha."
Mendengar hal tersebut, Embun pun mengubah raut wajahnya, antara malu dan kesal. Ingin sekali dia menghantam kepala kakak kelasnya ini menggunakan apapun yang bisa ia pakai.
"Eh, kak. Aku balik duluan, ya udah di tunggu sama Selly Fitri soalnya."
Setelah mendapatkan anggukan dari Ravindra, ia bergegas menuruni anak tangga.
"Senang-senang dulu sama temen-temen lo, sayang. Setelah itu, gue gak bakalan ngizinin lo buat senyum ke arah siapapun, kecuali gue."
Ravindra tersenyum lebih ke arah smirk membayangkan Embun menjadi miliknya, berduaan di kamar dan menghabiskan waktu bersama, pasti sangat menyenangkan.
"Gue pengen denger suara indah lo waktu menyebut nama gue, ah pasti menyenangkan. Apalagi dengan raut wajah keenakan Embun, uh pasti!"
Ravindra mengacak rambutnya, ia tersenyum sendiri seperti orang gila membayangkan betapa gilanya Embun menyebut namanya berkali-kali.
*****
>> NEXT
KAMU SEDANG MEMBACA
Obsession (🔞)
Teen FictionSegala pikiran negatif terbayang di benak gadis tersebut. Seketika dia menghentikan aktivitas menangisnya, Embun yang tadinya memiliki banyak keberanian, kini hilang entah kemana. Melihat perubahan sikap pada Ravindra, Embun menjadi semakin takut. I...