Hari menjelang sore, suasana hati Embun sejak tadi sangat tak bagus. Pasalnya, Ravindra selalu menggandeng tangan gadis tersebut dan tak membiarkannya lepas. Embun juga sudah berusaha untuk izin ke toilet, tetapi Ravindra selalu berkata bahwa dia akan menemaninya. Walaupun ini tempat umum, ia tak akan peduli.
"Kamu suka?" tanyanya yang semakin mempererat pegangan tangannya, sementara Embun hanya mengangguk.
Nampak Ravindra tersenyum, kini keduanya sudah berada di depan kasir untuk membayar. Setelah semuanya selesai, mereka segera kembali ke rumah.
Di kamar, Embun bahkan tak bisa memberi kabar pada papanya, Ravindra selalu memegang ponselnya kala keduanya sedang bersama. Dia tak mau perhatian Embun beralih ke ponselnya, sedangkan dirinya juga butuh perhatian dari Embun. Saat ini, Ravindra tengah tidur-tiduran di atas paha Embun, sembari menatap ke arah wajah manisnya.
"Menunduk sini!" ucapnya, membuat Embun tak paham.
"Kamu nunduk!" jelasnya lagi membuat Embun perlahan menunduk was-was.
Ketika Ravindra akan menarik tekuknya, Embun pun menarik kembali kepalanya dan berkata bahwa dia lapar.
"Aku lapar."
Mengingat mereka hanya belanja sejak tadi, tentu saja membuat Ravindra lupa bahwa mereka belum makan sejak pulang sekolah.
"Kakak akan memasak, kamu tunggu di sini dan jangan coba-coba untuk kelur rumah."
Setelah mendapatkan anggukan kepastian dari Embun, Ravindra keluar kamar menuju dapur. Tak lupa ia mengunci kamar tersebut dari luar, dirinya belum sepenuhnya percaya pada Embun.
"Ngapain pake acara ngunci pintu, sih. Gue jadi susah kaburnya bego!" ujarnya kesal.
Lantas, Embun mencari jalan keluar sendiri. Dia melihat ke arah jendela balkon yang tidak terkunci. Segera berlari dan melihat ke arah bawah. Lumayan tinggi, mampu membuat Embun menelan salivanya susah.
"Waduh, tinggi banget. Gimana caranya gue turun?"
"Jadi mau kabur?"
Suara itu jelas mengagetkan Embun, segera gadis tersebut menoleh dan mendapati Ravindra yang berdiri di depannya dengan tersenyum menyeringai.
"E-eh, itu kak. A-aku cum-"
Ravindra menarik pinggang Embun dan membawa masuk ke kamar. Pria tersebut menidihi tubuh mungil itu di atas kasur serta mengunci semua pergerakan Embun.
"Kamu mau kakak kasih pelajaran apa? Padahal kakak udah berbaik hati untuk gak ngunci jendela balkon, tapi kamu mau kabur?"
Terlihat tatapan Ravindra yang begitu dingin dan menusuk, Embun menelan salivanya lagi. Saat ini pikirnnya mulai kacau, ia tak tenang. Jantung berdetak dengan sangat cepat, menambah beban pikiran.
"Oh, kakak tau. Gimana kalo hukumannya itu ngambil sesuatu yang berharga, yang selama ini Embun jaga selama enam belas tahun?"
Embun semakin panik, arah pembicaraan Ravindra mengapa selalu mengarah ke sesuatu yang negatif.
"Ngambil keperawanan kamu!" bisiknya yang membuat Embun terkejut.
"N-nggak kak. Embun gak mau, kakak gak berhak buat ngancurin hidup aku. Papa juga pasti bakalan marah sama kelakuan kakak, please stop!"
"Kakak gak mau. Harus ngelakuin sesuatu biar kamu gak ada niatan kabur, lagi. Kakak juga gak tahan kalo terus-terusan sama kamu, kamu itu ngegoda Embun. Makannya, jangan cantik-cantik, kakak jadi pengen rasain kamu."
![](https://img.wattpad.com/cover/298819662-288-k617854.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Obsession (🔞)
Teen FictionSegala pikiran negatif terbayang di benak gadis tersebut. Seketika dia menghentikan aktivitas menangisnya, Embun yang tadinya memiliki banyak keberanian, kini hilang entah kemana. Melihat perubahan sikap pada Ravindra, Embun menjadi semakin takut. I...