Malam harinya, Embun nampak terdiam di atas ranjang. Dia hanya bisa memandangan dinding yang seakan tertawa melihat keadaannya sekarang. Ia sulit bergerak, karena saat ini Ravindra tengah memeluk pinggangnya, bahkan pria itu terus-menerus mencium wangi rambut Embun.
"Kalau gak ada Embun, mungkin kakak gak akan sesenang sekarang," ujarnya lantas memaksa gadis itu untuk berbalik menghadap dada bidangnya.
"Besok, saat sekolah. Embun hanya boleh berteman dengan Selly dan Fitri, juga kalo ada yang ganggu Embun, kamu biarkan saja mereka."
Gadis itu tak berniat membantah, ia hanya mengangguk tanda paham. Dirinya berharap papanya cepat pulang, agar tidak terlalu terkekang dengan adanya Ravindra.
"Kakak ingin sekali segera nikahi kamu, biar gak ada yang bisa ngedeketin kamu."
"J-jangan terburu-buru, a-aku masih terlalu muda untuk menikah!"
Sebenarnya ia ingin memaki, tetapi takut jika Ravindra melakukan hal di luar batas kewajaran. Apalagi hanya ada mereka berdua, tentu akan merugikan dirinya sendiri.
"Lebih cepat itu lebih baik. Kakak akan nunggu kamu lulu sekolah, setelah itu kita menikah!"
"Nggak. Sampai kapanpun aku gak akan mau menikah dengan orang kayak, lo. Lo itu sinting, gangguan jiwa, gue gak mau!"
Ingin sekali kata-kata itu keluar dari mulutnya, tetapi mulutnya seakan kelu hanya untuk mengucapkan kata itu saja. Keesokan harinya, Embun telah bersiap untuk pergi ke sekolah, sementara, Ravindra telah menunggu di depan rumah.
****
"Pagi Embun!" sapa Selly sembari merangkul temannya itu.
"Pagi," jawab Embun seadanya.
"Tumben amat muka lo lecek kek kertas jawaban. Ngapa, sih?"
"Ah, nggak apa-apa. Udah ayo masuk ke kelas."
Hari ini semua siswa baru di kumpulkan di dalam aula, Ravindra selaku ketua kelas memberikan mereka sedikit pengumuman.
"Di sini, saya akan memisahkan kalian berdasarkan eskul yang sudah di pilih!"
Ravindra pun menyebutkan nama-nama dan yang di sebut segera berpindah posisi, hingga tiba giliran Embun.
"Untuk eskul kesenian, Embun Permana!"
Gadis itu melotot tak percaya, dia menatap tajam ke arah Ravindra yang tersenyum manis.
"Tunggu apa lagi? Nunggu saya bantu kamu jalan?"
"Perasaan gue gak milih eskul itu, gue pilih eskul musik."
Segera Embun berpindah posisi, jelas sekali ia sangat kesal. Sudah pasti ini adalah ulah dari Ravindra, apa sebenarnya yang pria itu rencanakan.
"Untuk eskul kesenian, bisa ikut saya ke ruang teater, sekarang!" ucapnya sembari menatap ke arah Embun.
Mereka pun bersama-sama menuju ruangan teater, sementara Embun nampak sama sekali tak ada rasa semangat. Ketika ia tertinggal oleh rombongan, seseorang merangkulnya mesra.
"Kenapa jalannya lambat gitu? Mau barengan?" godanya, sementara Embun berusaha untuk melepas rangkulan dari Ravindra.
"Lepas kak. Kita lagi di sekolah, gak enak dilihat orang!"
"Sekitar ruang teater ini sepi, jarang ada orang yang lewat sini, jadi Embun tenang aja."
"T-tapi kak-"
KAMU SEDANG MEMBACA
Obsession (🔞)
Teen FictionSegala pikiran negatif terbayang di benak gadis tersebut. Seketika dia menghentikan aktivitas menangisnya, Embun yang tadinya memiliki banyak keberanian, kini hilang entah kemana. Melihat perubahan sikap pada Ravindra, Embun menjadi semakin takut. I...