"Malam."
"Eh, kak Ravi. M-malam!" balasnya kikuk.
"Ngapain, sih ini orang malam-malam ke rumah. Gaada kerjaan banget!" batinnya yang merasa semakin kesal.
"Ngapain, ya kak?"
"Mau ngajak kamu keluar. Kamu gak ada kerjaan, kan?"
"Itu, aku lagi bel-"
"Masih awal semester jadi belum ada pelajaran, Embun kamu mau ngebohongi papa kamu? Gak baik, loh!"
"Apasih ini orang. Ih, pasti bakalan ngadu ke papa."
"Nggak kak, kan gak ada salahnya belajar sebelum pembelajaran itu di mulai."
"Jadwalnya belum di bagi, loh. Kebetulan aku ketua osis sekaligus koordinat terkait jadwal pelajaran di masing-masing kelas."
"Nyebelin banget sumpah."
"Kakak tunggu kamu di bawah, ya. Dandannya jangan cantik-cantik, nanti di lirik orang."
Setelah Ravindra pergi, Embun menutup pintu dengan kekesalan yang sempat tertahan tadi.
"Aaargh, baru menginjakan kaki di SMA, kehidupan damai yang ku dambakan mengapa jadi rusaaak! Huh, menyebalkan."
Setelah memakai hoodie dan stelan celana jeans semata kaki, Embun pun berpamitan pada papanya untuk pergi bersama Ravindra. Tentu saja papanya mengizinkan anaknya tersebut.
Di perjalanan, Embun tak henti-hentinya menggerutu di dalam hati, pasalnya sejak tadi kakak kelasnya ini selalu mengerem dengan mendadak, mengakibatkan ia selalu maju ke depan tanpa persiapan.
"Ini manusia sengaja apa bagaimana, sih? Dari tadi ngerem mendadak mulu, gak bener kek otaknya."
"Kita mampir ke mall dulu, mau beli kado buat Rara. Tenang aja, Rara itu adik kakak, kok."
"Oh, oke!"
"Lu ngapain ngasih tau gue, gue gak peduli sumpah!"
Setelahnya Ravindra memarkirkan motor dan keduanya masuk ke dalam mall. Pria itu berniat memberikan adiknya sebuah tas, tetapi menurut Embun, anak perempuan sekarang lebih tertarik dengan sesuatu yang mampu membuat diri mereka menarik di depan orang. Contohnya seperti kalung mungkin.
Tak hanya membeli kalung, ternyata Ravindra juga membeli sebuah tas branded yang harganya lumayan mahal, kakak yang royal.
"Kau mau sesuatu? Biar kakak belikan!" tawarnya, tetapi mendapatkan gelengan dari Embun. Untuk apa juga? Toh dia bisa beli sendiri.
Namun, sifat Ravindra ini adalah tidak suka di tolak. Segera dia menarik Embun menuju salah satu tempat yang penuh dengan cassing ponsel. Setelah melihat-lihat, Ravindra membeli dua, untuknya dan Embun.
"Sini ponselmu."
Awalnya Embun tak mau, tetapi pria di depannya itu memaksanya terus.
"Ih, gak banget make cassing hape beginian. Gimana, sih caranya lepas dari ini orang. Nyesel gue udah pernah nolongin dia. Pahala gue jadi berkurang deh gara-gara gosipin dia dalam hati."
Keesokan harinya, Embun telah bersiap untuk pergi ke sekolah. Ia mengira bahwa papanya akan mengatarkannya ke sekolah, tetapi ia salah. Begitu menuruni anak tangga, dia justru melihat Ravindra tengah berbicara santai dengan papanya Embun.
"Aduh, ini orang ngapain ke rumah. Gak ada capek-capeknya, heran!"
"Eh, pagi Embun," sapa Ravindra yang mendapatkan balasan berupa senyuman saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Obsession (🔞)
Teen FictionSegala pikiran negatif terbayang di benak gadis tersebut. Seketika dia menghentikan aktivitas menangisnya, Embun yang tadinya memiliki banyak keberanian, kini hilang entah kemana. Melihat perubahan sikap pada Ravindra, Embun menjadi semakin takut. I...