6 -Dia Adalah Seorang Hashira-

312 37 1
                                    

(y/n) sudah siap dengan seragam pembasmi iblisnya, lengkap dengan haori dan pedangnya yang tersemat dalam ikat pinggangnya. Gaya rambutnya selalu sama seperti sebelumnya, dikepang ke arah kanan dan menyampirkan hasilnya pada bahunya.

Dengan langkah yang sedikit terburu-buru, gadis itu menuruni anak tangga hingga suara gemuruhnya terdengar oleh Fudo dan Amaya yang sedang duduk bersantai di ruang keluarga.

"Sayang? Kau mau pergi?" tanya Amaya. Gadis itu mengangguk cepat. "Aku harus pergi. Tujuanku cukup jauh karena itulah aku harus bergegas," balasnya seraya menghampiri kedua orangtuanya. Ia mencium pipi Fudo dan Amaya silih berganti dan melambaikan tangannya seraya melangkah pergi keluar rumah.

"Ittekimasu!!"

Fudo dan Amaya hanya memperhatikan kepergian putrinya itu dengan seulas senyum tipis di wajah mereka.

Setelah keluar dari pekarangan rumah, (y/n) ditemani Hikaru pergi menuju tempat misinya. Lokasinya kali ini cukup jauh dari kediaman Aozora. Karena (y/n) berangkat siang hari maka kemungkinan ia akan sampai saat sore atau malam hari. Itupun kalau (y/n) memilih untuk berlari. Kalau berjalan, mungkin besok baru akan sampai.

Seperti biasa, dengan arahan yang diberikan oleh Hikaru, gadis itu dapat lebih cepat sampai tanpa takut tersesat. Gagak kasugai memang sangat bisa diandalkan dan mereka adalah informan terpercaya bagi pemiliknya. Termasuk Hikaru. Ia benar-benar melaksanakan tugasnya dengan baik selama menjadi rekan (y/n).

Hari masih senja kala (y/n) tiba di TKP. Sama halnya setiap kali ia telah sampai di tempat misi, (y/n) selalu menyembunyikan pedangnya agar tidak tampil mencolok atau mencurigakan dan itu selalu berhasil. Ia bisa berbaur dengan masyarakat dan bisa lebih leluasa mencari informasi terkait iblis yang menjadi target misi yang sedang ia jalani.

Desa itu terbilang masih ramai meskipun sebentar lagi matahari akan tenggelam. Beberapa orang terlihat sibuk hilir mudik untuk berbelanja makanan atau melakukan aktivitas lain. Percakapan orang-orang yang berpapasan dengan (y/n) juga dapat ia dengar meskipun hanya selewat.

Gadis itu berjalan santai dengan Hikaru bertengger pada salah satu bahunya. Kedua matanya sedang mencari seseorang. Anggota sesama pembasmi iblis yang akan menjadi rekannya itu belum terlihat sama sekali.

Ah bukan. Mungkin lebih tepatnya Hashira yang akan menjadi rekannya belum terlihat batang hidungnya.

Gadis itu celingukan, bingung mencari keberadaan Hashira yang belum ia ketahui siapa namanya. Jangankan nama, ciri fisiknya saja (y/n) tidak tahu. Hanya seragam pembasmi iblisnya-lah yang mungkin menjadi ciri khas dari orang yang sedang (y/n) cari.

Apa dia belum datang? Atau aku salah tempat? Tapi Hikaru bilang di sini tempat pertemuannya.

Buntu dengan pikirannya, akhirnya (y/n) menoleh pada Hikaru yang sedang memiringkan kepalanya. "Benar ini tempatnya?" tanyanya. Burung itu mengangguk tipis. "Sesuai informasi! Kalian akan bertemu di sini, kwak!"

(y/n) lantas mengerutkan keningnya. "Tapi aku tidak melihat-"

"UMAI!"

Tidak ada angin ataupun hujan, tiba-tiba terdengar suara seseorang yang berteriak dari suatu tempat. Suaranya begitu keras membuat siapapun yang berada di dalam radius tertentu bisa mendengar suara orang itu.

(y/n) saling bertukar pandang dengan Hikaru seolah memikirkan hal yang sama. Ia lantas mencari tahu asal sumber suara itu sampai ia menemukan sebuah kedai ubi manis berdiri kokoh di pinggiran desa. Ia lantas menggeser pintu kedai itu dan...

"UMAI!!"

Disambut teriakan yang sama seperti yang tadi ia dengar.

(y/n) memperhatikan penampilan orang itu. Rambutnya cukup mencolok karena ia memiliki surai berwarna kuning dan merah di bagian ujungnya. Matanya yang melotot dan ujung jubahnya yang berbentuk seperti api sanggup mengalihkan atensi setiap orang padanya. Apalagi suaranya yang menggelegar itu pasti membuat orang-orang terkejut karena volume suaranya yang tinggi.

Scenario || Kimetsu no YaibaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang