Fudo dan Amaya memperhatikan (y/n) yang terus saja diam sejak gadis itu bergabung dan sarapan bersama. Sumpit yang ia pegang terlihat menganggur, hanya dipegang namun tidak dipakai. Makanan yang tersaji di depannya juga hanya menjadi tontonan bagi (y/n) pagi ini.
Tanpa mereka berdua ketahui, putrinya itu kini sedang bergelut dengan pikirannya sendiri. (y/n) masih menerka-nerka tentang mimpi yang ia dapatkan tadi malam. Apakah dia harus menuruti perintah si pembawa pesan itu? Apakah arti dari mimpinya itu sangat buruk sampai-sampai si pembawa pesan menyebutnya neraka dunia? Apakah dunia akan berubah dalam waktu dekat?
Semua itu terasa penuh misteri bagi (y/n) dan terjadi secara begitu cepat. Entah apa yang akan ia dapatkan dalam perjalanan hidupnya namun ia yakin sesuatu yang besar akan terjadi dan dia terlibat di dalamnya.
Dua orang itu saling bertukar pandang seolah memikirkan hal yang sama di dalam pikiran mereka.
Apa yang terjadi pada (y/n)?
"Sayang? Kau baik-baik saja?" tanya Amaya lembut. Fudo ikut bersuara. "Sejak tadi kau hanya menatap makananmu tanpa disentuh. Apa kau sedang kurang enak badan?" ujarnya khawatir.
Sadar seketika, refleks (y/n) mendongak menatap kedua orangtuanya lalu menggelengkan kepalanya cepat. "Ti-tidak! A-aku tidak apa-apa!" balasnya lalu menyantap makanan yang sudah dingin secara terburu-buru. Tidak peduli akan tatapan aneh orangtuanya, (y/n) terus memakan sarapannya seraya mengalihkan pikirannya meskipun tidak seratus persen berhasil.
Selesai sarapan, (y/n) segera merapikan alat makan yang ia gunakan dan pergi meninggalkan ayah dan ibunya, membuat Fudo dan Amaya semakin khawatir mengenai kondisi putri tercintanya itu.
"Sayang..."
Fudo menghela napas sesaat, merenung lalu menoleh pada istrinya dengan sorot mata yang tegas.
"Sepertinya aku tau apa yang harus aku lakukan."
***
Salju yang turun di luar sana tidak membuat (y/n) tertarik untuk melihatnya. Biasanya ia paling semangat jika sedang turun salju apalagi ketika salju itu turun untuk pertama kalinya di musim dingin. Hembusan angin berhasil menerbangkan rambutnya yang sengaja ia gerai sejak masuk ke dalam kamar. Gadis itu menutup kedua matanya sesaat hingga suara ketukan pintu berhasil mengalihkannya.
"Boleh Tou-san masuk?"
Tanpa menunggu lama (y/n) mempersilahkan ayahnya masuk. Fudo menggeser pintu kamar (y/n). Perlahan kakinya masuk ke dalam kamar sang putri lalu mendekatinya yang sedang duduk di dekat jendela.
"Kau baik-baik saja?" (y/n) hanya tersenyum kecut. "Yah... Kurasa."
Fudo ikut duduk di dekat (y/n). Pria itu merogoh sesuatu dari dalam kimononya. Ia memberikan barang itu pada (y/n), membuat sang empu mengerutkan keningnya bingung.
"Tou-san..."
"Kau sudah mendapatkan mimpi itu bukan?"
Deggg
Spontan jantung (y/n) terasa berhenti berdetak dalam beberapa detik. Raut wajahnya begitu terkejut dengan mata dan mulut yang terbuka dengan sendirinya. "Bagaimana... Tou-san tau?"
Untuk sesaat Fudo terdiam menatap putrinya lalu tersenyum kecil. Sebuah senyuman yang memiliki sejuta makna di baliknya.
"Kau sudah mendapatkan sinyal itu. Skenario hidupmu sudah ditentukan dan sekarang jalanilah apa yang diperintahkan oleh si pembawa pesan itu padamu."
(y/n) masih mencerna dengan baik perkataan sang ayah. Buku yang ia pegang menjadi tambahan jawaban lain untuk pernyataan sang ayah barusan. Gadis itu membuka perlahan lembar demi lembar buku itu dan membacanya dengan seksama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Scenario || Kimetsu no Yaiba
Fiksi PenggemarAozora (y/n). Seorang gadis keturunan keluarga terkemuka pada Era Taisho terpaksa harus memikul beban yang begitu berat di dalam hidupnya. Lewat pesan mimpi yang ia dapatkan, ia harus menyelamatkan puluhan bahkan ratusan nyawa di luar sana dari nera...