15 -Pengorbanan-

204 24 7
                                    

Pedesaan yang semula damai dan tentram kini berubah rusuh dan bising. Mereka yang awalnya sedang menikmati waktu malam tenang kini harus berlari kalang kabut tak tentu arah. Keringat dingin bercampur takut menjadi satu di wajah mereka. Berteriak sekeras mungkin untuk meminta pertolongan atau sekedar mengingatkan pada yang lain kalau ada bahaya di sekitar mereka.

Lampion yang seharusnya menerangi jalanan kini sudah mati padam. Rusak tak bersisa. Suara tawa yang melambung bebas kini sudah tidak ada. Digantikan suara jeritan ketakutan seolah mencekik leher hingga sesak.

Sanemi dan (y/n) saling mengarahkan kekuatan dan kemampuan terbaiknya untuk menghabisi 'mereka' yang selama ini bersembunyi di balik bayang-bayang manusia. Menggerakan tangan untuk menebas bagian vital dari makhluk yang paling dibenci oleh mereka berdua. Tanpa rasa takut, kasihan, atau ragu, tangan mereka begitu santai dan lihai mengayunkan benda tajam itu agar tepat sasaran.

Kedua Hashira itu sudah berpencar dari awal. Sanemi ke arah timur sedangkan (y/n) ke arah barat. Jika dua tempat itu sudah bersih, mereka akan pindah ke tempat lain. Saling menghubungi lewat perantara burung gagak kasugai memang tidaklah mudah. Tapi hanya ini satu-satunya cara agar Sanemi dan (y/n) tetap terhubung. Tempat mereka bertarung sangatlah berjauhan. Akan memakan waktu kalau mereka sendiri yang harus menyampaikan sebuah informasi penting.

"Beritahu Shinazugawa-san kalau aku sudah menyelesaikan daerah barat. Aku akan pergi ke selatan jadi sisanya kuserahkan padamu."

"Baik!"

Hikaru melesat membelah langit malam menuju tempat dimana Sanemi sedang bertarung. Begitu burung itu pergi (y/n) langsung meninggalkan lokasi dengan melompat dan berlari dari satu atap ke atap yang lain. Ini memudahkannya agar dia bisa cepat sampai di tempat tujuan. Melihat orang-orang yang masih berdesakan saling berlarian di bawah sana membuat (y/n) ragu untuk berlari cepat di antara mereka. Yang ada mereka mungkin akan menghambat langkahnya.

Gadis itu mengeratkan pegangan tangannya pada gagang nichirin. Gertakan gigi terdengar dari mulutnya walaupun terdengar samar. Hatinya mengutuk siapapun yang menjadi dalang dibalik semua kejadian ini. Panggung sandiwara ini terlalu sempurna dimatanya sampai-sampai warga desa tidak menyadari bahaya selalu mengintai mereka selama 24 jam penuh.

Orang yang hilang bukanlah mereka yang kabur karena terjangkit wabah. Tapi mereka yang sudah dimangsa oleh para iblis secara brutal hingga tidak meninggalkan sisa jejak apapun. Mereka yang bersembunyi di tempat gelap dan lembab juga bukan karena faktor dari penyakit yang diderita. Tapi karena alasan iblis yang tidak bisa keluar saat matahari sedang berada di atas langit. Tangan keriput juga menjadi alasan kenapa mereka butuh asupan yang cukup.

Dengan kata lain, mereka kekurangan darah dan daging manusia untuk dikonsumsi.

Sejenak (y/n) teringat akan Shigeru. Dimana dia sempat berkunjung ke rumahnya dan bertemu dengan ibunya yang keadaannya sama persis seperti ciri-ciri yang sudah (y/n) temukan benang merahnya.

"Tidak. Itu tidak mungkin. Ibu Shigeru tidak mungkin seorang iblis." Begitu gumamnya sambil menggelengkan kepalanya. Tapi sekuat apapun (y/n) menepis kemungkinan terburuk itu, tetap saja kemungkinan yang lain muncul dengan seenaknya di dalam pikirannya yang sedang semrawut. Mati satu, tumbuh seribu. Kemungkinan terburuk lain sama halnya seperti amoeba yang membelah semakin banyak setiap menitnya.

Tinggal beberapa langkah lagi untuk (y/n) sampai di tempat kejadian. Tapi dari kejauhan dia melihat rumah-rumah yang sudah berubah kacau porak-poranda tak berbentuk. Bahkan ada yang hampir rata dengan tanah. Ini tidak mungkin dilakukan oleh manusia biasa. Pasti ada campur tangan iblis di dalamnya. Apa dia si pemeran utama?

Mata birunya mengamati sekitar. Mencari target yang mungkin dia temukan disini. Ceceran darah sudah ada dimana-mana dan itu membuat spekulasi (y/n) semakin yakin kalau ada iblis di tempat ia berpijak sekarang. Aroma busuk begitu kuat tercium oleh hidungnya. Bahkan muncul rasa ingin muntah dari dalam perut (y/n) jika dia terlalu lama di tempat ini.

Scenario || Kimetsu no YaibaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang