Langit mulai cerah kala seorang anak lelaki beranting hanafuda memutuskan untuk kembali ke rumahnya. Kedua kakinya berusaha menembus tumpukan salju yang menutupi jalan setapaknya. Kepulan asap keluar dari mulutnya begitu ia menghembuskan napasnya.
Langkahnya mendadak berhenti di tengah jalan. Hidungnya mengendus seperti menemukan aroma sesuatu dari kejauhan. Seketika ia terbelalak. Segera anak itu berlari semakin jauh, ke sebuah tempat yang kini sudah berubah menjadi tempat pembantaian.
Anak lelaki itu tidak bisa berkata apa-apa. Kedua matanya melihat sendiri mayat anggota keluarganya yang tergeletak bermandikan darah baik di dalam ataupun di luar rumah. Hatinya yang sudah hancur berantakan membawa kedua kakinya mendekati mereka yang sudah tiada. Ia bersimpuh, mengecek keadaan dua saudaranya yang terbaring di atas salju.
Untuk sesaat anak berambut merah kehitaman itu bernapas lega. Salah satu saudarinya masih bernapas meskipun terasa lemah. Kulitnya masih hangat meskipun terlihat pucat.
Haori yang tak terpakai diraih oleh anak itu, memasangkannya pada tubuh saudarinya lalu menggendongnya di punggung. Ia kembali menuruni bukit untuk pergi menemui tabib agar saudarinya itu mendapatkan penanganan segera.
Laju larinya melambat. Entah karena beban yang ia bawa terasa berat atau tumpukan salju yang semakin tebal. Dadanya bergerak tak beraturan. Suhu dingin mampu menusuk paru-parunya dan membuatnya merasakan rasa sakit setiap kali anak itu bernapas.
Anak itu berusaha untuk terus berlari. Sekuat tenaga ia melangkah di tengah tumpukan salju hingga saudarinya berusaha bergerak di dalam gendongannya. Alhasil kakinya kehilangan keseimbangan, membuat kedua orang itu jatuh dari atas jurang. Beruntunglah karena salju menjadi penyelamat mereka dari kecelakaan maut. Anak lelaki itu tersadarkan. Saudarinya tidak lagi ada di dekatnya. Ia melirik sana-sini, menemukan seorang gadis yang berdiri tak jauh dari tempatnya terjatuh.
"Nezuko kau baik-baik saja? Kau tidak perlu berjalan. Aku akan menggendongmu," ujar anak itu seraya melangkah mendekati saudarinya.
Namun apa yang dia dapatkan bukanlah sesuai yang dia bayangkan. Gadis itu akan menyerang saudaranya sendiri kalau saja seseorang tidak datang dan menahannya.
"Lari! Menjauhlah dari sini!!"
Anak lelaki itu terkejut. Kakinya tidak bisa digerakkan ketika ia melihat tingkah saudarinya berbeda dari biasanya. Orang yang tidak ia kenal juga tiba-tiba datang dan menghalau serangan saudarinya menggunakan sebuah pedang yang belum ditarik dari sarungnya. Mereka berdua terjatuh di atas salju dengan adiknya yang berada di atas tubuh gadis pemilik mata biru.
"Nezuko..."
"Larilah!! Lari sekuat yang kau bisa!!"
Tidak. Bukan ini yang anak itu inginkan. Ia ingin pergi ke tabib untuk mengobati saudarinya. Hanya itu. Tapi melihat saudarinya yang sudah berubah dan bukan lagi seperti seorang manusia membuat anak itu seperti tertampar keras akan kenyataan yang terjadi.
Mereka tidak lagi hidup di dunia yang sama.
(y/n) sedikit menengadahkan kepalanya, menatap anak lelaki yang mematung di tempatnya berdiri. Mulutnya seperti ingin mengatakan sesuatu tapi suaranya sudah lebih dulu tertahan di dalam tenggorokannya.
"APA YANG KAU TUNGGU?! CEPAT PERGI!!"
"TIDAK!!!"
Anak lelaki itu berteriak. Suaranya cukup keras bahkan (y/n) sampai terkejut karena volume suara tinggi itu. Anak itu menangis, mengepalkan kedua tangannya seraya menatap saudarinya yang sedang menggeram ke arahnya.
"Nezuko..."
Suaranya terdengar parau dan pilu.
"Nezoku tidak seperti ini! Nezuko adalah manusia! Manusia berhati baik! Dia... Hiks... Dia bukan seorang iblis seperti ini!!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Scenario || Kimetsu no Yaiba
FanfictionAozora (y/n). Seorang gadis keturunan keluarga terkemuka pada Era Taisho terpaksa harus memikul beban yang begitu berat di dalam hidupnya. Lewat pesan mimpi yang ia dapatkan, ia harus menyelamatkan puluhan bahkan ratusan nyawa di luar sana dari nera...