.
.
.
Gadis itu mengerjapkan mata, sambil menepuk pipi nya beberapa kali, menyadarkan diri apabila semua ini adalah mimpi.
Dengan masih mengenakan setelan yang sama sedari kedatangannya, ia mulai berdiri dan hendak mengemas barangnya seperti yang sepupunya perintahkan.
Terlihat pantulan dirinya dicermin, menampilkan seorang gadis yang sederhana-bisa dibilang sangat sederhana, dibalut kemeja motif kotak yang telah usang disertai celana jeans pudar, satu satunya yang masih layak hanya sepatu kets, hadiah pemberian tante Maya-mami dari sepupunya, Kalea.
"Duhh sumpah kenapa baru sekarang sih? Kebanyakan orang tua tuh kalo meninggal ya ninggalin warisan, lah ini malah bikin gue melarat karena hutang-hutangnya. Untung aja gue masih punya tante Maya," maki Deena dalam hati.
Jari lentik menyentuh koper berwarna hijau, dengan teliti mulai memindahkan pakaiannya satu persatu ke lemari.
"Kasihan banget nih lemari orang kaya, pasti jijik dijadiin tempat baju baju gue haha,"
Menertawakan hal yang tidak lucu menjadi kebiasaan, hidup yang sulit seringkali mempermainkan dirinya.
Bukan salahnya bila ia membenci kedua orang tua yang sama sekali tidak menganggap dirinya ada. Sibuk bolak-balik ke luar negeri untuk liburan, dengan uang hasil berhutang. Parahnya, bukan melibatkan Deena dalam misi foya-foya tersebut, mereka malah memaksanya untuk bekerja paruh waktu demi membayar hutang.
"Sial,"
Memori yang sempat terbesit dipikiran Deena membuatnya mengutuk.
Setelah menyelesaikan kegiatannya, Deena langsung berdiri dan mengambil satu setel baju berupa kaos hitam, celana levis, dan jaket senada dengan celananya.
Bersiap untuk membersihkan diri, sebelum itu, ia melemparkan pandangan pada jam dinding, pukul enam sore.
****
Aktivitas bersih-bersihnya telah usai, Deena meraih ponsel dan mengetikkan pesan kepada seseorang.
Drrtt-
Ponsel nya bergetar pertanda ada pesan masuk. Terpampang nama Kalea disana, tertulis sederet kalimat balasan.
"Gue siap siap dulu, sini tunggu dikamar gue aja,"
Deena langsung bergegas menuju kamar Kalea, tidak jauh dari kamarnya membuat Deena hanya berjalan beberapa langkah untuk beralih ke kamar sepupunya.
"Le gue masuk ya," izin nya.
Deena menekan gagang pintu dan langsung menampilkan gadis cantik yang dikenalnya.
Rambut coklat diikat menjadi satu, dibungkus hoodie berwarna ungu dan beberapa jepitan memberikan kesan imut. Terlihat tangan mungilnya memegang botol kecil berbentuk persegi, aroma parfum yang segar menusuk indera penciuman Deena.
"Duh maaf ya Deen, gue ketiduran tadi, jadi telat bangun hehe," yang ditatap menarik ujung bibirnya ceria.
"Yuk," Kalea merangkul lengan sepupunya seraya melangkah keluar.
****
Kelap-kelip lampu kota mengiringi langkah Deena dan Kalea. Stan makanan berjejer disepanjang jalan dengan spanduk bertuliskan menu yang mereka jual.
"Cobain itu yuk," ajak Kalea seraya menunjuk Stan di sebelah kiri nya-Takoyaki.
"Oke," Deena mengiyakan.
Keramaian yang ada membuat mood Deena seketika membaik, keseruan yang dibawakan oleh sepupunya kadang membuat tawa diantara mereka.
Mencoba ini mencoba itu, makanan yang sama sekali belum pernah dicoba, yang bahkan Deena mengira tidak akan pernah memakannya seumur hidup. Malam ini, lidahnya diberikan anugerah untuk mencicipi berbagai macam makanan lezat.
"Jadi orang kaya itu enak," batin Deena.
Tak terasa jam ditangan Kalea telah menunjukkan pukul 10 malam. Gadis itu terkejut dan segera menghentikan langkahnya.
"Ya ampun udah malam, pulang yuk, lo pasti belum istirahat," tutur Kalea khawatir.
"Oke."
Mereka mempercepat langkahnya untuk segera pulang.
Sesampainya dirumah, Deena langsung merebahkan dirinya diranjang, meregangkan otot-otot yang kaku. Rasa bahagia yang hari ini ia rasakan menjalar ke seluruh tubuhnya, tidak ingin melupakan momen berharga itu, ia memotret segala kegiatannya dengan Kalea tadi.
Ibu jarinya mengusap layar handphone menampilkan gambar yang berbeda dari sebelumnya, saat sibuk melihat hasil foto yang diambil, papan notif muncul dari tantenya.
"Deena sudah makan belum?" dengan cepat ia membalas pesan tersebut.
"Sudah kok tante, tadi Deena cobain street food bareng Kalea, maaf ya tan..."
"Loh kenapa minta maaf? Bagus dong Kalea ajak kamu cobain street food," tanya yang lebih tua sembari menandatangani berkas kantor, meski sudah tangah malam, wanita itu enggan meninggalkan pekerjaannya.
"Tadi Deena jajan banyak tante, Deena jadi gak enak," Sesal Deena, mengingat betapa rakusnya ia tadi, sudah cukup membuat dirinya merasa bodoh.
"Haduh Deena, kamu ini ponakan tante satu satunya, tidak perlu sungkan seperti itu. Sudah tante transfer ke rekening kamu, buat jajan, makan yang banyak ya cantik,"
Kalimat panjang dari tantenya sukses membuat Deena bangkit dari ranjang dan buru-buru mengecek saldonya, 10 juta.
"Nol nya enam," batin Deena, gadis itu melihat ulang deretan angka itu beberapa kali, ternyata benar 10 juta.
Dirinya membeku, tak percaya ada orang yang dengan mudahnya mengeluarkan dana sebanyak itu hanya dengan alasan untuk jajan. Ia terkejut dengan apa yang dilakukan tante kaya-nya itu.
"Pantes Kalea pake parfum mahal kayak biasa aja," batin nya.
Mengingat botol kaca persegi yang tadi sore dipegang oleh sang sepupu, jelas menggambarkan bahwa Kalea hidup senang sedari kecil, anak dengan sendok emas di mulutnya, hal itu membuat Deena ingin menjadi Kalea.
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
KALEA [TAMAT] ✅ -Revisi
Roman pour AdolescentsSEBELUM BACA BOLEH YUK DI FOLLOW AUTHORNYA^^/ ⚠️ Harsh Words ⚠️ Playing Victim ⚠️ Manipulation ⚠️ Toxic Parents Namanya Kalea Angelica dan senyumnya tersimpan dalam kisah hidup banyak orang, namun gadis itu memiliki musuh abadi, seorang pemuda yang...