Meledak. Gamma tak mampu lagi menahan sesuatu yang memburu di dadanya.
Dengan tangan terkepal dan kedua alis tebalnya yang berkerut marah, Gamma menuruni anak tangga menuju kelasnya di lantai bawah. Berbunyi suara bel, tanda jam istirahat pertama sudahlah habis. Akan tetapi, Gamma ke kelas bukan untuk belajar atau mengikuti kegiatan di jam pelajaran selanjutnya.
Lelaki itu tergesa memasuki kelas XI MIPA-4, lantas bergerak tanpa ragu menuju bangku seorang anak perempuan di pojokan. Gamma mengentakkan kedua telapak tangannya pada pinggiran kursi yang tengah diduduki Selena. Sangat cepat. Sampai-sampai, gadis yang sedang menghabiskan snack di tangan itu terlonjak kaget.
"Gam ...."
"Kamu labrak Iris?"
Serobotan Gamma yang sudah seperti ingin memangsa gadis di hadapannya hidup-hidup ini membuat Selena mengangkat salah satu sudut bibirnya ke atas, tampak puas. Kekehan hambar mengalun dari bibirnya. "Kenapa? Mau jadi pahlawan bocil itu? Sudah terlalu lambat, Gamma. Juno melindungi Iris lebih awal."
Demi mendengar nama menyebalkan itu, Gamma langsung hilang kendali dan menarik kerah Selena. Beberapa anak perempuan di kelas mulai menjerit, tak sanggup menahan Gamma. Mata elang lelaki tersebut terus mencecari Selena dengan nyalang. "Jangan kira aku bisa menahan diri hanya karena kamu perempuan. Aku laki-laki brengsek, kau tahu?"
"Lalu? Apa yang kau mau selain konfirmasi soal labrak-melabrak itu, hm?" Meski ujung jarinya agak tremor ketakutan, Selena lebih memilih untuk membalas tatapan Gamma, ingin menunjukkan bahwa intimidasi Gamma tidaklah berhasil. "Oh, benar. Aku melabraknya, juga memasang kamera mikro di toilet tempat anak itu ganti baju."
Tangan terkepal Gamma sudah terangkat di udara. Urat-uratnya tampak menyembul ke permukaan.
Akan tetapi, gerakannya itu terhenti oleh kalimat Selena. "Eit, tahan dulu, dong. Bahkan kabar utamanya belum aku kasih tahu."
"Apa?" geram Gamma.
Senyuman licik terkembang semakin lebar di bibir Selena. Anak itu tampak puas sekali, merasa bahwa dirinya bisa mempermainkan Gamma yang sudah membuatnya kehilangan banyak hal. Rasa, sahabat, dan kisah-kisah yang terpaksa usai sebelum waktunya. Selena berkata, "Aku enggak berhasil dapat tontonan gratis dari Iris. Kenapa? Ada Juno. Penyelamat Iris itu Juno. Bukan kamu, bukan pacarnya."
Tinju Gamma melayang. Akan tetapi, semua itu terhenti lebih dulu ketika Bu Enden memasuki kelas dan melerainya. Napas Gamma masih memburu. Jika saja tidak dihentikan guru Bahasa Indonesia tersebut, Gamma bisa saja memukul Selena, dan itu berarti dirinya meninju adik kelas juga anak perempuan, hari ini. Memalukan sekali.
Setelah memastikan jarak antara Gamma dan Selena sudah cukup untuk tak lagi berbuat keributan, Bu Enden langsung mengawali kegiatan pembelajarannya. Sementara itu, Gamma berusaha menormalisasi tempo sirkulasi pernapasannya. Tangan Gamma mengecek ponselnya di kolong bangku, lantas mengirimkan pesan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Binary Asteroid
Ficção Adolescente"Di mataku, kita itu satu. Layaknya sebuah planetoid yang bergenggaman. Namun, akhirnya kusadari, angular resolution-ku yang kelewat besar dari batas maksimum diameter sudut antara kita. Karena pada kenyataannya, kita hanyalah binary asteroid, tak l...