Hari Minggu pagi, jam enam lewat lima menit. Pergumulan awan sisa-sisa hujan semalam menghiasi langit yang mungkin dalam hitungan menit akan memunculkan matahari yang masih bersembunyi. Udara terasa sangat menyegarkan dan sejuk, ah ralat... mungkin bisa dikatakan sudah masuk kategori sangat dinging. Terbukti dengan Sagara yang berkali-kali menggigil akibat terpaan angin, agaknya ia menyesal karena hanya menggunakan jaket tipis untuk membalut kaosnya.
Seperti biasa Agas secara tega membangunkannya dan menggeretnya pagi-pagi untuk berolahraga, kali ini mereka bersepeda—gowes—keliling entah ke mana lantaran Sagara hanya membuntuti Agas dengan sabar. Untuk kali kedua, Sagara menghentikan kayuhannya, kemudian mengancingkan resleting jaketnya dan memakai kupluk untuk menutupi kepalanya.
Hal tersebut disadari oleh Agas, membuat Kakaknya itu segera berbalik dan melajukan sepedanya menghampiri Sagara. "Kenapa lagi? Berhenti mulu lo,"
"Dingin, gue bisa mati karena menggigil,"
"Lo lebay, sumpah."
"Gigi lo lebay, dah cepet sana jalan lagi." Sagara tetaplah Sagara, meskipun sering mengeluh, ia akan selalu dengan pasrah mengikuti alur.
Ia mengayuh sepedanya dengan santai, bibirnya sesekali ikut menggumamkan lirik lagu Strawberries & Cigarettes dari Troye Sivan yang sudah ia hapal di luar kepala, di saat seperti ini bisa-bisanya Sagara malah melupakan benda kecil kesukaannya—airpods—padahal mendengarkan musik saat sedang gowes adalah sebuah kewajiban baginya. Mulanya Sagara mengira bahwa Agas hanya akan mengajaknya berkeliling daerah komplek tempat mereka tinggal, tak pernah terpikirkan olehnya bahwa Agas benar-benar senekad ini dan malah menuntunnya sampai ke taman kota yang berjarak 15 km dari rumahnya.
Sagara hampir saja mengangkat dan melemparkan sepedanya pada Agas ketika mereka sudah sampai, "Cepet beliin gue minum, sebelum gue timpuk muka lo pake sepeda." Kata Sagara agak terengah-engah.
Melihat hal tersebut Agas malah tertawa puas, ia sampai memegangi perutnya yang mulai terasa keram. "Iya-iya, tunggu di sini lo." Agas menstandarkan sepedanya, dengan sisa tawanya ia berlari pelan mencari penjual minuman. Agak kasihan dengan adik sepupunya yang benar-benar kelelahan.
Sagara tidak benar-benar menyangka bahwa memerintahkan Agas untuk membelikannya minuman bisa selama ini. Ia melirik jam tangannya, kemudian mengangguk-angguk pelan dan bergumam dalam hati—rupanya mereka menghabiskan waktu hampir satu jam selama di perjalanan tadi. Ketika mendongak, di ujung dekat pinggiran taman—di jajaran tempat penyewaan sepeda—seorang perempuan yang akhir-akhir ini memenuhi pikirannya terlihat sedang berbincang dengan pria paruh baya yang menjadi pemilik sepeda-sepeda tersebut.
Tanpa pikir panjang dan tak memperdulikan jika sewaktu-waktu Agas akan kembali, Sagara kembali menaiki sepedanya dan membawa kendaraan tersebut untuk menghampiri gadis dengan setelan olahraga itu.
Sedangkan di tempatnya, Zee sedang bernegoisasi dengan bapak-bapak yang memiliki usaha tempat penyewaan sepeda ini. Zee datang ke sini sendirian—dengan berjogging santai—sebab kebetulan letak kost-kostannya tidak terlalu jauh dari sini. Di taman kota yang di kala Minggu pagi akan menjadi tempat olahraga dadakan, ia mendadak tertarik ketika melihat jajaran sepeda yang disewakan.
"Beneran sepuasnya ini, Pak?" Zee bertanya memastikan. Orang yang dipanggilnya dengan sebutan 'Pak' itu mengangguk mantap, "Iya, Neng, sepuasnya."
"Ya udah, saya mau sepeda yang itu, Pak." Ia menunjuk sepeda lipat berwarna krim, pria paruh baya tadi dengan sigap menyiapkan sepeda yang Zee pilih. Hingga ketika gadis itu baru saja hendak menduduki jok sepeda sewaannya, sebuah suara kembali menginterupsinya—kali ini suaranya terdengar berat dan agak asing di telinganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Walking in You || Park Jisung [ON HOLD]
Teen Fiction[ON HOLD] Sagara, Agas dan Zee... Setiap karakternya berbeda. Tidak perlu repot menerka atau menebak-nebak, cukup ikuti saja kisah mereka jika ingin mengetahui kelanjutannya. Lalu, tentukan kira-kira pilihanmu ada pada; si monoton Sagara, si popules...