10. Satu Hari Penuh

30 3 1
                                    

Zee mendadak bangun pagi pada hari Minggu kali ini, ia bahkan sudah mandi sejak jam enam tadi. Mengesampingkan rasa malas dan mengantuknya hanya karena sudah terlanjur membuat janji dengan Sagara—bahwa mereka akan pergi hunting mencari buku-buku lama, atau lebih tepatnya Sagara hanya akan menemani Zee.

Padahal biasanya seorang Selomita Nazeeva akan sibuk bergumul dengan selimutnya sampai adzan dzuhur berkumandang. Lalu sibuk bermain ponsel hingga lupa waktu dan mengabaikan rendaman cuciannya hingga baju-bajunya kembali bau akibat terlalu lama direndam. Ia melakukan semua itu semata-mata untuk menikmati hari liburnya dengan bermalas-malasan, lantaran biasanya ia sangatlah produktif dan rajin. Sengaja membayar lelahnya dengan cara mengistirahatkan tubuhnya sejenak.

Jam sepuluh lewat empat puluh tujuh menit, mobil Sagara sudah bertengger di depan pagar kostannya ketika ia mengintip dari balik gorden kamar kost yang ia tempati. Sagara tidak turun, hanya mengabarinya lewat pesan singkat yang ia kirimkan. Berisi pernyataan yang menyatakan bahwa ia sudah sampai di depan kostan Zee, menunggu gadis itu keluar lalu dapat kembali melajukan mobilnya untuk bergabung dengan kendaraan lain di jalan raya.

Mereka saling melemparkan senyum lebar ketika Zee membuka pintu mobil dan mendudukkan dirinya dengan posisi ternyaman di kursi penumpang samping kemudi. Bersiap-siap dari pagi namun Zee tetap hanya tampil dengan penampilan santai, tampak matching dengan Sagara yang tak kalah casual dengan hoodie berwarna army dan ripped jeans.

"Lo hapal jalannya, kan?" Sagara bertanya dan langsung diangguki oleh Zee. "Ya udah, nanti tunjukin aja arahnya ke mana."

Setelah itu hening, hanya terdengar lagu Talk dari Khalid yang mengalun dari siaran radio yang terputar di mobil ini. Lalu terdengar sayup-sayup Sagara ikut bernyanyi dengan suara beratnya yang ternyata enak didengar ketika tengah bernyanyi—walaupun dengan suara kelewat kecil.

Lama memandangi Sagara membuat Zee akhirnya menyadari sesuatu, kalau rupanya laki-laki itu terlalu tampan. Hidung bangirnya, mata sipitnya yang lucu, dan bibirnya berwarna merah muda alami karena sepertinya ia jarang merokok, semua kesempurnaan itu sangat disayangkan jika harus dilewati dan diabaikan begitu saja.

Laki-laki dengan wajah dan penampilan tanpa celah ini terlalu menawan untuk tidak dilirik oleh pasang mata manapun. Akhir-akhir ini, Zee memang sudah berkelana kesana-kemari hanya untuk mengulik beberapa fakta menarik tentang Sagara dari orang-orang kenalannya di kampus.

Sadar kalau sejak tadi Zee memperhatikannya, Sagara pun menoleh—memergoki gadis itu yang masih menatapnya lekat seakan tak ingin melewatkan satu detail pun pada sesuatu yang ada di wajahnya. Sagara terkekeh pelan melihat reaksi terkejut Zee yang sontak tergagap dan salah tingkah sendiri.

"Kenapa salting gitu?" Ejek Sagara, ia lebih tertarik untuk mengerjai Zee dibandingkan menanyakan alasan gadis itu menatapnya—dia tidak mau nantinya malah dibilang kepedean.

"Hah, enggak. Aduh, gue mendadak ngantuk, boleh tidur aja gak, sih?" Jawab Zee gelagapan. Gadis itu terus bergerak di kursi penumpangnya.

Masih dengan kekehannya Sagara mengangguk menyetujui, "Iya, boleh, tidur aja." Sok mengiyakan, padahal Sagara jelas tahu kalau Zee hanya mencoba untuk mengalihkan topik lantaran terlanjur malu karena kepergok.

Tapi di detik selanjutnya, ketika Zee benar-benar mengatur posisi nyamannya untuk kemudian memejamkan mata, Sagara langsung menghalanginya, "Eh, gak tidur beneran juga, Mbak. Ini siapa yang nunjukin jalan kalo Mbaknya malah molor,"

Zee meringis malu, lalu kembali sok sibuk menatap jalanan sembari bergumam mengikuti lagu yang tengah terputar. Sampai akhirnya suara Sagara kembali menyapa indera pendengarannya, barulah ia menoleh sepenuhnya kepada yang mengajak berbicara.

Walking in You || Park Jisung [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang