Pernikahan Stella dan Alan sudah berjalan lima bulan. Namun, momen-momen romantis yang diimpikan wanita muda itu sama sekali tak pernah didapatkannya. Sang suami benar-benar seperti tembok berjalan; datar!
Bakda salat Magrib, seperti biasa Stella akan menunggu Alan pulang kerja di ruang tengah sambil menonton televisi. Beberapa toples berisi makanan ringan di meja turut menjadi pendampingnya. Dengan pandangan tertuju pada benda kotak di depannya, dia memakan kacang begitu khusyuk.
Tampilan di televisi menunjukkan adegan romantis di mana sang lelaki memberikan kejutan pada sang wanita di hari ulang tahun pernikahan mereka.
Stella yang menyaksikan itu otomatis gigit jari. Di a teringat betapa merananya dia karena Alan harus mengikuti Raka ke luar kota. Alhasil, hari bersejarah itu harus dilaluinya seorang diri.
Stella mengembus napas kasar. Dia mulai lagi membanding-bandingkan biduk rumah tangganya dengan ala-ala di drama.
Setelah mengembalikan toples berisi kacang dari pangkuannya, dia menepuk pipi beberapa kali sambil menggeleng kuat. Sadar, La! Sadar! Jangan banyak ngeluh! Harus bersyukur!
Yah, mau secuek apa pun Alan, laki-laki itu tetap menjadi suami terbaiknya.
Stella tersenyum, mengangguk-angguk sendiri. Benar. Meskipun terkesan tak peduli dari luar, Alan tetap mengusahakan apa yang membuatnya nyaman. Jujur saja, selama lima bulan ini, dia sungguh telah jatuh pada pesona seorang Alandra Mandala.
* * *
Pukul 21.59.
Stella mengintip ke ruang kerja suaminya, masih kerja!
Wanita muda yang mengenakan pakaian hamil tersebut mendesah kesal. Padahal dia ingin bermanja malam ini. Namun, Alan malah lebih memilih berduaan dengan berkas-berkas.
Apakah dia harus meminta tolong pada Mbak Syifa agar Pak Raka berhenti menguras tenaga kerja Alan?
Tak sanggup menahan diri lagi hanya dengan mengintip, Stella akhirnya masuk. Dia berdeham keras sambil mengelus perutnya yang agak menyembul, tetapi sang suami hanya melirik sekilas.
"Ih, Mas Alan! Kerjanya udahan, dong! Masa dari tadi aku sama Utun dianggurin?" Akhirnya, wanita cantik itu mengeluarkan protes.
Alan melepaskan pandangannya dari layar komputer. Dia memundurkan kursi, lalu menghela napas ketika melihat istrinya.
Sontak, hal tersebut membuat Stella melotot.
"Kok, Mas Alan gitu? Enggak seneng aku ke sini karena jadi ganggu, iya? Tuh, kan. Selama ini Mas Alan emang enggak pernah cinta sama aku. Mas Alan cuma mau nikmatin tubuh aku doang sampe bikin belendung gini, tapi enggak mau tanggung jawab! Aku, mah, apa atuh. Fine, aku pergi!"
Cerocosan Stella sungguh membuat sakit kepala. Namun, Alan justru tersenyum tipis melihat tingkah lucu sang istri.
Lalu, sebelum wanita tukang ngambek itu benar-benar melangkah pergi dan membelakanginya semalaman, Alan dengan sigap segera berdiri dan memberikan sebuah pelukan dari belakang.
"Maafkan saya, ya."
Suara berat Alan yang menyatakan perdamaian tentu saja langsung membuat Stella luluh. Dengan cemberut, wanita muda itu membalikkan badan.
"Mas Alan curang!"
"Saya curang kenapa emang?"
"Lah, itu, langsung bikin aku klepek-klepek," jawab Stella dengan polosnya.
Seketika, tawa Alan yang sangat langka diperlihatkan berderai. Laki-laki itu kini memeluk Stella dari depan, sesekali melayangkan kecupan di puncak kepala sang istri.
"Sayang banget sama kamu."
Duh, Stella jadi makin meleleh. Alan menyatakan sayang tanpa menggunakan bahasa baku!
Stella langsung mengeratkan pelukan mereka. Dengan hati riang gembira, dia membalas, "Aku lebih sayaaang sama Mas Alan! Lop yu."
"Lop yu tu."
-Selesai-
Sekian kegajean yang kubuat. Makasih, yaaa. Sampai jumpa di cerita lain. Insyaallah, bakal tayang bulan depan. 💚
KAMU SEDANG MEMBACA
ELAN [END]
Chick-LitStella Dilys Chitraghanda menyukai Damar Sadewa, rekan sesama dokter di rumah sakit tempat ia bekerja. Namun, selama dua tahun berjuang mempertahankan perasaan itu, ia terpaksa harus menyerah tatkala mendapatkan sepucuk undangan yang tertulis nama l...