-13

4.5K 495 21
                                    

Di pagi yang cerah ini, Haechan tak percaya jika tugasnya adalah membersihkan kandang. Ini sudah tiga hari sejak pertemuannya dengan Jaemin namun belum ada kabar atau rencana apapun yang disampaikan padanya. 

Bersama dengan beberapa pelayan lain, Haechan membersihkan kandang. Kali ini Haechan kebagian mengangkut sisa pencernaan kuda-kuda alias kotoran mereka. Demi apa, Haechan sangat benci pekerjaan yang satu ini. Biasanya kalau di village yang mengurus kuda bukan dirinya, 

"Sialan, ini kenapa aku menjadi babu istana?!" Haechan bergumam seraya mengangkut tong penuh kotoran ke gerobak yang sudah hampir penuh, setelah menuang kotoran itu Haechan menghela nafas kemudian berjalan menuju ke pohon yang tak jauh dari kandang. Mengistirahatkan dirinya, hari ini dia tidak menemani Jeno karena agenda rapat yang dihadiri oleh Mark dan juga Jeno membuat Haechan malah dipindah tugaskan, bukannya dibiarkan istirahat saja. 

Ada banyak hal yang kini terlintas dikepala Haechan, ia sampai tak sadar melamun dan tidak menyadari kehadiran seseorang disampingnya.
"Hey, perhatikan sekelilingmu." suara itu dibarengi dengan sebuah botol yang terlempar ke pahanya. Haechan menoleh dan mendapati Jisung yang duduk disampingnya. 
"Oh, terimakasih." ucap Haechan, ia dengan cepat membuka tutup botol lalu meminumnya. Tenggorokannya langsung terasa segar setelah meminumnya. 
"Dua minggu lagi." ucapan Jisung membuat Haechan sontak menoleh untuk menatap pemuda disampingnya,

"Apanya?" tanya Haechan bingung.
"Kita akan bergerak." seketika itu juga jantung Haechan berhenti. 
"Jadi orang dalam yang dimaksud adalah Jisung? kenapa aku tidak sadar sama sekali?"  batin Haechan. 
"Kau-" 
"Tidak ada pertanyaan soal diriku lebih jauh." potong Jisung sebelum Haechan bertanya. Keadaan mereka yang sedang jauh dari pengawasan dan juga dari orang-orang membuat mereka berdua memiliki privasi tanpa harus takut ketahuan. 

"Rencananya adalah membunuh para petinggi dan menggantungnya di jalan perbatasan." ucap Jisung. 

Haechan terdiam, otaknya langsung memutar kejadian dimana dia melihat keluarga dan teman-teman ayahnya digantung setelah dibunuh dan di siksa habis-habisan. 
"Kau bisa membalas perbuatan mereka pada keluargamu juga, anggap saja seperti itu. Maka itu mempermudahmu melakukannya." Jisung berdiri, kemudian dia menatap Haechan.
"Semua sudah selesai, kita bisa kembali." ajak Jisung. 

Haechan berdiri, ia kemudian pergi mengikuti Jisung dibelakang menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Suara guyuran air memenuhi tempat pemandian, Haechan merasakan segarnya air setelah bekerja dan tubuhnya memanas, ia memejamkan matanya. Hidupnya dulu sudah sempurna tanpa gangguan dan berurusan dengan orang istana. Tapi kini? selain berurusan dengan istana dia malah berurusan dengan orang dari NOIR dan hidupnya diambang kematian jika salah memilih.

"Hidup dengan nama Ferdinand saja sudah susah kenapa dewa malah mempersulit?" batin Haechan. 


Setelah membersihkan diri, Haechan memilih untuk beristirahat dikamar, merebahkan diri dikasur miliknya sembari menatap langit-langit kamarnya. Sepi, biasanya jika dirumah dia masih akan mendengar suara dari luar, orang-orang mengobrol atau anak-anak yang bermain. Haechan memejamkan matanya sembari mengingat-ingat kenangannya di village, disana dia bebas dan tidak menjadi babu, paling hanya disuruh mencari makan untuk warga desa bersama dengan yang lain. 
"Aku rindu rumah." Haechan memiringkan tubuhnya sembari membuka mata, alangkah terkejutnya ia ketika malah mendapati wajah Jeno disampingnya. 

Sejak kapan dia disini?!

Haechan lantas mendudukkan dirinya sedangkan Jeno yang berjongkok disebelah tempat tidur Haechan hanya tersenyum manis seperti orang bodoh. Untung tampan. 

"Apa yang kau lakukan disini?" tanya Haechan. 
Jeno tidak menjawab, dia lebih memilih untuk berbaring disebelah Haechan lalu menarik tangan Haechan agar kembali tertidur, memeluk lelaki manis itu seperti guling. 

CARNATION (NOHYUCK) ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang