BAB 4

82 9 0
                                    

Gadis berambut setengah punggung dengan ombre merah di pinggirnya itu langsung menghela napas saat ia tidak sengaja menjatuhkan buku tebal di salah satu rak buku di perpustakaan.

"Yu, lo kenapa?" tanya Dwi saat mendengar Kakak Kelasnya menjatuhkan buku yang berbunyi nyaring.

Ayu menggeleng lalu mengipaskan tangannya sebagai tanda mengusir pada sahabat kecilnya itu. Dwi hanya mengangguk dan berlalu dari sana.

'Selir Bulan'

Ayu langsung menyeringit heran saat membaca judul buku tebal tersebut. Sepertinya ia tidak pernah mendengar seperti ini. Kemudian membuka satu persatu lembar buku tersebut.

"Selir Bulan adalah salah satu dewi tercantik dan juga berasal dari Kerajaan Bulan. Ia jatuh cinta pada salah satu Raja terkuat saat menyelamatkan Raja tersebut." Gadis itu membaca lembar pertama buku tersebut dengan saksama. "Maksudnya? Kek cerita dongeng ini....," bingungnya saat tak mengerti apa yang dimaksud dalam buku ini.

"Raja yang baru saja sadar langsung jatuh cinta pada Dewi itu, sampai-sampai melupakan Ratu-nya yang telah menunggu. Raja kemudian berjanji suatu saat nanti dia akan kembali dan menikahi Dewi itu. Sang Dewi langsung tersenyum senang dan berucap, akan terus menunggu Raja tersebut. Na-" Bacaan gadis itu langsung terhenti saat seseorang langsung menyelanya.

"Selir Bulan? Kisah selir yang paling tragis," komentar seorang lelaki beralis tebal sambil duduk di sebelah gadis itu. "Sejak kapan lo suka sejarah, Yu?" Kenan bertanya dengan nada mengejek.

Ayu hanya mendengus pelan lalu melemparkan buku tersebut ke arah Kenan. "Cuma iseng tadi." Lalu melangkah keluar dari perpustakaan dengan langkah tenangnya.

Kenan hanya terkekeh pelan. "Sudah hampir 1000 tahun. Tapi reinkarnasi Selir Bulan, dan Ratu Kesempurnaan belum terlihat," gumamnya sambil membereskan buku-buku yang berserakan di sana. Lelaki itu memang bertugas sebagai pengawas perpustakaan karena kegemarannya membaca buku-buku sejarah di sini.

"E-eh?" Kenan terdiam saat mendapati sebuah foto palaroid yang ada di salah satu lembaran buku tebal itu. Pandangan lelaki itu menyipit seperti mencari tahu siapa pemuda dan perempuan yang ada di sana. Senyuman lelaki itu langsung terukir saat menyadari siapa yang ada di foto tersebut. "Emang mirip."

.
.
.

"Wale!"

Lelaki itu langsung berbalik saat baru saja keluar dari Mushollah sekolah.

"Kenapa sih, Dam?" tanyanya pada sang sepupu.

Mada yang baru saja memakai sepatunya hanya terkekeh, "Kemarin Mbak Yayu' nanya gue, Awale mana? Karena HP lo kagak aktif!" jelas Mada sambil mendudukkan diri di dekat sepupunya.

"Terus lo bilang apa?" tanyanya sambil memasang sepatunya.

"Gue bilang, kalau lo ke club karena kemarin Arfan, Zeus, Fauzan, sama Alaska mau ke sana. Jadi gue kira lo ke sana juga, tapi setelah gue lihat story wa-nya Jecky... Gue baru tahu kalau lo pergi ke pasar malam," jelas Mada, santai.

Awal yang mendengar itu langsung menggertakkan giginya. "Lo mau gue mati diamuk Yayu'!" bentaknya sambil memukul kepala lelaki yang tak lain adalah sepupunya sendiri.

"Mana gue tahu, Mas! Gue ke perpus dulu!" Setelah itu Mada langsung berlari ke arah perpus tak lupa mengejek Awal dengan gerakan seperti menggoreskan pisau ke lehernya.

"Mati ajah lu!"

Sepertinya ia akan menjadi santapan Singa Betina itu sebentar lagi. Dewa Kematian sudah menunggu lelaki itu untuk mengantarnya ke Underworld. Lelaki yang sudah mengalami kepahitan dunia setelah bertunangan dengan Rahayu Velet saat January 9 tahun lalu kini menggerakkan tungkainya menuju ruangan volly indoor. Mungkin, memukuli bola-bola volly akan menjauhkannya dari kematian, pikirnya.

"Awal!" Tungkai linglung itu langsung terhenti saat mendengar suara dari seseorang yang berlari dari selatan.

"Kenapa?" tanya Awal, sembari menggaruk-garukkan kepalanya seperti orang linglung.

Sedang Kenan hanya tersenyum masam saat merasakan hawa dari beban pikiran Arswal yang sudah mulai menekannya. Tak mau berlama-lama, lelaki yang masih memakai kopiah itu langsung mengeluarkan palaroid monokrom dari saku celananya dan memberikannya pada Awal. "Ini."

"Apa neh?" tanya Awal, memperhatikan foto tersebut. Tatapannya langsung menatap aneh Kenan yang tersenyum miring. "Ini lo dapat darimana?"

"Buku Selir Bulan. Dan gue yakin, lo pasti tau siapa mereka. Gue pamit dulu, dah jam sejarah." Kenan langsung memutar daksanya, tak lupa menepuk pelan bahu Awal. "Oh yah, mereka mirip banget sama lo dan Yayu'!" Tawa Kenan menggelegar tak lupa dengan suara langkahnya yang bersentuhan dengan tanah.

Netra cokelat itu masih sibuk menelisik aksara dari buku tebal yang sudah agak berdebu. Walaupun hanya ditemani cahaya dari Dewi Selene dan juga suara gemuru dari ombak laut yang melampiaskan amarahnya, menjadi irama indah di telinga gadis berparas cantik itu.

"Sedang apa?" Suara serak dari seorang pria dengan pakaian acak-acakkan mengalihkan atensi dari gadis itu. Gadis itu berdiri di atas gazebo sembari merentangkan tangannya menuju pria yang sudah terkekeh geli akan tindakan gadis cantik itu. "Miss me?" tanyanya sambil merengkuh daksa gadisnya. Jangan lupakan kecupan yang pria itu berikan pada bahu gadis itu, yang membuat kekehan geli keluar dari bibir ranum Lentera.

"Mahen, aku tadi membaca kisah Selir Bulan," ujar Lentera, dengan nada mengaduh.

"Lalu?" Mahen membawa tubuh Lentera untuk duduk di pangkuannya. Tangan pria itu tidak lepas dari rambut panjang gadisnya.

"Kau tau, Raja-nya jatuh cinta pada gadis lain saat sang Ratu masih menunggunya pulang. Raja-nya sangat jahat! Dia memberikan harapan pada dua wanita sekaligus. Aku membencinya, Mahen!"

Kekehan dari bibir Mahen langsung terdengar yang sangat mengganggu Lentera. Gadis yang memiliki jiwa lain di dalam daksanya itu langsung melotot. Lalu berdiri dari pangkuan Mahen, seakan sudah enggan untuk berada di dekat pria itu. "E-eh... Kenapa pergi?" tanya Mahen, yang sudah terbiasa akan tingkah Tera.

Lentera hanya melotot. Lalu membereskan buku-buku tebal yang dia baca dari tadi siang. "Jangan mengikutiku, Mahen! Dia tidak ingin berbicara denganmu!" semprot Lentera saat Mahen mengikuti langkahnya, dan jangan lupakan tangan Mahen yang memeluk perutnya.

"Mas, lo ngapain ngelamun di situ?"

.
.
.

Lentera Velet

Lentera Velet

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rahayu Velet

Rahayu Velet

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
FATED: MAYBE, IN ANOTHER LIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang