"22?"
"Usiamu."
Lentera langsung tertawa renyah saat mendengar penuturan polos yang diberikan Mahen. Mahen tidak pernah berubah. "Hari ini aku 23 tahun, Mahen." Gadis cantik itu mendongakkan pandangannya menatap wajah Mahen yang masih terdiam, seakan mencerna setiap memori yang sepertinya terpecah belah bagai kepikan puzzel. "Kamu melupakan umurku?" Lentera menjauhkan tubuhnya dari tubuh Mahen, gadis bersurai panjang itu lebih memilih untuk bersandar di sandaran sofa daripada dada lelaki yang meraih sepiring cookise.
"Dramanya akan dimulai...," gumam Mahen, sembari memakan cookise cokelat dengan kacang almond kesukaan Lentera.
Tera menghembuskan napasnya, memajukan bibir ranumnya beberapa senti. Tak lupa mengelus pelan perutnya yang sudah mulai terlihat. "Adek, lihat Ayah... dia tidak menyayangi Bunda. Dia melupakan umur Bunda. Padahal hari ini ulang tahun Bunda kan?" Gadis itu seakan mengaduh, dengan hiperbola.
"Tera..."
"Lihat, Ayah sudah mau memarahi Bunda."
"Lentera!"
"Maaf, siapa yah?" Lentera berdiri, meninggalkan Mahen yang ingin menggerutu.
"Kamu tidak ingin hadiah?" Mahen memperlihatkan kotak berwarna biru malam tersebut. Lentera yang tadinya ingin pergi langsung menggerakkan tungkainya untuk mundur beberapa langkah. Gadis cantik itu tersenyum lalu mendudukkan daksanya di atas pangkuan lelaki itu.
"Mau!" Tera sangat suka hadiah. Apalagi Mahen. Dan akan selalu Mahen. "Apakah itu mahal?"
"Tera, tidak perlu mahal. Asalkan itu berharga." Mahen tersenyum tipis, membelai surai panjang sang kekasih. "Karena tidak semua yang ada di dunia ini bisa dibeli dengan uang."
"Contohnya?"
"Cinta kita."
Lentera langsung tertawa. "Padahal aku yang lebih dulu mencintaimu, Mahen."
"Kapan?"
"Saat aku baru dipindahkan. Di gedung belakang sekolah." Januari 6 tahun lalu, Lentera tersihir oleh pesona seorang lelaki yang menyelamatkan dari sepi saat tersesat akan arah. Hanya dengan kata, 'Permisi?' Mahen mampu merubah dunia Lentera. "Aku jatuh cinta pada siswa yang kabur dari jeratan guru BK." Lentera terkekeh, melilitkan tangannya pada tengkuk Mahen.
"Ohh... Berarti aku lebih dulu." Kecupan lembut mendarat pada pipi gadis. Saat mata gadis itu melebar seakan tidak percaya. "Anak perempuan menangis di tengah hujan karena kucingnya mati. Memalukan kan?" Tawa Mahen meledak saat menangkap wajah Lentera memerah karena malu. Gadis itu tetap sama. Selalu sama di matanya. Tidak ada yang berubah. Dan tidak ada yang harus dirubah. Dia hanya ingin anak perempuan yang menangisi kucing yang menjadi korban tabrak lari di musim hujan pada bulan Februari selalu ada di sisinya. "Jangan ada lagi perpisahan, Tera."
Mata gadis itu seakan berkaca-kaca. Entah mengapa, Tera memilih untuk memeluk erat daksa lelaki itu sembari menenggelamkan wajahnya yang sudah basah oleh krystal bening pada dada Mahen. "Aku mencintaimu, Mahen. More than you..."
Mahen menghembuskan tawanya, terasa menyesakkan. "Kamu sudah ingin menjadi Ibu. Tapi gampang menangis?" ujarnya, dengan nada mengejek. Memeluk daksa gadis itu lebih erat.
"MAHEN!!!" pekik Tera. "Dia tidak bisa bernapas, kamu menekannya."
"Maaf."
"Tidak."
"Maaf."
"Tidak."
.
.
.Gadis cantik dengan bibir merah ranumnya itu langsung mengedipkan kedua kelopak matanya berkali-kali saat menangkap seorang lelaki sedang tersenyum cerah dengan kue tar ambrudal di atas tangannya. Gadis itu lebih memilih untuk menutup kembali tirai pintu balkonnya. Saat menyadari tingkah gila apa yang akan diberikan oleh lelaki kurang kerjaan yang memanjaki balkon kamar anak gadis saat dini hari. Membiarkan sang lelaki dengan kegilaannya yang sedang memukul-mukul kaca pintu yang sudah tertutup rapat itu. Ayu lebih memilih melanjutkan tidur nikmatnya daripada meladeni Arswal yang sudah berselonjoran.
Kurang kerjaan. Ayu ingin melampiaskan emosinya saat handphone yang ada di atas nakas berbunyi nyaring dan menampakkan nama orang gila itu. Mau tidak mau Ayu mengangkatnya walau enggan.
"Kenapa sih, Mas?"
"Yu, it's your birthday gue mau ngasih lo suprise!"
Ayu berdecak. Mendudukkan kembali daksanya di atas kasur. "Bisa besok kan, Wal? Gue mau tidur." Gadis cantik itu tidak berbohong. Dia mengantuk. Ia telah menghabiskan seharian waktunya untuk meraih ambisi dan juga obsesi di segala hal. Tenaganya sudah terkuras habis. Apa lagi lelaki itu adalah salah satu alasan tenaganya selalu terkuras.
"Yaudah. Biarin gue masuk. Di sini dingin, Yu. Lo ga—" Rengekan Awal berhenti saat gadis dengan gaun tidurnya seperti Ratu itu membuka pintu balkon. Yang disambut senyum cerah oleh sang lelaki berkaos oblong dengan celana pendeknya.
"Kunci lagi." Itu perintah terakhir sebelum Ayu menghempaskan kembali tubuhnya di atas kasur. Dan menutup matanya dengan terburu-buru menggunakan penutup mata. "Kalau mau tidur di samping gue, bersihin diri lo. Gue tau lo habis ke club, Mas," ujarnya, pelan. Saat menyadari kasur queen zise-nya bergoyang. Aroma dari alkohol di tubuh lelaki itu sangat menyengat dan menganggu.
"Males ah, Yu."
"Mau gue usir?"
"ENGGAK! BENTAR YAH, BAJU GUE MASIH ADA?" Lelaki itu berlalu menuju kamar mandi yang berada di salah satu ruangan yang ada di dalam kamar berukuran besar itu. Tidak menjawab. Mungkin gadis yang sudah menambah umurnya hari ini sudah tertidur. Setelah membersihkan diri dan mengganti pakaiannya, lelaki itu langsung menaiki kasur queen zise tersebut dan berbaring. Awal terkekeh. Ia dan Ayu selalu memiliki jarak walaupun berada di tempat yang sama. Dari kecil. Karena mereka berasal dari dua blok yang berbeda. "Dah lama yah...," gumamnya sembari menatap lekat langit-langit kamar beraroma Sakura tersebut. Aroma yang sangat menenangkan. Lelaki itu bergerak mematikan lampu tidur yang berada di sampingnya. Lalu merapikan selimut milik Ayu yang tidak menutupi gadis itu dengan benar. Ayu mempunyai masalah terhadap dingin. Jadi, lelaki itu selalu mengantisipasinya.
Selamat ulang tahun, Velet. Awal tersenyum memandang paras gadis itu yang sudah terlelap ke alam bawah sadar. Gak usah mimpi indah, lo cukup tidur nyenyak. Gue udah seneng.
Kebiasaannya saat mengetahui gadis itu berkeringat di dalam tidurnya adalah menyalakan AC yang selalu dimatikan sang gadis saat malam mendingin. "Kak Tera..." Suara Ayu terdengar paruh saat sedang gelisah. Apakah gadis itu masih memikirkannya? "Kak..."
"Besok kita ke makamnya Kak Tera yah." Walaupun dalam tidurnya, Ayu masih bisa mengerti. Dan mengiyakan bisikan dari Awal.
Mudah-mudahan dia gak ada di sana.
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
FATED: MAYBE, IN ANOTHER LIFE
Ficção GeralSebuah janji dari dua manusia di kehidupan terdahulu, membuat keduanya harus menebus janji sekaligus dosa yang membawah dendam. Dendam yang kembali memaksanya untuk memenuhi janji yang bukan tanggung jawabnya. "Kita berdua dilahirkan untuk menebus j...