2. Denial: is He Joking?

17 1 0
                                    

Sekacau apapun hari, dunia akan tetap terus berjalan. Orang-orang masih tetap berlalu-lalang di jalan. Kemacetan pun tak pernah surut. Langit tetap setia berada di atas sana. Hari-hari berlalu, Calandra tetap menjalankan aktivitasnya sebagai mahasiwi semester lima seperti biasa.

Kesibukan mengerjakan tugas, rapat hingga sore hari, kumpul bersama teman-teman di kampus, memberi makan kucing kesayangannya, Comi, dan menangis lagi. Dua hari lalu setelah ia menyadari semua yang terjadi antara dirinya dengan pria itu benar-benar sebatas omong kosong.

Sejak saat itu, Calandra merasa berbeda. Ini bukan dirinya. Calandra kehilangan dirinya sendiri. Tangis selalu menyelimutinya setiap hari, murung di kamar, jarang berbicara kepada orang rumah sekali pun dan bahkan ia takut hanya untuk sekedar melihat pesan masuk di handphone-nya. Setakut itu Calandra. Ia takut jika benar-benar tak pesan masuk dari pria itu. Ia masih belum menerima kepergian yang tanpa babibu. Ia masih berharap pria itu akan menghubunginya lagi.

Selesai kelas tadi, Calandra langsung memutuskan pulang ke rumahnya. Biasanya kalau tidak ada rapat atau kegiatan lain, ia akan pergi ke kedai kopi terdekat di kampusnya. Ngobrol dari A-Z dan memposting foto yang Instagramable ke Instagram story miliknya. Kali ini energinya seperti habis. Untuk mengbrol lama saja rasanya tidak kuat, ia seperti sudah kehabisan napas.

Akhir-akhir ini entah temannya menyadari atau tidak mengenai perbedaan yang terjadi kepada Calandra. Sehabis bersih-bersih kamar dan selesai mandi, ia mulai mengambil handphone dan ada rasa rindu berkabung di hatinya, mengenai aktivitas yang sering ia lakukan dahulu, yaitu berkirim pesan untuk sebatas mengabari. Gadis itu menggulir layar handphone-nya dan mengklik sebuah nama yang berada lumayan bawah.

Mas Arjuna.

Calandra membaca ulang percakapannya bersama pria itu dari awal. Ia rindu. Ada sedikit rasa yang terobati saat membaca ulang percakapannya, walau tidak seratus persen dapat terobati. Di lain hal, Calandra terluka. Ia masih menyangkal hal ini betul-betul terjadi lagi padanya.

Mas Arjuna:
Nanti kapan2 kita main
Kita makan ketoprak
Itung2 bantu penjual UMKM

Lengkungan di bibir Calandra dapat disaksikan dengan jelas. Ia tahu pemuda itu akan menemuinya. Pasti. Ia akan selalu ingat ajakan makan ketoprak itu. Seketika semua rasa yang ada di hatinya kemarin; marah, kesal, sedih, takut, bingung dan lain-lainnya perlahan memudar. Seolah ia memaklumi apa yang terjadi.

"Suatu hari nanti bakal betulan, kan, ya?" gumam Calndra penuh harap.

Batinnya sedang bertengkar dengan pikiran. Mencoba menyusun harapan yang kebenarannya masih enggan diketahui. Tapi, hal tersebut dapat menenangkan hatinya. Mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa suatu hari nanti pasti ia akan kembali. Tidak apa-apa sekarang ia pergi, mungkin nanti Tuhan akan mempertemukannya kembali sebagai seorang pasangan dalam pernikahan, batin Calandra penuh harap.

Calandra dalam hari-harinya masih bisa melakukan aktivitas dengan normal. Sejak kamarin penyangkalan mengenai apa yang terjadi membuat ia kini merasa lebih baik mengenai apa yang terjadi padanya. Ia percaya kepada Tuhan tentang pertemuannya nanti.

Stages of GriefTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang