"LIAAN!! Lian!" panggil seseorang. Tidak hanya suaranya yang memekakkan telinga, dia juga menguncang tubuhku dengan kuat hingga aku terbangun.
Ku dapati seorang anak perempuan bermata hijau dan berambut coklat kemerahan terduduk di sebelahku. Wajahnya tidak seperti orang Korea. Apa mungkin dia turis?
"Kenapa kau tidur di sini? Orang-orang di panti sudah mencarimu sejak tadi. Sebaiknya kita segera kembali sebelum-"
"Panti?" heranku kebingungan. Sudah belasan tahun berlalu sejak aku keluar dari tempat itu. Lagi pula kenapa turis ini bicara tentang panti asuhan? "Siapa.. kau?"
Wajah anak perempuan itu terlihat terkejut sekaligus bingung. "Lian, ini bukan waktunya bercanda! Kita akan kena masalah kalau tidak kembali sekarang." sebutnya berdiri sambil menarik tanganku.
Aku terkejut. Tenaga bocah itu cukup besar hingga mampu membuat orang dewasa sepertiku bangkit terduduk. Tapi tidak sampai disana. Hal yang lebih mengejutkan lagi adalah tangan dan kakiku yang tampak menyusut. Butuh beberapa waktu sampai aku akhirnya sadar kalau tubuhku kini mengecil. Keterkejutanklu membuat pandanganku terbuka sepenuhnya. Pemandangan di sekelilingku terlihat sangat asing. Lembah dan rerumputan hijau yang terbentang. Apa ini Lembah Mureung? Tidak, tempat ini terlihat berbeda.
Aneh sekali. Aku tidak tahu ini dimana dan bagaimana aku bisa sampai di sini. Lalu anak perempuan berambut merah ini juga.. Hal terahir yang ku ingat adalah..
"Ukh!" kepalaku tiba-tiba saja terasa sakit.
Gadis kecil yang sebelumnya membangunkanku kini tampak panik. "A-ada apa? Apa kau sakit? Oh tidak.. Nyonya Hera pasti akan sangat marah. Bagaimana kalau kau dikurung lagi!?"
"Nyonya Hera? Siapa lagi.. itu?" tanyaku meringis.
"Huh?" kaget anak itu. Matanya terbelalak memandangiku. Iris hijaunya yang seperti zamrut memancarkan kekhawatiran. "Elian.. sikapmu aneh sekali. Tapi aku tidak bisa menunggumu lebih lama lagi, jadi.. maafkan aku." seketika dia melayangkan batang kayu di tangannya.
"Elian? T-tunggu! Apa yang mau kau-"
Bugh!
Batang kayu itu menghantam belakang kepalaku, dan setelah itu aku tidak ingat apapun lagi.
***
"Sayang, lihat. Bukankah anak ini sangat menggemaskan?"
Dimana lagi ini?
Aku kembali terbangun di tempat yang aneh. Kali ini bukan lereng bukit, melainkan kamar mewah bergaya Eropa abad pertengahan. Seorang wanita berambut hitam tampak terduduk di atas tempat tidur sembari menggendong seorang bayi mungil yang tampaknya baru saja lahir.
"Kenapa wajahmu seperti itu? Apa kau tidak senang karena aku melahirkan seorang putri?" tanya wanita itu.
Pria yang sejak tadi berdiri di samping tempat tidurnya menggeleng pelan. "Aku sangat bahagia, Samarra. Putriku sangat cantik. Dia terlihat seperti dirimu."
Apa ini? Apa mereka sedang bermain peran?
Aku mencoba mendekati keduanya, namun mereka tidak bisa menyadari keberadaanku.
Setelah dilihat dari dekat, aku baru sadar kalau pasangan ini juga memiliki penampilan yang yang tidak normal, seperti anak perempuan yang sebelumnya ku lihat. Wanita yang menggendong bayi memiliki mata berwarna ungu, sementara pria di sebelahnya lebih aneh lagi. Rambutnya seperti benang perak yang terjuntai anggun dan matanya seperti berlian jernih yang memantulkan warna cahaya yang mengelilingi keduanya.
"Kalau begitu seperti kesepakatan kita. Karena dia anak perempuan, jadi aku yang akan memberinya nama."
"Haha, bukankah kau juga yang memberi nama untuk Helios meskipun dia laki-laki?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Heroine's Back
FantasyAku hidup sebagai seorang figuran hanya untuk membuat sahabatku yang seorang heroine bersinar lebih terang. Hingga suatu hari aku tewas setelah menyelamatkannya dari kecelakaan. Ku kira hidupku yang tidak berarti ini akhirnya berakhir, tapi aku just...