Aku berhasil kembali ke rumah dengan selamat setelah memastikan Leonard Ardere tidak mengikutiku.
"Kau sudah kembali?" sebut Ravis menyambut kedatanganku. "Ada apa dengan wajahmu? Apa terjadi sesuatu?"
"Tidak. Aku hanya.. sedikit lelah." sebutku memberi alasan. Aku segera menjatuhkan tubuhku ke atas kursi. Rasanya lelah sekali setelah seharian berkeliling kota menemani Jenna belanja. Ditambah lagi harus berpapasan dengan pria itu. Leonard Ardere, kapten Prajurit Keluarga Asteris. Dia pasti berada di kota untuk mencari Ravis.
"Elian Rubelum.. jadi kalian pergi ke kota untuk mendapatkan benda ini?" tanya Ravis sambil memegang token perunggu milikku.
"B-bagaimana kau-" kagetku begitu menyadari benda itu sudah ada di tangannya. "Kembalikan."
"Rubelum.. apa itu benar-benar namamu?"
"Bukan urusanmu. Cepat kembalikan benda itu!" seruku berusaha merebut kembali token milikku. Tapi Ravis berhasil menghindar dengan lincahnya.
"Apa petugas pencatatan sudah melakukan pengecekan silsilah keluarga? Hmm.. aku rasa kau pasti sudah menyogoknya untuk tidak melakukan itu." ujar Ravis memain-mainkan token di tangannya.
Dengan cepat ku sambar token itu menggunakan sihir angin.
"Hei! Menggunakan sihir untuk merebutnya, itu curang!" protesnya saat token itu kembali ke tanganku.
"Apa yang curang? Ini milikku. Kau yang merebutnya." balasku kesal.
"Tetap saja. Apa kau tidak malu mengambilnya dari tangan anak kecil seperti itu?"
"Haha! Kau yang harusnya malu. Sudah berapa hari kau menumpang di rumahku? Bukannya tiga hari yang lalu kau bilang akan segera pergi? Kau bahkan mengancamku, orang yang sudah menyelamatkan nyawamu. Benar-benar tidak tahu terima kasih."
"I-itu karena kau tidak mau menjawab pertanyaanku! Bagaimana kau bisa memiliki mata itu? Kalau kau jawab aku akan segera pergi."
Sejak hari itu Ravis akhirnya mengetahui soal mata perakku. Dia terus menanyakan hal yang sama ratusan kali. Bagaimana aku bisa memiliki mata perak yang sama degan yang dimiliki Archduke? Bahkan dia dan Helios tidak memiliki mata ini. Mata yang menjadi simbol dari darah Asteris murni.
"Bukannya sudah ku bilang kalau ini katarak?"
"Kau pikir aku akan percaya!" geram Ravis mengamuk. Anak itu bahkan bertanya pada Jenna soal mataku. Tapi gadis itu juga tidak tahu apapun soal mata ini ataupun kekuatan sihirku. Satu-satunya orang yang mengetahuinya hanyalah Kakek Tobi. Tabib tua yang tinggal di dekat panti asuhanku dulu. Dia juga guru yang mengajariku soal ramuan dan sihir. Sama seperti Nenek Rubelum, Kakek Tobi juga salah satu orang yang sangat baik yang ku temui saat tinggal di panti mengerikan itu.
"Kalau kau sepenasaran itu, bagaimana kalua tanyakan langsung pada orang tuaku? Ah, tapi aku yatim piatu. Sejak ditemukan di depan panti asuhan mataku sudah seperti ini."
Kali ini Ravis hanya terdiam. Dia pasti tahu aku tidak berbohong. "Mata itu.. sama dengan mata milik ayahku." ujar Ravis pada akhirnya.
Selama ini dia pikir aku tidak tahu soal Archduke. Jadi sebaiknya aku berakting terkejut. "B-benarkah? Lalu apa maksudmu berkata begitu? Apa kau pikir aku adalah.."
"TIDAK MUNGKIN!" seru Ravis menolak keras kemungkinan kalau aku adalah saudaranya.
"Benar, itu tidak mungkin. Bukankah kau bilang Asteris adalah keluarga bangsawan terhormat. Tidak mungkin orang sepertiku adalah keturunan Asteris, bukan? Tapi kalau itu benar, berari ayahmu sudah..."
"TIDAK! Ayahku tidak mungkin melakukan itu! Ayahku.. tidak mungkin berselingkuh."
"Eh?"
"Ayahku itu seorang Archduke terhormat! Tidak mungkin dia berselingkuh dengan wanita Pratum rendahan yang melahirkanmu!" Ravis terlihat sangat marah. Sepertinya dia sama sekali tidak mempertimbangkan kemungkinan kalau aku adalah saudari kandung dari ibu yang juga melahirkannya. Apa jangan-jangan..
KAMU SEDANG MEMBACA
Heroine's Back
FantasiAku hidup sebagai seorang figuran hanya untuk membuat sahabatku yang seorang heroine bersinar lebih terang. Hingga suatu hari aku tewas setelah menyelamatkannya dari kecelakaan. Ku kira hidupku yang tidak berarti ini akhirnya berakhir, tapi aku just...